8. Capek

1K 252 4
                                    

Bakal sedikit lebih panjang, enjoy reading!

—————-

PLAK!

Janu sedang tertawa menonton video lucu dari ponselnya ketika sebuah tamparan bersarang di wajahnya. Ia langsung mendongkakkan kepala ke pelaku penamparan.

"Anjing lo." lirih Jani kesal. Dia beneran kesal sampai ke ubun-ubun.

Pipi Janu masih terasa panas, bahkan terceplak cetakan tangan Jani di permukaan kulitnya yang putih. "Apa?"

"Cowok gue yang kena, bangsat!" Ah, Janu tau kemana arah pembicaraan ini.

"Tapi dia gak ketuduh, kan?"

"Dia di ruang kepsek 2 jam! Lo jangan mentang-mentang agit, seenaknya aja gitu!"

"Siapa yang seenaknya?" Janu terlihat berusaha menahan emosinya mengingat di hadapannya adalah adik kelas perempuan.

"Gue tanya, Wanda tau gak? Nggak, tuh!"

Wanda yang mendengar namanya disebut langsung kaget. Tadi Hardan sudah cerita tentang ramalannya hari ini dan benar terjadi. Tapi dia gak mau ada peperangan di ruang tamu rumahnya.

"Kak Jani, Kak Janu. Duduk dulu, yuk." ajak Wanda pelan.

"Nggak bisa, Wan. Ni agit songong banget gak ngasih tau rencananya ke kita." tukas Jani tanpa melirik ke Wanda sedikitpun. Fokusnya benar-benar ke kedua manik Janu.

Hardan dan Dion bersiap-siap di belakang Janu kalau-kalau cowok itu lepas kendali. Baik Janu dan Jani punya postur tubuh tinggi. Mata keduanya juga beradu tatap dengan sengit.

"Gue gak ngasih tau karna tau akhirnya bakal begini! Lo bakal ngebela cowok lo kan?!"

"KARNA DIA GAK SALAH!" teriak Jani di depan muka Janu. Tangan Hardan dan Dion langsung menarik bahu Janu ketika cowok itu terlihat maju ke arah Jani.

"Apa? Sini maju! Beraninya sama cewek? Ngumpet dibalik anonim aja? Ngorbanin ketua jurnal buat jadi tumbal?"

Such a wrong move, Jani. Dia berhasil menyenggol ego Janu sebagai cowok.

"Cowok lo gak jadi tumbal! Malahan dibelain tadi sama kepsek pas apel! Mata lo buta?!"

"Lo dari awal tau kita anonim biar apa?! Lo tau sekolah sama isinya blangsaknya kayak apa, kan?!"

"Urusin aja cowok lo ketua jurnal kesayangan kepsek itu sana!"

Rentetan kata-kata dari Janu berhasil membuat Jani terdiam. Emosi di kepalanya masih ada, namun mulai muncul sedikit rasa bersalah dalam dirinya. Ia lalu terduduk di atas sofa dengan lemas.

"Kak Jani, ke kamarku aja, yuk?" ajak Wanda pelan.

Sementara itu, Janu langsung berjalan ke kamar mandi. Ia membasuh wajahnya dengan air keran, mendinginkan kepala. Di depan pintu, Hardan dan Dion berjaga-jaga takut ada hal tak diinginkan terjadi.

Jani akhirnya ke kamar Wanda. Di sana, tangisannya lagsung tumpah. Ia menangisi semua hal. Beberapa hari terakhir benar-benar membuat dirinya lelah. Kesalahpahaman dengan pacarnya, kasus yang menyenggol pacarnya dan ternyata dilakukan temannya. Belum lagi masalah di rumah yang membebaninya.

"Kak Jani mau nginep?" tanya Wanda pelan. Daritadi ia mengusap-usap punggung kakak kelasnya dan memberi tisu.

Janu dan Jani, walaupun namanya mirip seperti anak kembar beda kelamin, nyatanya keduanya sering berselisih. Apalagi mengingat kalau 3 anggota lainnya merupakan utas. Kadang Jani merasa harus 'melindungi' adik-adik kelasnya dari agit seperti Janu. Begitu juga Janu sebaliknya. Terlebih, keduanya adalah anak mafias dan madivas di angkatan masing-masing.

Jani mengangguk pelan. Ia tak mungkin pulang dengan keadaan mata sembab habis menangis. Masnya yang peka pasti akan menyadari ia habis menangis. Itu berbahaya.

"Gue besok cabut, Wan. Pulangnya agak siangan, mungkin." ujarnya sambil mengumpulkan gulungan tisu bekas ia menangis.

Wanda mengangguk paham. Ponselnya lalu bergetar pelan, menandakan ada pesan masuk.


Hardan

Wanda
Gue sm yg lain
balik ya


"Kak Janu, Dion sama Hardan mau balik, kak. Aku ke bawah dulu, ya, nganter mereka." ucap Wanda setelah membaca pesan itu.

Jani mengangguk pelan. "Gue pinjem baju lo lagi, ya, Wan. Sama facewash lo."

Wanda mengiyakan sebelum akhirnya menghilang dari balik pintu kamarnya.

Jani lantas bangun dan berjalan menuju lemari baju Wanda. Ia sudah beberapa kali menginap di sini, baik dadakan maupun tidak. Makanya Wanda udah maklum. Dia juga seneng banget kalo ada yang nginep, sekalipun kakak kelas kayak Jani. Soalnya dia ngerasa kesepian.

Setelah mengganti baju dan mencuci muka, Jani menyalakan ponselnya. Bertepatan dengan itu, Wanda masuk kamar. "Aku mandi dulu, ya, kak. Kalo mau sesuatu ke Mba Wati aja di bawah. Oiya, makanan yang di bawah nanti bakal dianter ke sini. Kakak tunggu aja, ya." ucapnya sebelum masuk ke kamar mandi dalam kamarnya.

Jani mengangguk. Kadang ia suka merasa kalau Wanda itu terlalu baik sama orang. Saking baiknya, ia takut adik kelasnya itu bisa dimanfaatkan atau bahkan dijahatin sama orang lain. Awalnya saja, Janu mengajak Wanda masuk ke perkumpulan itu karena hartanya. Tapi akhirnya gak cuma karena hartanya, tapi karena perkumpulan ini juga butuh orang yang lembut macam Wanda.

Kembali ke tujuan awal Jani menyalakan ponsel, ia lalu membuka roomchat-nya dengan si pacar.

Kahfi☀️

aku bsk ga masuk

Knp?
Sakit?

gaenak badan
kamu gausah jenguk
cuma istirahat bentar

Yaudah jgn begadang
Bsk mau sarapan apa?

bisa beli sendiri
kamu jg jgn begadang
kantong mata kamu liat

Iya aku usahain
Td plg sm siapa?

gojek
dahyaa
byee

Night, Anjani



Iya, Jani berbohong. Untuk kesekian kalinya. Cewek itu cuma bisa berharap biar dia gak ketahuan. Karena kalo sampe iya, bahaya banget. Lebih bahaya dari kalo masnya tau dia abis nangis.

The Rebels ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang