bonus chapter; how they met

703 140 4
                                    

Enjoy reading!

Btw ini set time-nya waktu mereka pertama ketemu, ya^^

—————-

Hari keempat MPLS dan Hardan sudah datang terlambat. Ralat, sebenarnya tepat waktu, jika mengikuti aturan sekolah –datang sebelum pukul tujuh pagi. Namun dikatakan terlambat jika mengikuti aturan yang berlaku selama MPLS.

Ia seharusnya sudah datang sebelum pukul setengah enam pagi. Namun nyatanya, ia baru keluar rumah setengah jam kemudian. Karena sudah yakin akan mendapat hukuman, Hardan memilih untuk masuk melalui tembok belakang. Terima kasih kepada para kakak kelas –yang Hardan tidak kenal dan tidak mau kenal, yang telah membuat jalur rahasia ini. Ia pertama kali melihat tembok legend tersebut dan kegunaannya di hari pertama MPLS, ketika pergi ke toilet gedung belakang.

Tangga bambu yang menjadi penghubung itu masih bersandar di tembok bagian luar sekolah. Hardan tebak, ada orang yang baru saja menggunakannya. Tanpa menunggu lebih lama, cowok itu segera naik memanjat dan langsung melompat ke tembok tempat sampah ketika sudah berada di atas.

Hardan memang bukan atlet parkour, tapi kalau sekadar lompat dari tembok, sih, dia bisa. Begitu mendarat dengan hampir mulus, ia langsung menepuk-nepuk celana bagian lutut dan telapak tangannya. Cowok itu ngga sempet melihat keadaan sekitar halaman belakang sekolah ketika melompat. Jadi ketika ada suara dari arah kiri belakangnya, ia langsung berjengit kaget.

"Lo ngapain?"

Membalikkan badan, Hardan melihat sesosok kakak kelas yang ia tebak merupakan agit sedang memegang sebatang rokok. Kepulan asap mengitari orang yang sedang jongkok tersebut. Dengan atribut yang kurang lengkap serta seragam yang dikeluarkan dari celana, hampir bisa dipastikan kalau cowok ini merupakan berandal sekolah.

"Gue?" tanya Hardan sambil menunjuk dirinya sendiri.

"Iya. Ngga tau kalo di samping lo ada siapa," jawab kakak kelas tersebut.

Hardan mengerutkan dahi ketika mendengar candaan aneh tersebut. Namun kemudian ia langsung mengubah ekspresinya menjadi datar. "Bukan urusan lo."

"Tengil banget ini anak baru lulus SMP," ujar si Kakak Kelas. Di dalam hati, Hardan bertekad buat ngga akan pernah berurusan sama murid semacam dia.

Setelah berkata seperti itu, agit cowok itu berdiri dan menginjak puntung rokoknya. Ia kemudian membersihkan bagian belakang celananya dari sisa tanah yang menempel ketika berjongkok tadi.

"Lo telat, kan? Acara udah mulai. Ga bakal bisa masuk."

"Sok tau."

Agit tersebut tertawa mengejek. "Gue udah khatam begituan. Lo yang baru– Anjing, ikut gue."

Tiba-tiba si Kakak Kelas itu menarik lengan Hardan dan membawanya kabur dari area tembok belakang sekolah. Orang yang Hardan belum tau namanya itu berlari naik menuju tangga gedung belakang. Di tengah perjalanan, Hardan menarik lengannya.

"Lepas."

"Iye, udah gue lepas. Tadi ada Marsudi. Tau gak, lo?"

Hardan mau menggeleng, tapi gengsi. Melihat si Adik Kelas itu hanya diam, yang lebih tua hanya tertawa. Hardan benci tawa bernada ejekan itu.

"Guru BK. Doi demen patroli kalo jam segini. Kita mending ke lantai atas."

"Lo siapa ngatur gue?" tanya Hardan. Tepat setelahnya, terdengar langkah sepatu pantofel yang berjalan mendekat.

Agit tersebut berdecak. "Anjing, udah gue bantuin. Nanti aja nanya-nanyanya, bawel. Itu Marsudi otw."

Kali ini tanpa tarikan, namun Hardan tetap berjalan mengikuti si Kakak Kelas. Walaupun dongkol dan gengsi setengah mati, Hardan masih mau selamat. Belum ada seminggu dia jadi murid di sekolah ini, masa iya mau kena pelanggaran?

The Rebels ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang