Tiga Puluh Enam

715 130 38
                                    

Mata Zinu terasa panas. Dadanya pun terasa sesak. Studio penuh AC itu terasa seperti neraka bagi Zinu. Jika boleh, ia ingin menarik Fany sejauh mungkin dari laki-laki yang berdiri di samping gadis itu. Jika bisa, ia ingin meninju laki-laki yang bisa dengan santainya merangkul Fany. Tapi Zinu tahu ia tidak bisa melakukannya. Karena kedua manusia yang menggunakan kemeja flanel pasangan itu sedang melakukan pengambilan gambar.

Belum pernah Zinu merasa seperti ini. Cemburu, tapi ia tahu cemburunya tidak tepat karena Fany hanya sedang mencari uang untuk kuliah. Namun sekeras apa pun Zinu menekan cemburunya, semakin rasa itu menguat. Mungkin Fany tidak sadar, tapi Zinu sadar karena dirinya dan Brian sama-sama laki-laki. Detik ketika ia bertemu Brian, detik itu juga Zinu sadar bahwa Brian menaruh rasa pada Fany.

Yang membuat Zinu lebih kesal lagi adalah fakta bahwa Brian bisa menolong Fany dengan cara yang semestinya. Brian bisa membantu kesulitan Fany atas dasar profesionalitas tanpa harus membuat Fany merasa sungkan. Brian bisa berdiri tegak di hadapan Fany dengan segala pencapaiannya yang luar biasa, sedangkan Zinu tidak.

Sial! Belum pernah Zinu merasa cemburu dan merasa sepecundang ini.

Selesai pengambilan gambar, Zinu langsung mengajak Fany pergi. Ia menolak ajakan Brian untuk makan siang bersama karena tidak ingin laki-laki itu berada di dekat Fany terlalu lama.

“Lo kenapa, Zin, cemberut terus dari tadi?” tanya Fany saat dirinya dan Zinu makan siang berdua di warung mi ayam yang cukup ramai.

Zinu menggeleng. Ini lagi yang membuatnya kesal. Sejak dulu Fany selalu menggunakan panggilan lo-gue dengan Zinu. Tapi dengan Brian yang baru dikenalnya beberapa hari saja Fany menggunakan panggilan aku-kamu. “Nggak pa-pa,” jawabnya ketus.

Fany mengerutkan kening. “Lo ada masalah? Atau lo lagi kesel sama gue?”

“Gue kesel karena—“

“Eh, eh, bentar.” Fany meraih ponselnya yang tak hentinya bergetar, padahal tidak ada telepon masuk. Gadis itu membukanya, dan langsung menganga melihat tiba-tiba ada ratusan orang yang mengikutinya di Instagram. Dampak dari unggahan terbaru Brian, yang mengikutsertakan Fany di dalamnya. “Gila!” komentarnya dengan sebelah tangan menutupi mulutnya yang menganga.

Zinu mencondongkan tubuhnya ke depan. Penasaran. “Kenapa?”

“Belum ada lima belas menit Brian update Instagram, followers gue langsung naik drastis,” kata Fany.

Zinu yang awalnya tertarik memilih kembali menyandarkan punggungnya di kursi sambil ber-oh ria. Lalu ia memasang senyum yang dipaksakan. “Bagus, dong.”

Fany masih sibuk mengamati angka pengikutnya yang bertambah. Seolah itu belum cukup untuk membuat Fany menganga, gadis itu kembali dikejutkan dengan pesan otomatis dari bank yang memberitahukan bahwa saldonya baru saja terisi.

From: Brian

Uangnya udah aku transfer ke rekening kamu. Thanks udah mau bantuin aku. Sampai ketemu di pemotretan selanjutnya.

Fany langsung menekan tombol hijau pada nomor Brian yang langsung diangkat lelaki itu pada dering pertama.

“Halo, Fan?”

“Kamu nggak salah transfer?” tanya Fany tanpa babibu.

“Enggak. Kenapa?”

“Banyak banget. Kayaknya aku nggak ngerasa ngelakuin kerjaan berat apa-apa yang bisa bikin aku dapetin uang segitu banyak. Aku cuma foto doang pakai lima baju berbeda.”

Suara kekehan Brian terdengar dari seberang. “Nggak salah, Fan. Bayarannya emang segitu. Makanya ke depannya kalau aku ada proyek couple lagi, kamu mau kan jadi pasanganku?”

EftychisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang