38. Triple Kill

695 181 6
                                    


Thank God It's Friyay

Enjoy Reading!

-------------

"Udah? Balik, yuk," ajak Kia saat Jani telah menghabiskan es teh manisnya.

Namun Jani masih duduk bergeming di kursinya. Matanya asik melihat ke deretan kios kantin yang dipenuhi murid kelas sepuluh dan sebelas. Jam istirahat memang masih berlangsung dengan menggunakan jadwal sementara.

"Lo duluan aja, Ki. Gue ada urusan."

Mendapati Jani yang masih setia dengan posisinya, Kia lantas mengangguk paham. Biang Gosip satu itu pasti mau melakukan sesuatu. "Yaudah, gue duluan ke kelas, ya."

Selepas teman semejanya pergi, Jani masih memperhatikan murid-murid di kantin. Dia mencari seseorang yang perlu ia ajak bicara empat mata. Orang yang semoga saja bisa menambah informasi untuknya.

"Re," panggil Jani ketika matanya menangkap sosok cewek dengan rambut dikepang. Di tangannya ada mangkuk berisi soto yang masih beruap, tanda kalau masih hangat baru diambil dari kios kantin.

"Gue mau ngomong. Lo taro sini aja sotonya," lanjut Jani sambil mengarahkan Rere dan temannya agar duduk di meja bekas ia dan Kia tadi.

"Eh, Rere-nya gue pinjem bentar, ya," ucap Jani sambil menarik cewek itu menjauh dari keramaian, menuju tembok belakang kantin tempat biasa beberapa cowok aud merokok diam-diam.

Baik Rere maupun temannya –yang sama-sama pengurus OSIS, tidak ada yang berniat bersuara dari tadi. Anjani pentolan Madivas angkatan mereka bukan tandingan untuk dilawan. Makanya Rere hanya diam dan ikut saja begitu tangannya ditarik pelan menuju tempat sepi.

"Hadeh, untung lagi ngga ada yang nyebat. Ni pasti karena sidak agit waktu itu, ya. Bocah jadi pada takut."

Jani masih bermonolog. Dia tampak mendominasi percakapan kali ini. Sengaja, emang begitu niatnya. Keduanya lalu berdiri berhadapan dengan posisi Rere yang memunggungi tembok.

"Mau ngomong apa?"

Senyuman Jani muncul, namun hanya di satu sisi. Ekspresi mengintimidasi yang jarang ditampilkan oleh cewek yang dikenal heboh seantero sekolah. Hanya muncul jika dihadapkan dengan situasi tertentu, contohnya saat ini.

"Semalem, lo ke club lagi? Sama sugar daddy yang mana?"

Sama seperti Anjani, Rere bisa saja menampilkan image yang berbeda di situasi yang juga berbeda. Di sekolah, dia terlihat seperti murid baik-baik juga pengurus OSIS yang rajin. Tapi, di luar sekolah, siapa yang tau?

"Bukan urusan lo," balas Rere dingin.

Jani mendengus meremehkan. "Emang bukan," ucapnya dilengkapi seringai di bibir.

"Tapi, kalo ini sampe kedengeran ke telinga Dio, bisa aja lo–"

"Yaudah, apa mau lo?" potong Rere kesal.

Jani tersenyum tipis. Ini yang ia tunggu. Dirinya bisa saja menjadi orang yang nge-spill beberapa masalah dan kasus seperti beberapa waktu lalu. Tapi, kalau bisa ditukar dengan informasi berharga, kenapa engga?

"Gue denger, OSIS jadi kacungnya guru lagi? Disuruh cari orang yang ngeberantakin Ruang Guru. Am I right?"

"Dasar Biang Gosip. Lo sehari tanpa gosip bakal mati ap–"

Jani tiba-tiba sudah mengambil ponselnya dan bersiap untuk menelepon sebuah nomor. "Kontak Dio tinggal satu kali pencet. Pilih mana?"

"Anjani anjing," desis Rere menahan marah. Sebaliknya, Jani justru tersenyum semakin lebar.

The Rebels ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang