44. Telepon

659 189 21
                                    


Enjoy Reading! Terima kasih udah nunggu!

—————————-

Hardan melirik jam dinding yang ada di kantin. Pelajaran olahraga baru saja berakhir lima menit yang lalu. Sekarang masih pukul dua siang kurang sepuluh menit. Masih ada waktu untuk melakukan misinya.

"Ganti baju sekarang?" tanya Jeri ke Hardan. Mereka berdua sedang duduk bersama beberapa anak cowok kelas di dekat kipas kantin.

"Gue nanti. Masih aus," ujar Hardan sambil menunjuk gelas plastik berisi es teh yang sudah tandas. Tadi mereka telah lari mengelilingi sekitaran area sekolah, cukup melelahkan apalagi di kala siang seperti ini.

Jeri lantas berdiri sambil diikuti anak cowok lain. Sambil memperhatikan gerombolan mereka pergi, Hardan tersenyum kecut. Jeri selalu tampak seperti pemimpin bagi para anak cowok kelasan.

Menggelengkan kepala, Hardan berusaha fokus ke tujuannya. Ia lantas bangkit dari duduk dan berjalan ke salah satu kios kantin. "Bu, air botol satu," ujarnya seraya memberi selembar uang.

Selepas membeli air, cowok itu berjalan menuju Ruang Guru. Tadi setelah jam pelajaran habis, Pak Temi berjalan masuk ke dalam ruangan itu. Hardan berharap semoga beliau belum keluar.

Sambil menunggu, Hardan pura-pura mengikat tali sepatu di lorong depan Ruang Guru. Cowok itu melirik jam di pergelangan tangan. Jarum pendek berhenti di angka dua sementar yang panjang tepat di angka dua belas. Hardan lalu mulai menghitung dalam hati dari posisi duduk berjongkoknya.

Satu,

Dua,

Tiga,

Empat,

Lima–

Pintu Ruang Guru tiba-tiba terbuka dari dalam. Seperti yang sudah ia prediksi, Pa Temi keluar dengan telepon genggam menempel di telinga. Beliau tampak sibuk mendengarkan lawan bicaranya.

Hardan langsung berdiri dan mulai mengikuti. Langkah Pak Temi berjalan menuju gedung belakang sekolah. Beberapa meter di belakangnya, ada Hardan yang berjalan mengendap pelan berusaha agar tidak ketahuan.

Dari jarak yang tidak bisa dibilang jauh namun tidak terlalu dekat, Hardan bisa mendengar sayup suara percakapan yang diucapkan oleh Pak Temi.

"Iya, nanti gue anter."

"..."

"Hah?"

"..."

Pak Temi tiba-tiba berhenti di depan toilet gedung belakang. Hardan spontan bersembunyi di balik pilar lorong, dua tiang dari Pak Temi berdiri. Beliau lalu sedikit memutar tubuhnya, melihat ke arah belakang tempat Hardan tadi mengendap.

"Aman, kok. Tempat gue aman."

Hardan menghela napas lega. Ia mengintip dari balik pilar sambil mengambil ponsel dari kantong seragam olaharaga. Suara Pak Temi yang sedikit bergema di koridor cukup menguntungkan Hardan. Mungkin suasana sepi membuat beliau berpikir kalau gedung belakang itu aman.

Dengan cepat Hardan menyalakan perekam suara dari handphone dan meletakkan gadget-nya sedikit mendekat ke arah Pak Temi. Layaknya reporter yang sedang merekam suara narasumber yang diwawancarai, Hardan berusaha menangkap setiap kalimat dengan fokus. Ia juga memajukan kepala dan menajamkan pendengarannya.

"Kapan?"

"..."

"Tempat biasa?"

"..."

The Rebels ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang