Bunyi panjang yang keluar dari megafon itu menarik perhatian seluruh siswa SMA Kharisma. Para siswa yang sedang beristirahat itu berkumpul mengelilingi lapangan. Ada juga yang melihat lapangan dari koridor lantai dua. Semua mata tertuju pada seorang gadis yang berdiri di tengah lapangan. Membawa megafon di tangan kanan, sedang tangan kirinya berkacak pinggang.
Fany.
“Perhatian! Gue, Fany Pinasthika dari kelas dua belas IPA satu, minta kalian semua kumpul dan dengerin apa yang akan gue omongin.”
***
Tidur Zinu terusik ketika mendengar suara berisik di sekitarnya. Para siswa yang berada di perpustakaan berbondong-bondong keluar. Samar-samar Zinu juga mendengar suara ribut dari luar. Apa yang terjadi?
Merasa tertarik, Zinu bangkit dari kursinya dan mengikuti anak-anak lain keluar perpustakaan menuju lapangan sekolah. Zinu menerobos beberapa siswa untuk mengetahui apa yang terjadi. Mata laki-laki itu pun terbelalak ketika melihat Fany dengan penuh percaya diri berdiri di tengah-tengah lapangan.
Kutu buku gila itu mau ngapain?
“Gue berdiri di sini, karena gue mau ngasih tahu kalian kalau Bintang Zinura Prambudi, Zinu, murid kelas dua belas IPS dua, bu-kan pen-cu-ri.” Fany bicara dengan penegasan. Terutama pada dua kata terakhir.
Murid-murid yang memang sudah ribut dari awal semakin riuh lagi.
“Dia gila.”
“Cewek sinting.”
“Ngapain dia belain pencuri?”
“Parah! Dibayar berapa dia sama Zinu?”
Dan berbagai macam bisikan lain bermunculan. Tapi Fany tidak peduli. Gadis itu masih dengan percaya diri melanjutkan aksinya.
“Zinu bukan pencuri. Lebih tepatnya belum terbukti kalau Zinu pencuri. Pihak sekolah masih menyelidiki kasus ini lebih lanjut. Jadi, sebelum dikeluarkan pernyataan apakah Zinu emang pelakunya atau bukan, gue harap kalian berhenti nyebut dia sebagai pencuri!”
Banyak di antara anak-anak yang tertawa sinis pada Fany. Dan salah satu dari mereka berteriak, “Buktinya udah jelas. Kalung itu ada di tasnya Zinu.”
“Kita nggak bisa nutup mata dari kemungkinan kalau ada orang yang sengaja masukin kalung itu ke dalam tas Zinu,” balas Fany, masih bicara melalui megafon.
Dina yang juga berdiri di salah satu dari mereka menyahut. “Nggak usah cari masalah deh lo! Kalau ternyata emang Zinu pelakunya, lo mau apa? Lo cuma mempermalukan diri sendiri.”
“Kalau sampai Zinu terbukti pelakunya,” Fany berhenti sejenak sambil menyapukan pandangan ke sekeliling. Gadis itu menemukan Zinu berdiri di antara kerumunan anak-anak lain. Sedang terkejut melihatnya, dengan mata melebar dan mulut menganga.
Masih dengan menatap laki-laki itu, Fany melanjutkan, “Kalau sampai Zinu terbukti pelakunya, kalian boleh sebut gue kaki tangan pencuri.”
Decakan tak percaya terdengar dari orang-orang.
“Parah, Fany bener-bener gila!”
“Gila itu cewek. Siapa sih dia?”
“Si Fany gali lubang kuburannya sendiri.”
“Tapi kalau sampai terbukti bukan Zinu pelakunya...” Fany kembali bicara dan kerumunan itu tenang lagi. “Kalian semua harus minta maaf sama Zinu karena sudah nuduh dia sebagai pencuri.
“Jadi untuk sekarang, sampai hasilnya keluar nanti, gue minta kalian semua berhenti ngomongin Zinu pencuri entah itu di depan atau di belakang dia.”
***
Bunyi bel tanda waktu istirahat telah habis membubarkan mereka. Fany menghela napas panjang. Sepasang tangannya terkulai di kedua sisi tubuh. Tangan kanannya bahkan tidak sanggup memegang megafon lagi hingga benda itu jatuh ke tanah.
Gila! Ini benar-benar gila! Ya Tuhan, apa yang sebenarnya ia lakukan?
Ia... tidak seharusnya ia melakukan ini untuk seseorang yang bahkan bukan siapa-siapanya.
“Fan?”
Fany mendongak, menemukan Zinu sudah berdiri tepat di hadapannya.
“Fany, elo...”
Fany mengangkat sebelah tangannya, menghentikan Zinu. “Jangan katakan apa pun.”
Zinu mengatupkan bibir. Tampaknya lelaki itu juga tidak tahu harus berkata apa.
“Cukup buktiin ke gue, kalau kepercayaan gue ke elo nggak salah.”
Selanjutnya Fany berbalik, berjalan dengan langkah teratur meninggalkan Zinu yang termangu di tempat.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Eftychis
Romance#1 mimpi dari 8,15k cerita Kata Papa Fany, dokter adalah satu-satunya profesi ideal di bumi. Maka anak-anaknya tidak boleh mencari profesi lain selain dokter. Termasuk Fany. Keyakinan itu pun melekat di kepala Fany, sampai Fany bertemu dengan Zinu...