Sesuai yang sudah dibicarakan kemarin saat di rooftop dan setelah pulang sekolah di rumah Wanda, Janu saat ini berada di kantin sambil mengamati suasana. Ia mendapat peran yang penting untuk kelancaran misi kali ini.
Kedua netra cowok itu lalu mendapati sosok Dion di meja ujung kantin. Tempat yang cukup sepi karena tertutup oleh meja tempat tumpukan tray makan siang. Mereka melakukan kontak mata sesaat.
Lima menit kemudian, target yang ditunggu tiba. Sekelompok agit perempuan masuk ke kantin. Dengan muka songong dan sombong, para senior itu berjalan menuju salah satu meja yang masih kosong. Meja keramat khusus agit Madivas.
Mereka masih asik mengobrol heboh ala cewek-cewek. Janu lalu berjalan mendekat ke salah satu dari mereka.
"Fan," panggilnya sambil menepuk bahu si cewek. Beberapa cewek lain di meja juga ikutan menengok.
Fanny menengok. "Eh, Januar! Long time no see. Ada apa?"
Mata Janu memindai cepat penampilan cewek itu. Untuk ukuran orang yang sedang menjadi buah bibir, Fanny sangat santai. Seakan seperti tidak terjadi apa-apa. Padahal seisi sekolah mungkin sudah tau nama-nama yang berpotensi menjadi 'si agit' yang sedang diperbincangkan.
Janu tersenyum manis. "Di HP lo masih ada nomer satpam kosan gue, ngga? Handphone gue disita, gue mau ngabarin satpam kosan."
Fanny mengangguk. Beberapa waktu lalu saat mereka berdua sedang jalan-jalan, Janu pernah meminjam ponselnya untuk menelfon satpam di kosan cowok itu. Fanny lantas memberikan ponsel dengan logo apel tergigit itu kepada Janu.
"Ada pulsa, kan?" tanya Janu.
"Ada, lah. Handphone bagus masa ngga ada pulsa. Emang elo?" ejek Fanny sesaat sebelum kembali ditarik untuk merumpi dengan teman ceweknya. Janu hanya tertawa kecil lalu berjalan agak sedikit menjauh dari meja mereka.
Jarinya lalu membuka aplikasi pesan singkat. Ia mengedarkan pandangan ke Dion untuk memberi kode. Beberapa saat kemudian, muncul SMS dari nomor tak dikenal yang berisikan sebuah link.
Janu mengklik link tersebut. Netranya dapat melihat kode tanda berhasil dari Dion di ujung sana tak lama kemudian. Ia lalu menghapus pesan singkat itu dan mencari kontak satpam kosannya.
Baru saja terdengar nada panggilan, cowok itu langsung memutuskannya. Ia lalu mengembalikan ponsel ke empunya. "Nih, Fan. Ngga diangkat."
"Terus lo gimana?"
"Gampang, gue ambil aja nanti handphone-nya. Makasih, ya!" ujar Janu sambil berjalan menjauh, keluar dari kantin.
——————-
"Gimana? Berhasil?" tanya Jani sambil memasukkan keripik pedas ke mulutnya.
Seperti biasa, kelimanya sedang berkumpul di rumah Wanda. Kalo kalian bertanya apakah Januar ada les tambahan selain di sekolah, jawabannya adalah tidak. Tidak untuk saat ini, katanya. Mungkin nanti, mungkin juga tidak sama sekali. Dia belum tertarik untuk belajar lebih dalam demi ujian-ujian yang akan ia hadapi di akhir semester depan.
Dion yang masih berkutat dengan laptop di pangkuannya lalu mengangguk. "Rame banget handphone-nya."
Janu tertawa renyah. "Namanya juga anak hitz Ibukota. Siapa sih yang ngga kenal dia?"
"Gue heran, dah. Emang enak, ya, jadi orang ekstrovert? Gue abis ketemu banyak orang aja harus recharge energi di kamar sendirian." Hardan bertanya sambil membantu Wanda yang kesusahan membuka botol minumnya. Cewek itu lagi makan seblak dan kepedesan.
"Kepada saudari Anjani, waktu dan tempat dipersilakan untuk menjawab," ujar Janu iseng.
Jani terlihat berpikir. "Sebenernya gue ngga se-ekstrovert Fanny atau Kia, sih. Cuma yaa, yang bikin ekstrovert sama introvert beda kan, justru itu? Cara recharge energi yang beda. Lo introvert, makanya lebih suka sendiri. Kalo lo ekstrovert ya, lo bakal suka di keramaian, kan?"
"Tumben otak lo bener," sahut Janu sambil mengetuk kepala Jani, yang langsung dibalas lemparan tisu oleh cewek itu.
"Untuk ukuran orang yang abis ketimpa tangga, Si Fanny-Fanny ini keren juga, ya. Dia ngga keliatan keganggu gitu." Dion berujar dengan jari yang asik menari di atas keyboard laptop. Cowok yang hobi mengutak-atik laptop itu kini punya akses untuk melihat ke pangilan telepon, SMS dan aplikasi pesan singkat lainnya di ponsel Fanny.
"Lo udah cek isi chat-nya?" tanya Janu sambil membuka sekaleng minuman.
Dion menggeleng. "Belum ada yang baru. Masih yang kemarin."
"Berarti kita ngga bisa pake mading lagi dong?" tanya Wanda setelah selesai dengan seblak pedasnya.
Pertanyaan Wanda membuat mereka semua berpikir. Mereka memilih mading sebagai media perantara karena letaknya yang ada di blindspot CCTV sekolah. Tidak perlu takut ketahuan jika datangnya pagi buta. Tapi jika nantinya pengawasan isi mading diperketat, bagaimana mereka akan menjalankan misi?
"Itu pikirin nanti dulu aja. Kita fokus sama yang ada di depan mata. Yon, kalo ad-"
"BARU!" seru Dion tiba-tiba memotong perkataan Janu. Tangannya menunjuk pada layar laptop yang memperlihatkan sebuah roomchat Fanny dengan... guru yang bersangkutan.
Janu, Jani, Wanda dan Hardan langsung mendekat melingkari Dion. Semua mata tertuju pada isi pesan yang dikirim oleh guru tersebut. Akses yang Dion punya hanya sebatas melihat, tidak bisa mengirim atau menghapus pesan. Makanya saat ini mereka hanya bisa menjadi penonton di depan layar laptop Dion.
"UDAH GILA?! Wanda, tutup mata!" seru Jani heboh saat si pengirim pesan mengirim sebuah media video. Tangan kanannya spontan ia gunakan untuk menutup mata Wanda.
"Ih, Kak Jani! Ngga keliatan. Emang video ap-"
"Wanda jangan ngeliat. Yon, langsung download terus bikin draft buat kirim mass email ke semua guru di sekolah termasuk kepala sekolah," perintah Janu dengan tegas. Ia yakin video yang dikirim merupakan sextape Fanny dengan guru itu.
Suasana ruang tamu langsung menjadi tegang. Jani masih setia menutup mata Wanda. Kedua tangan Dion masih berada di atas laptop. Janu dengan segala daya menahan emosinya, berusaha mengatur nafas pelan-pelan. Hardan di sampingnya memasang ekspresi kaget.
"Bajingan," umpat Hardan. Dia pikir yang seperti ini hanya ada di film atau series yang ia tonton di Netflix. Nyatanya kini ada di depan mata. Ia menyaksikan sendiri chat seorang guru yang mengancam muridnya dengan video syur. Ia prediksi besok akan terjadi kehebohan.
Jani langsung menggiring Wanda ke sofa sebelah, menjauh dari laptop Dion. "Wan, lo ngga usah penasaran, ya. Itu isinya video esek-esek. Mending sekarang lo ngerjain tugas. Mana sini? Gue bantu."
"Kak, aku kan IPA..."
Jani kalo panik emang nalarnya suka macet.
——————
Untuk kasus ini, aku dapet ide dari thread di twitter yang sempet rame tentang skandal-skandal di sekolah. ^^
Have a nice day!

KAMU SEDANG MEMBACA
The Rebels ✓
Teen Fiction"It's not rebels that make trouble, but trouble that makes rebels." Kpop lokal ft. Jisung, Yujin, Haruto, Dohyon, Wonyoung contains harsh words