Empat Belas

877 179 130
                                    

“Serius lo mau bikin perhitungan sama mereka?” tanya Fauzan pada Zinu, ketika mereka berdua bersama Jerry dan Arya nongkrong di depan kelas saat jam istirahat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Serius lo mau bikin perhitungan sama mereka?” tanya Fauzan pada Zinu, ketika mereka berdua bersama Jerry dan Arya nongkrong di depan kelas saat jam istirahat.

Zinu mengangguk yakin. “Kenapa? Kalian takut?”

“Kita? Takut sama Arka and the gang? Nunggu bumi terbelah jadi dua!” Jerry tidak terima.

Zinu mengangguk. “Pokoknya gue harus bikin perhitungan sama mereka. Enak banget main ngeroyok gitu aja, dan pas gue sama Fany, lagi. Untung aja Fany nggak kenapa-napa. Coba kalau sampai mereka nyakitin Fany. Meskipun cuma sehelai rambut mereka sentuh, habis mereka di tangan gue.”

Kali ini perhatian Jerry, Fauzan dan Arya teralihkan. Emosi mereka yang ikut tersulut karena mendengar cerita Zinu dikeroyok, beralih menjadi rasa geli karena melihat teman mereka menggebu membela seorang gadis.

“Bro, kayaknya temen lo ada yang lagi jatuh cinta nih,” kata Arya, sambil menyikut lengan Jerry yang berdiri di sampingnya.

Jerry membalas. “Ya elah, udah dari kemarin-kemarin kali.”

***

Fany berjalan cepat menuju tempat parkir. Langkah panjangnya terlihat begitu yakin dan penuh percaya diri. Ia mendekat ke arah Zinu yang baru saja hendak menyalakan mesin sepeda motor, tapi tururungkan karena kedatangannya. Lelaki itu menyuruh ketiga temannya mematikan mesin sepeda motor mereka, sebelum menyapa Fany.

“Hai, Fan. Ada apa?”

Fany tidak menjawab. Dalam beberapa detik gadis itu hanya diam memperhatikan wajah Zinu. Kemudian meraih helm yang ada di belakang motor Zinu, memakainnya, dan langsung naik di belakang lelaki itu.

Arya, Jerry dan Fauzan menatap Zinu dengan bingung. Zinu pun hanya mengangkat bahu, tidak mengerti. “Lo nggak les, Fan? Atau mau gue anterin ke tempat les?” tanya Zinu.

“Nggak. Gue bolos hari ini. Gue pengin ngajak lo ke suatu tempat.”

“Sekarang?” Zinu teringat bahwa sekarang ia harus bertemu dengan Arka. Membuat perhitungan, tentu saja. “Tapi sekarang gue ada urusan.”

“Ya kalau gitu setelah urusan lo selesai. Tapi gue ikut.”

Zinu mendesah pelan. Boleh-boleh saja apabila urusannya bukan tentang adu fisik. Mana mungkin ia mengajak Fany?

Zinu mencoba peruntungannya sekali lagi. “Besok aja, ya? Gue ada urusan penting nih.”

“Gue cuma bisa hari ini.”

Zinu mendesah. Mengalah. Dengan berat hati ia menyuruh ketiga temannya pergi.

Baiklah, Fany adalah prioritas. Masalah Arka bisa diurus nanti.

“Jadi kita mau ke mana?”

***

“Ngapain sih?” Zinu bertanya pada Fany yang masih tak menjawab apa alasannya mengajak Zinu ke dojang. Zinu menatap anak-anak yang sedang berlatih taekwondo sesaat, kemudian beralih menatap Fany yang berdiri di sampingnya. Zinu menyikut gadis itu. “Eh, ngapain kita ke sini?” tanyanya sekali lagi.

Masih dengan menatap anak-anak, Fany menjawab, “Gue lagi mikir. Daripada lo nyalurin hobi adu kekuatan lo dengan berantem nggak jelas, mending lo ikutan bela diri kayak taekwondo gini atau sejenisnya.”

Zinu terkekeh. “Males gue. Gue pernah ikutan jiu-jitsu, tapi nggak gue lanjutin lagi. Lo tenang aja, Fan, gue udah ngerti dasar ilmu bela diri kok, jadi gue bisa gampang menang kalau berantem.”

Fany mengembuskan napas. Gadis itu memutar tubuhnya menghadap Zinu dan bertanya, “Lo nggak punya sesuatu yang pengin lo raih?”

“Ada,” jawab Zinu percaya diri.

“Apa.”

“Elo.”

Masih dengan wajah datarnya, Fany diam selama tiga detik. Lalu, “Selain itu?”

Zinu berpikir sejenak. Sebenarnya ia memiliki satu mimpi. Mimpi yang sangat ingin ia raih, mimpi yang sempat ia jadikan tujuan hidup. Mimpi yang lenyap dalam satu kedipan mata. Membuatnya tak sanggup untuk menginginkan apa-apa lagi. Kening lelaki itu berkerut. Astaga, bahkan memikirkannya saja sudah membuat perasaan Zinu tak menentu. Untuk itu ia segera menghilangkan kenangan buruk yang merusak suasana hatinya, dan menggeleng tegas pada Fany. “Nggak ada. Gue nggak pengin apa-apa, selain lo.”

Fany menghela napas, tak menjawab. Gadis itu teringat tujuan awalnya mengajak Zinu kemari. Pagi tadi secara tidak sengaja ia mendengar pembicaraan Zinu dan teman-temannya yang akan melakukan aksi balas dendam dengan geng Arka. Fany tidak tahu apa yang terjadi padanya, atau apa yang merasuki pikirannya, hingga membuatnya nekat mengajak Zinu pergi hanya agar lelaki itu tidak terlibat baku hantam lagi. Awalnya Fany pun tidak tahu harus membawa Zinu ke mana. Yang penting, Zinu tidak berantem. Hingga tiba-tiba terbesit di kepala Fany, bahwa Zinu bisa saja mendapat satu keahilan khusus dari hobi adu tinjunya itu.

Namun melihat reaksi Zinu sekarang cukup membuat Fany kecewa. Bukan. Fany tidak kecewa karena Zinu tidak menuruti kemauan Fany ikut taekwondo. Gadis itu kecewa karena Zinu berkata lelaki itu tidak memiliki keinginan apa pun untuk ia perjuangkan. “Lo nggak punya tujuan hidup ya?” tanya Fany to the point.

Zinu mengerutkan kening.

“Lo kira gue bakalan luluh sama lo, dengan lo selalu mengumbar gombalan norak ke gue?” kata Fany.

Kening Zinu berkerut lebih dalam lagi.

“Lo kira gue mau sama cowok yang cuma jago ngegombal, tanpa pernah mikirin masa depan?”

Zinu mengepalkan tangan di sisi tubuhnya. Oke, cukup. Fany sudah terlalu jauh. Ucapan Fany membuatnya marah. Gadis itu bicara terlalu menusuk, menyakitkan. Namun sialnya, kalimat Fany mampu menampar Zinu dengan keras di posisi yang tepat. Karena ia memang menolak memikirkan masa depan setelah kejadian ‘itu’.

Alih-alih menjelaskan, Zinu justru memilih untuk melindungi egonya, dan berkata dengan nada sinis yang kentara. “Apa lo bilang?”

Di sisi lain Fany tahu kalimatnya keterlaluan. Tapi tidak ada dalam kamus hidupnya, seorang Fany Pinasthika menarik kembali ucapannya ketika ia merasa memang tidak ada yang salah. Jadi gadis itu tetap berdiri pada pendiriannya. “Gue yakin lo denger apa kata gue tadi,” katanya. “Kenapa? Apa gue salah? Lo marah?”

Zinu bungkam. Ia marah. Tapi Fany tidak salah. Hal itulah yang membuatnya tidak bisa membalas kalimat yang Fany tembakkan. Dan akhirnya Zinu memilih untuk berbalik, pergi meninggalkan Fany sendiri.

TBC

EftychisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang