47. Berhasil

674 178 18
                                    



Enjoy Reading! Terima kasih udah nunggu!

——————————-

Keesokan paginya, Jani dan Wanda sudah berada di sekolah lebih pagi dari biasanya. Mereka kebagian menjadi orang yang menyebar surat kaleng di Ruang Guru karena kalah gambreng dari Janu dan Hardan. Nah, untuk Dion, udah pasti ada jobdesc khususnya.

Cuaca agak sedikit mendung, mengakibatkan pagi jadi lebih sepi. Jani udah menguap yang ketiga kali sambil duduk menunggu Ruang Guru dibuka kuncinya oleh satpam. Di sebelahnya ada Wanda yang memegang setumpuk buku -entah milik siapa yang ada di kelasnya, sebagai dalih supaya bisa masuk ke Ruang Guru. Iya, mereka beralasan butuh mengumpulkan tugas pagi-pagi sebelum guru datang supaya bisa masuk ke dalam.

Setelah satpam shift pagi ini membuka pintu Ruang Guru, dua cewek beda kelas itu akhirnya masuk. Ruangan benar-benar sepi dan sunyi. Tanpa menunggu waktu lama, mereka segera membagi tugas.

"Gue yang bagiin, lo jaga di sini, ya, Wan."

Yang lebih muda hanya mengangguk patuh. Untuk urusan kayak gini, Wanda menyerahkan semua keputusan di tangan Jani yang lebih ahli. Cewek itu akhirnya berdiri di dekat pintu, memastikan agar tidak ada orang yang melihat dari luar.

Jani dengan cekatan mulai berkeliling ruangan. Ia telah mengeluarkan beberapa lembar kertas dari dalam tasnya. Lembaran kertas tersebut berisi print out foto Angga yang sedang keluar dari sebuah rumah kosong, potongan headline berita tentang penggerebekan oleh polisi yang terjadi di rumah yang sama serta screenshot chat SMS Angga dengan nomor asing yang tampak mencurigakan.

Ruang Guru menampung sekitar lima puluhan guru. Meja-meja ditata sedemikian rupa membentuk beberapa kelompok kecil supaya tetap bisa memberi celah untuk bergerak leluasa di dalam ruangan. Lemari-lemari berisi data, soal maupun penghargaan juga menempel di sisi tembok.

Jani menyusuri meja-meja dan meletakkan lembaran kertas tadi dengan asal di atasnya. Tidak perlu rapi, yang penting hasilnya mampu membuat heboh. Setelah dirasa selesai, cewek itu lalu berjalan kembali ke arah pintu di mana masih ada Wanda yang mengawasi area luar.

"Udah, nih. Ayo cabut," ajak Jani. Mereka tidak ingin menghabiskan terlalu banyak waktu supaya tidak ketahuan orang lain.

Selepas keluar dari Ruang Guru, dua cewek itu tidak langsung berpisah menuju kelas masing-masing. Mereka malah berjalan ke kantin yang masih sepi. Baru ada satu kios yang sudah buka.

"Lo beli a–"

"Wanda aja yang beli. Kak Jani tunggu sini."

Jani mengembuskan napasnya. Selalu begitu. Nanti pasti uangnya bakal dibayar pake milik Wanda. Begitu mau diganti, cewek itu bakal ngomong "Nanti aja kapan-kapan Kak Jani jajanin aku." tapi tiap mau makan bareng malah dijajanin mulu.

Begitu Wanda balik ke meja kantin, dia duduk berhadapan sama Jani. "Anggep aja PJ khusus dari Wanda."

Senyum Jani merekah. Ngga tau kenapa dia suka sama pasangan bayik ini. Padahal dia juga ngga tau proses PDKTnya. Tau-tau jadian aja, gitu.

"Kok bisa, sih?"

"Kok bisa apa?"

"Lo jadian sama Hardan. Gue kadang masih suka bingung aja gitu." Janu memajukan kepalanya. "Dia gerakam bawah tanah, ya?"

Wanda tersenyum malu. "Awalnya dia tiap malem nge-chat mulu. Karna liat status online Wanda katanya. Eh jadi ngobrol terus deh."

Jani ngga bisa menahan tawanya. "Hardan? Ngeliat status online?" Kepalanya menggeleng heran. "Ngga abis pikir lagi gue"

The Rebels ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang