Lima

1.2K 261 63
                                    

Fany memasukkan buku-bukunya ke dalam tas ketika jam pelajaran terakhir telah selesai

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Fany memasukkan buku-bukunya ke dalam tas ketika jam pelajaran terakhir telah selesai. Fany harus segera pulang. Karena satu jam lagi dirinya ada les matematika, setelah itu les fisika, dan malamnya ia harus belajar untuk ulangan kimia besok pagi. 

Jadwal Fany Pinasthika memang padat. Selalu seperti itu sejak dulu. Apalagi sekarang ia sudah kelas dua belas dan sebentar lagi ujian. Fany harus mendapatkan hasil yang maksimal, agar ia bisa masuk kedokteran Universitas Indonesia, kampus yang telah meluluskan ayah dan kakaknya. Menjadikan ayahnya dokter spesialis jantung yang hebat, serta kakaknya yang sebentar lagi menyusul. Fany tidak boleh mengeluh atau lengah sedikit pun agar bisa mengikuti jejak mereka. 

Gadis itu berjalan keluar kelas, ketika tiba-tiba namanya dipanggil.  

“Fany!” 

Fany menoleh. Menemukan Zinu berdiri tak jauh dari kelasnya. Lelaki itu mendekat, dan Fany langsung bertanya tanpa basa-basi dengan wajah dinginnya yang khas. “Kenapa?” 

“Gue pengin ngomong sama lo,” kata Zinu. 

“Ngomong aja sekarang.” Fany melihat jam tangannya. “Gue nggak punya banyak waktu.” 

“Lo tenang aja.” Zinu menatap ke dalam manik mata Fany. “Lo nggak akan pernah disebut sebagai kaki tangan pencuri. Gue akan buktiin kalau memang bukan gue pelakunya,” lanjut lelaki itu sungguh-sungguh. 

Fany pun menemukan kesungguhan itu di mata Zinu. 

“Gue juga mau bilang, makasih karena lo udah percaya sama gue. Sekarang, saatnya gue yang berusaha buat jaga nama baik lo.” 

“Nama baik lo sendiri.” Fany membenarkan. 

Zinu menggeleng. “Menurut gue jaga nama baik lo lebih penting. Toh dari dulu nama gue juga udah buruk di mata orang-orang.” 

Fany mengangkat bahu. “Terserah lo aja. Ada yang mau lo omongin lagi?” 

Zinu terdiam sesaat, kemudian menggeleng. 

“Kalau begitu gue pulang. Bye!” 

Zinu memperhatikan Fany yang berjalan menjauhinya. Sejak kejadian tadi siang hingga pulang sekolah, Zinu masih memikirkan alasan mengapa Fany nekat melakukan itu untuknya. Dan sampai sekarang, lelaki itu tidak bisa menemukan alasan satu pun. 

Kenapa? Mereka memang saling mengenal. Tapi mereka tidak dekat. Zinu dan Fany pernah sekelas waktu kelas sepuluh. Tapi sejauh yang Zinu ingat, dirinya tidak pernah melakukan perbuatan baik pada Fany hingga menyebabkan gadis itu berani bertindak seperti tadi. Zinu justru suka menjahili Fany. Karena gadis itu tidak punya teman dekat. Tiap hari yang dilakukannya hanya belajar, belajar, dan belajar tanpa peduli apa pun. 

“Fany!” panggil Zinu. 

Gadis itu berhenti dan berbalik. Zinu segera berlari menyusulnya. Ia tidak bisa menahan rasa penasaran itu lebih lama. “Bisa lo jawab, kenapa lo nekat ngelakuin hal gila kayak tadi buat gue?” tanya Zinu. “Apa karena lo—“ 

“Karena gue nggak suka lihat orang yang nggak bersalah dituduh.” Fany memotong kalimat Zinu, menepis pemikiran bahwa Fany mungkin melakukannya karena gadis itu menyukainya.  

Kemudian pertanyaan lain terlintas di kepala Zinu. “Kenapa lo percaya sama gue?” 

Fany tersenyum tipis. Terlalu tipis sampai Zinu tidak yakin apakah Fany benar-benar tersenyum atau hanya halusinasinya semata.

“Karena gue tahu, meskipun lo nakal, tapi lo bukan orang jahat,” kata Fany. Gadis itu melanjutkan langkahnya. Tapi baru tiga langkah, Fany menoleh lagi dan berkata, “Jadi, karena lo nggak mau memperbaiki nama baik lo sendiri, tolong buktiin kalau lo memang nggak bersalah. Paling nggak, demi nama baik gue.” 

TBC

EftychisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang