Hanum baru saja selesai mengikuti kuliahnya hari ini. Dia melirik arlojinya, sudah pukul setengah dua belas. Hanum mau ke mushola dulu, menunggu waktu dhuhur, sebelum nanti ke kos Dania. Tadi Dania telepon, kalau bindernya ketinggalan di kelas. Dania, temannya, sudah langsung pulang karena ada saudaranya yang mampir ke Jogja, tidak enak kalau harus menunggu lama.
Sampai di lorong kampus, Hanum merasa ada yang memanggilnya. Hanum pun menoleh, ternyata Irfan. Terlihat Irfan agak berlari menujunya. Hanum pun berhenti.
" Num, sebentar aku mau ngomong" ucap Irfan yang sudah di depannya.
Hanum hanya menganggukkan kepalanya.
" Sorry ya Num, aku nggak ijin kamu kalau sudah ngasih nomor HP mu ke Gani"
" Iya, nggak apa-apa. Lagian kan sudah terlanjur juga " jawab Hanum sambil tertawa.
" Kemarin Gani ke sini ya?"
" Iya, kok kamu tahu ?"
" Emang nekat tuh anak. Sudah aku bilang lho Num, nggak usah main-main kalau sama Hanum, saingannya berat"
" Heh.... Maksud e opo? ( maksudnya apa). Saingan...saingan apa?"
" Lhah kan emang berat saingannya Gani, perlu tak sebutke po?" (perlu aku sebutkan)
" Siapa?"
" Pak Bayu"
Hanum membelalakkan matanya, kaget.
" Kok bisa kamu bilang Pak Bayu ? "
" Ya bisa to Num, kayaknya Pak Bayu naksir sama kamu"
" Ck...nggak usah macam-macam. Dari mana kamu tahu kalau Pak Bayu naksir sama aku? "
" Ya tahulah Num, aku kan juga cowok, sesama laki-laki tuh tahu lagi Num, mana yang suka atau nggak. Coba aja dibandingin, kalau lagi diskusi, gimana respon Pak Bayu ke Nasya dan kamu, beda Num, pandangan matanya kelihatan. Tapi kalau nggak, ya nggak papa. Nggak usah di masukin hati, ntar baper lagi kamunya. Hahaha" Irfan tertawa terbahak-bahak.
Hanum pun mendelik tajam ke Irfan yang mengejeknya.
" Sorry...sorry Num, bercanda saja. Lagian kalau beneran beliau suka sama kamu kan bersyukur tuh Num. Aku yakin, kalau seusia beliau suka sama orang, sudah nggak untuk main-main, pasti langsung diajak nikah"
" Oh ya, kemarin kamu nolak Gani ya?" Irfan mengalihkan pembicaraannya. Hanum bersyukur sebenarnya, karena khawatir saja proses taarufnya diketahui temannya. Takut menimbulkan fitnah.
" Kamu kok tahu?" Hanum pun bertanya.
" Kemarin dia cerita, katanya ada hal dari kamu yang tidak bisa nerima dia"
" Tapi Gani nggak apa-apa kan Fan?" Hanum akhirnya bertanya, khawatir jika penolakannya kemarin memberikan akibat buruk.
" Ya pas pulang dari sini, kelihatan banget kecewanya. Tapi kan sejak awal sudah aku kasih tahu tentang kamu, yang nggak mau pacaran gitu. Jadi pas kemarin kamu tolak, dia bisa nerima. Ya butuh waktu sih, tapi aku yakin, dia bisa."
" Maaf ya Fan, sudah membuat temanmu tidak nyaman"
" Santai aja Num, nggak apa-apa"
" Ya udah, kalau gitu aku duluan ya, mau sholat dulu"
Akhirnya mereka berpisah. Hanum menuju ke mushola kampusnya, mau sholat dulu sebelum pulang.
Setelah sholat, Hanum pun keluar menuju tempat parkir motornya. Baru saja sampai di lobi fakultasnya, ada yang memanggil Hanum. Hanum pun berhenti. Lelaki itu lalu berdiri dan menghampiri Hanum.

KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Sang Dosen ( END )
Duchowe" Permisi Kak, boleh saya minta tanda tangannya?" Pria itu menoleh dan kaget tapi tidak lama kemudian tersenyum. Aneh, pikir Hanum. " Oh, ya..ya, sini bolpoinnya" katanya. Dia lalu meminta buku Hanum dan memberikan tanda tangannya. Tidak lupa di ba...