2. Skandal Sore

1.6K 304 21
                                    

"HAH?!" seru Jani heboh. Bisa-bisanya gosip ngalir tanpa dia tau.

"Ini," Wanda menunjukkan riwayat chat di grup kelasnya yang ramai. Ngomong-ngomong, Wanda dan Dion beda kelas.

"Wih, asik, nih." ucap Janu dengan seringai jahil.

"Hardan pasti ga setuju. Ya, gak?" ujar Dion menyenggol lutut Hardan dengan kakinya yang panjang.

"Siapa emang?" tanya Hardan.

Jani yang sedang sibuk mencari info -berhubung dia adalah garda terdepan hal-hal berbau gosip, langsung menjawab, "Angga sama Winda. Jan, lo kenal?"

Janu yang sedang minum langsung tersedak. "Winda? Winda IPA 2?"

"Iya, di angkatan gue cuma ada satu Winda."

"Jangan bilang dia mantan cem-ceman lo, bang?" tanya Dion penasaran.

Janu mengangguk pelan sambil berusaha mengingat. "Wah, anjing!" umpatnya, "sama Angga anak mafias ya?" tanyanya. Mafias adalah geng pentolan cowok yang ada di tiap angkatan. Kalau cewek, namanya Madivas.

Giliran Jani yang mengangguk. Hardan langsung bertepuk tangan. "Asik." ucapnya.

Janu melempar kulit kacang yang ada di meja ke arah Hardan. "Anak pentolan aja, lo semangat banget."

"Dimana tadi? Gudang?" tanya Dion sambil mengambil laptopnya yang ada di meja. Siap-siap memulai aksinya.

Jani mengangguk. Janu tertawa renyah. "Anjinggg! Beneran, dong?"

"Iseng aja, lagian cctv gudang mati. Lorongnya doang paling." kilah Dion dengan cengiran di wajah.

"Bentar," interupsi Hardan. "orang mandang negatif ke cewe apa cowonya?" tanyanya.

"Di grup kelas Wanda, sih, ke cewenya, Dan." jawab cewek itu.

"Banyakan pada di ceweknya, sih. Girls support girls, ndasmu." jawab Jani kesal. Dari grup madivas, angkatan sampai grup kelasnya, kebanyakan memandang negatif pada si perempuan. Ada yang menyebut ceweknya murahan, ga tau diri, bahkan sampai mengatai pelacur.

"Padahal pelakunya 2, anjir." sahut Dion.

Hardan berdehem pelan. "Cari yang nunjukkin kalo si cowo yang ngajak, Yon."

"Biar apa?" tanya Wanda.

"Kita ubah flow gosip di murid-murid. Kece, lu, jonn!" tukas Jani sambil menepuk bahu Hardan dengan bangga.

Janu mengangguk setuju. "Boleh, tuh. Oiya, Wan," Wanda menengok ke Janu, "kertas buat print masih ada, kan?"

"Masih, kak. Mau diprint nanti, ya?"

"Yoi."

Mereka berlimapun akhirnya menatap layar laptop Dion dengan seksama. Menonton rekaman bagaimana awal dari desas-desus saat ini. Terlihat dua sosok murid perempuan yang berjalan di lorong dengan menggendong tas. Namun, sesosok cowok menghampiri tiba-tiba. Ia lalu menarik lengan salah satu cewek tadi. Ternyata mereka berjalan ke arah gudang belakang sekolah.

Tepat di depan pintunya, si cewek tampak marah. CCTV dengan jelas merekam tangannya yang menunjuk ke muka si cowok. Namun-

"WOW!" Dion tiba-tiba menghentikan rekaman CCTV-nya. "Bajingan, beneran ditampar."

"Lanjut dulu, Yon. Nanti aja komentarinnya." ujar Janu di sampingnya. Dion mengangguk nurut. Ia lalu kembali memencet spasi laptopnya.

Terlihat jelas juga kalau si cowok menarik lengan cewek itu hingga tasnya hampir terlempar. Keduanya lalu masuk ke dalam gudang dan pintu gudang tertutup. Selesai.

"Mau liat pas keluarnya?" tanya Dion bergiliran menatap keempat temannya.

Jani menggeleng. "Ke-gep satpam katanya, kan?"

Hardan juga spontan menggeleng. "Kita cuma mau ubah flow gosip doang, inget."

Janu mengangguk setuju. "Pasti besok dipanggil, nih."

"Oke, sekarang gambreng siapa yang mau berangkat pagi?" ujar Wanda yang direspon erangan dari mereka semua.

The Rebels ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang