Sepuluh

1.2K 219 117
                                    

Tidak berhenti pada sore itu saja

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tidak berhenti pada sore itu saja. Hari-hari selanjutnya, Zinu lebih rajin lagi mengawasi Fany secara diam-diam. Mengintip kelas Fany, melihat Fany di perpustakaan, dan mengantar Fany pulang. Meski Zinu hanya mengikuti taksi yang Fany tumpangi sampai rumah, tapi itu sudah cukup baginya. Karena yang terpenting, Zinu bisa memastikan bahwa gadis itu baik-baik saja, dan pulang dengan selamat. 

Namun setelah mengikuti Fany selama beberapa hari, Zinu berhasil menyimpulkan satu hal. Fany tidak memiliki teman. Gadis itu selalu sibuk dengan bukunya. Sibuk belajar. Sibuk dengan dunianya sendiri. 

Untuk itu, siang ini Zinu berencana menyingkirkan Fany dari aktivitas gila belajarnya. Begitu bel pulang sekolah berbunyi, Zinu langsung berlari keluar kelas menuju kelas Fany. Menunggu dengan tidak sabar dan langsung menghadang jalan Fany saat gadis itu hendak keluar kelas. 

“Hai, Fan!” 

Sesuai perkiraan Zinu, Fany langsung memutar bola mata begitu melihat sosoknya. “Apaan sih lo? Minggir sana!” 

Namun bukan Zinu namanya jika ia menurut begitu saja. Laki-laki itu hanya memberikan senyum separuh, kemudian menarik tangan Fany menuju tempat parkir sekolah. Berpura-pura tuli atas protes yang Fany layangkan. 

“Zinu, apaan sih?!”

“Zinu!”

“Lepasin tangan gue!” Fany mengempaskan tangan Zinu begitu mereka berhenti di depan motor lelaki itu. Tanpa repot-repot menunggu raspons Zinu, Fany segera berbalik dan berniat pergi. Tapi Zinu lebih cepat menahan siku gadis itu lagi. 

Fany mengembuskan napas, menatap Zinu dengan pandangan kesal sekaligus lelah. Kesal karena Zinu menarik Fany seenaknya. Lelah karena Fany memang sedang lelah. Tidak perlu ditambah acara tarik-menarik tidak masuk akal seperti ini. “Apa sih mau lo? Ngomong aja, cepet! Gue nggak punya banyak waktu.” 

“Hari ini lo ikut gue,” kata Zinu. Lebih terdengar seperti perintak mutlak daripada sekadar ajakan.

“Nggak bisa. Gue ada—“ 

“Les fisika di Smart Solution?” potong Zinu. 

Fany mengerutkan alis. “Kok lo tahu? Perasaan gue nggak pernah ngasih tahu gue les di mana.” 

“Gue ngikutin lo seminggu ini,” jawab Zinu. 

Fany melotot. Hampir saja ia melontarkan omelan-omelannya pada Zinu, tapi lelaki itu lebih dulu bicara, “Jadi, gue mau ngajakin lo refreshing hari ini. Biar lo nggak stres belajar terus.” 

Zinu mengangkat sebelah tangan Fany dan meletakkan helm di sana. Selanjutnya Zinu memakai helmnya sendiri dan naik ke atas motor. Fany masih diam di tempat sambil menatap helm di tangannya. 

“Ayo!” Zinu menyadarkan lamunan Fany. 

Gadis itu mengerjap, kemudian menggeleng. “Nggak bisa. Gue nggak bisa bolos les.” 

EftychisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang