46. Kerja Sama

749 173 23
                                    


Enjoy Reading!

————————

Siang itu, Wanda sedang memasukkan buku paket Bahasa Indonesia ke dalam kolong meja ketika ponsel yang ada di kantong roknya bergetar. Guru pelajaran sudah keluar dari kelas dan beberapa temannya juga sudah bangkit dari duduk masing-masing untuk istirahat siang. Cewek dengan perangai halus itu baru saja akan mengiyakan ajakan Jihan dan May ke kantin jika tidak terlebih dahulu membaca pesan yang masuk di ponselnya.

rbls. (5)

Kak Janu
|Kumpul di rooftop belakang.
|Skrg.

Prinsipnya, kalo pake titik itu artinya lagi ga bercanda alias lagi serius. Berarti Kak Janu saat ini sedang tidak main-main.

"Sorry, ya. Kalian duluan aja. Wanda nyusul nanti."

Setelah dua teman dekatnya itu sudah berada di luar kelas, Wanda bergegas mengeluarkan bekal makan siangnya dari tas dan berjalan dengan cepat ke arah gedung belakang. Di tangga menuju rooftop, dirinya berpapasan dengan Hardan yang juga mengarah pada tujuan yang sama.

"Hardan, kok mendadak?" tanya cewek itu bingung.

Hardan menggeleng dengan raut wajah senada sambil menggenggam sebelah tangan Wanda. "Hardan juga ngga tau."

Ketika keduanya sudah mencapai lantai paling atas gedung belakang, sudah ada Dion, Jani dan Janu di sana. Janu berdiri dengan lengan yang dilipat menempel di dada sementara Jani dan Dion duduk di masing-masing sisi kanan dan kiri sofa usang yang ada.

"Pac–"

"Anjani, diem dulu."

Ucapan Janu yang dingin memotong sahutan jahil dari Jani. Kaget dengan nada suara yang dikeluarkan oleh yang paling tua, Hardan semakin mengerutkan dahinya.

"Kenapa, Jan?"

Januar mempersilakan dua adik kelasnya yang baru datang itu untuk duduk. "Duduk dulu. Baru gue mulai."

Wanda dan Hardan bergegas mendekat. Yang perempuan duduk di tengah sofa, di antara Jani dan Dion sementara Hardan duduk di sandaran tangan samping Dion. Janu tetap pada posisi berdiri menghadap sofa dengan posisi tangan yang kini masuk ke kantong celananya.

"Akses udah lo tutup, Dan?" tanya Janu dengan pandangan mengarah pada tangga yang menuju lantai di bawah mereka. Sofa tempat keempat adik kelasnya duduk itu membelakangi tangga, membuat Janu saling berhadapan dengan mereka.

Hardan mengangguk sebagai jawaban. Yang Janu maksud pasti adalah palang pintu yang ditutup kembali sebelum menaiki tangga terakhir di gedung belakang. Palang tersebut digunakan sebagai kamuflase agar tempat rahasia mereka tetap menjadi rahasia.

"Bagus," gumam Janu sebelum cowok itu berdehem pelan. "Karena gue butuh cuma kita-kita aja yang tau supaya rencana ini berhasil."

"Rencana apa, Bang?" tanya Dion.

Bukannya menjawab pertanyaan yang dilontarkan, Janu malah balik bertanya. "Kita punya bukti apa aja buat kasus ini?"

"Hardan?" lanjut cowok itu seakan mengabsen.

Yang disebut namanya langsung menegakkan tubuh dan bersuara. "Rekaman suara."

"Dion?"

"Screenshot chat Angga, Bang."

"Wanda?"

Dengan sedikit gelagapan, Wanda melirik ke Jani. Si Aud hanya mengangguk menyuruh yang lebih muda untuk mengikuti alur Janu. "F-foto Kak Angga keluar dari rumah kosong, Kak Janu."

The Rebels ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang