Dua Belas

1.1K 199 172
                                    

“Woi!” 

Zinu tersentak kaget ketika tiba-tiba pundaknya ditepuk dengan keras. Lelaki itu melotot pada Jerry yang duduk di sampingnya, sang pelaku utama. “Apaan sih lo!”

“Ngelamun mulu. Buat gue aja kalau lo nggak mau.” Jerry menunjuk sepiring batagor di hadapan Zinu yang masih utuh menggunakan dagunya. Tapi tentu saja Zinu menolak.  

“Ngapain sih? Dari tadi merhatiin HP mulu.” Jerry melirik ponsel yang sejak awal istirahat membuat Zinu menjadi makhluk anti sosial. Dan lelaki itu cukup terkejut mengetahui bahwa Zinu sedang memperhatikan foto seorang gadis. Fany Pinasthika, yang sedang menyedot minuman dengan kepala menghadap ke samping. Sepertinya gadis itu tidak tahu bahwa dirinya sempat tertangkap kamera ponsel Zinu. “Widih! Jadi lo beneran pacaran sama si kutu buku itu?” tanya Jerry antusias. 

“Seriusan?” timpal Fauzan dan Arya yang duduk di hadapan mereka, sedang asyik makan. 

Zinu tertawa. Lelaki itu hendak menjawab tidak, tapi tiba-tiba perhatiannya teralihkan pada seorang gadis yang baru saja memasuki kantin. Tawa Zinu mereda, perlahan berubah menjadi senyum penuh arti. “Habisin aja nih batagor gue. Gue mau pacaran dulu. Bye!” Detik berikutnya Zinu sudah beranjak dari kursinya dan berjalan mendekati Fany. Berdiri tepat di hadapan Fany, menghalangi jalan gadis itu. 

“Halo, cewek!” sapanya. 

Fany yang sempat terkejut karena Zinu muncul tiba-tiba, segera memasang wajah datar. “Kenapa? Mau godain gue?” 

“Enggak,” jawab Zinu enteng. “Gue cuma mau nemenin lo makan.” 

“Siapa yang mau makan?” 

“Terus ngapain ke kantin kalau nggak makan?” 

“Beli es.” 

Zinu mengangkat bahu. “Ya udah kalau gitu gue temenin lo beli es.”  

Fany tak lagi menjawab. Gadis itu berjalan melewati Zinu dan memesan satu cup es jeruk. Zinu masih setia mengekor. Ketika sang penjual menyodorkan esnya kepada Fany, tiba-tiba Zinu merebutnya lebih dulu, kemudian menarik paksa tangan Fany agar mau duduk di salah satu meja kantin. 

"Nih, es lo," kata Zinu sambil meletakkan es milik Fany di hadapan gadis itu. Fany menatap Zinu sesaat, mendengus, kemudian menyedot esnya hingga berkurang setengah. 

“Wah! Gue kira lo bakalan tetap kabur ke kelas. Tumben nurut. Udah mulai luluh ya sama pesona gue?” 

Sebenarnya Fany sangat ingin menyembur Zinu dengan es jeruk yang belum ditelannya. Tapi Fany tahu bahwa itu sangat tidak etis. Jadi yang dilakukannya hanya menatap Zinu dengan pandangan datar seperti biasa, kemudian berdiri, berniat meninggalkan lelaki itu. 

“Eh, eh, eh, mau ke mana?” tanya Zinu panik sambil menahan tangan Fany. 

“Balik ke kelas. Bukannya lo pengin gue balik?” 

“Enggak, enggak. Sini, duduk manis di depan gue aja.” Zinu mendudukkan Fany ke tempatnya semula. Lelaki itu senang, tentu saja. Karena Fany tetap menurut untuk kembali duduk. Bukankah ini suatu peningkatan yang baik? Kemarin-kemarin gadis itu tetap pergi meski Zinu mengemis untuk tinggal. 

Ah, kecuali 'kencan' mereka kemarin. Senyum bodoh selalu tersungging di bibir Zinu tiap mengingatnya. 

"Kenapa senyum-senyum sendiri? Lo gila?" tanya Fany. 

Yang ditanyain seperti itu justru terkekeh. "Enggak. Cuma lucu aja mikirin lo." 

Fany melotot. "Jangan mikir aneh-aneh tentang gue!" 

"Bukan. Gue cuma seneng aja inget lo bisa ketawa lepas kemarin," jawab Zinu jujur. Lelaki itu menatap gadis di hadapannya dengan lekat. Mungkin gadis lain akan langsung terbius ditatap seperti itu oleh Zinu. Tapi tidak dengan Fany. Gadis itu hanya balas menatap Zinu dengan wajah datarnya. "Senyum lagi, dong. Lo cantik kalau lagi senyum. Gue suka." 

EftychisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang