27. Curi Dengar

760 197 6
                                    


Enjoy reading!

——————-

Kurang dari seminggu menuju UAS, atmosfer kelas di X IPA 1 makin terasa aneh. Seenggaknya buat Wanda. Mungkin karena pengaruh titel 'kelas unggulan' yang sebenarnya ngga tertulis jelas di sekolah mereka, tapi hampir semua tau kalo kelas urutan pertama itu emang isinya anak unggulan.

Dulu waktu SMP, Wanda ngga pernah ngerasain aura kompetitif yang kuat. Tapi begitu masuk dunia SMA, ditambah dia ada di sekolah yang punya nama dan ada di kelas unggulan, hawa kompetitif baru dirasakan oleh Wanda. Hampir separuh anak di kelasnya dikenal sebagai anak ambis. Wanda tentu ngga termasuk.

Karena merasa butuh penyegaran, Wanda izin untuk ke toilet sendiri di tengah-tengah guru mengajar. Karena Wanda anak baik, dia bener-bener jalan ke toilet, ngga mampir ke kantin dulu. Suasana sekolah saat jam pelajaran benar-benar sepi. Kelihatannya sih, ngga ada kelas yang lagi jam kosong.

Saat Wanda sudah selesai dengan urusannya dan akan membuka pengait bilik, terdengar suara pintu toilet yang dibuka dari luar. Kalau Wanda ngga salah tebak, ada dua orang yang masuk. Dari cara ngobrolnya sih kayaknya kakak kelas. Wanda jadi mengurungkan niat buat keluar dari biliknya.

"Lo yakin ngga mau ikut?"

"Kaga, ah. Gue takut ketauan."

"Lo lebih takut dimarahin bokap lo lagi karena nilai jelek atau takut ketauan?"

"Ehm... Dimarahin bokap, sih. Lo tau bokap gue kalo marah kayak apa."

"Nah, makanya karena gue tau, gue tawarin ke elo doang."

"Berapa, sih?"

"Sejokut udah semuanya. Mau, ngga?"

"Semuanya? Lo dapet dari siapa?"

"Ada guru. Mau, ngga?"

"Nanti sistemnya gimana?"

"Bawel, dah. H-2 UAS, soalnya dikasih sama dia. Ini penawaran terakhir gue, take it or leave it?"

"Oke, mau."

"Deal?"

"Deal."

Wanda menahan nafas kaget. Ngga percaya kalo dia baru aja jadi saksi dari sebuah transaksi gelap di toilet perempuan. Duh, jadi nyesel kenapa tadi ngga langsung keluar dari bilik aja.

Sambil menunggu dua kakak kelas tadi keluar, Wanda menghitung sampai sepuluh di dalam hati. Di hitungan ke delapan, dua kakak kelas itu akhirnya keluar dari toilet karena mereka cuma numpang berkaca sama cuci tangan aja. Ngga lama kemudian, Wanda ikut keluar dari sana dengan perasaan yang campur aduk.

———————

Sore hari menjelang malam di rumah Wanda, sudah ada Jani, Hardan, Dion dan si pemilik rumah yang sama-sama masih mengenakan seragam sekolah. Janu dalam perjalanan ke sini setelah tadi mengikuti kelas tambahan bagi siswa tahun terakhir.

"Taruhan sama gue, Janu bakal pake cara dulu atau ngga?" ucap Jani saat dirinya dan Hardan sedang bermain PS di atas karpet. Di sofa belakang mereka ada Wanda dan Dion yang sedang menyelesaikan tugas di minggu terakhir pembelajaran sebelum UAS.

Hardan tersenyum tipis. Kedua matanya masih menatap layar TV di hadapannya. "Waktu itu dia bilang sih mau tobat. Gue pegang ngga."

Giliran Jani yang tersenyum miring dengan kedua tangan yang memegang joystick. "Kalo udah kelas dua belas mah emang bilangnya pada mau tobat. Gue pegang tetep pake. Goceng?"

The Rebels ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang