18. Harapan Ibu Sadam

95 14 1
                                    

Untuk sebagian orang, menyanyi memang bisa menghilangkan stress, termasuk aku salah satunya. Saat menyanyi, sedikit masalah bisa terlupakan, kontrol emosi bisa lebih mudah. Tak banyak yang aku nyanyikan, hanya 3 lagu dan salah satunya duet dengan Sadam. Meski sadar diri, aku tak memiliki suara yang bagus, yang penting aku senang.

Sadam memang partner yang baik jika karaoke, tapi jika sudah kumat gilanya, suaranya Sadam bisa sangat menusuk telinga. Nyanyi sesuka udelnya.

"Ra, lo gak mau nyanyi lagi?" tanya Sadam.

"Capek!" Nyatanya nyanyi sampai tiga lagu pun tidak bisa membalikkan mood yang sudah terlanjur rusak.

Sadam memberikan mic nya pada kak Shita. Kemudian menghampiriku yang tengah duduk di teras, menarik paksa tanganku. "Balik yuk!"

"Sana balik sendiri. Kenapa ajak-ajak gue?"

"Ibu suruh lo ke rumah. Arash juga nyuruh lo, kan?" Ah, iya. Arash memintaku ke rumahnya, Ibu mengadakan syukuran hari ini.

"Pamit sana sama temen-temen."

"Gak usah!"

Kita berdua pulang tanpa pamit pada pemilik rumah, maupun teman-teman yang lain. Sampai di rumah Sadam, aku lihat sepi sekali, seperti tidak ada acara di rumah ini.

"Bukannya Ibu lo ngadain syukuran? Kok sepi?"

"Ya syukuran kan malem, Ra. Siang-siang  rame di rumah gue ngapain?"

Sadam berjalan lebih dulu, sedangkan aku masih diam ditempat.

"Dih, ngapain masih di situ? Masuk!" suruh Sadam, "alasan banget nih minta di gandeng." Sadam menggandeng tanganku. Mencoba melepaskan, tapi Sadam malah menguncinya dengan kuat.

"Lepas ih, sakit," keluhku. Sadam mengendurkan pegangannya.

"Sampai merah gini, kasar banget lo," omelku.

"Sini coba lihat."

Sadam menarik tanganku, melihat-lihat, membolak-balik, mengusapnya, lalu...

Cup

"Dah, sembuh. Udah gue kiss." Terkejut sampai membeku di tempat. Dia benar-benar mengecup tanganku yang merah. Sedangkan pelakunya malah tersenyum.

"Ih, marah pokonya gue sama lo. Hari ini lo udah berbuat hal yang bikin gue lupa sama tujuan yang mau gue capai." Aku masuk lebih dulu, meninggalkan Sadam yang masih di depan pintu.

Nemu sofa, aku langsung merebahkan tubuhku di atas sofa. Sadam melemparkan tasnya ke arahku. Teman sialan!

"Assalamualaikum, Bu. Bu.." teriak Sadam.

"Waalaikumsalam. Di dapur, Bang," sahut Ibu.

"Lihat siapa yang Abang ajak. Abang bawa calon mantu nih buat Ibu," katanya. Idih apa banget ini manusia.

Dari arah dapur Ibu keluar dan menghampiriku. "Eh, Haura. Apa kabar, Nak? Lama gak main?" tanya Ibu ramah.

"Iya, Ibu. Maaf ya," jawabku seperlunya.

"Gak lebih dari dua minggu padahal. Lebay banget, kek yang gak ketemu setahun," seru Sadam.

"Sirik aja ya, Nak," kata Ibu, aku hanya menanggapi dengan senyum, "eh iya. Ibu lagi bikin kue di dapur, Haura mau cicip gak?" Aku mengangguk antusias. Ah, mana bisa menolak kue gratis.

"Ya nanyanya salah, kalau sama Haura mah udah pasti ayo terus. Girang dia dapat gratisan," ejek Sadam.

Aku julurkan lidah mengejek Sadam. Terserah, memang nyatanya ya begitu.

Anak Kecil Ngomongin Cinta?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang