Aku Fany Pinasthika. Ini semester keduaku kuliah di jurusan impianku. Aku berhasil mendapatkan beasiswa yang kuincar. Aku juga masih sering bantu Brian. Benar-benar sumber pendapatan yang tidak pernah terpikirkan sama sekali. Meskipun aku tidak mau terlena, dan tetap menjalani kerja part time untuk menyambung hidup; mengantar susu tiap pagi hari dan menjaga kafe di malam hari.
Pulang? Belum. Papa masih belum mau ngomong sama aku. Tapi aku masih sering berhubungan sama mama dan kakakku, Wikan. Setidaknya dalam keluarga, masih ada yang peduli dan mendukungku.
Hubunganku dengan Zinu?
“Fan, gue udah di depan.”
“Gue tahu.”
Aku melambaikan tangan pada Zinu yang berdiri di samping motornya di depan fakultas, kemudian menutup sambungan telepon. Aku berjalan menghampirinya.
Hubunganku dengan Zinu baik-baik saja. Amat sangat baik malah. Berantem? Sering, dong! Hal sesepele telat balas WhatsApp atau perbedaan keinginan makan mi ayam atau nasi goreng saja kami berantem. Tapi bukankah itu yang membuat hubungan lebih menyenangkan?
Zinu yang telah mengalami gagal untuk yang kedua kali, kini sedang mencoba hal baru yang tak kalah menarik dan tak berbahaya; fotografi. Meski sangat anti dengan buku, pintu hati kekasihku itu akhirnya terbuka untuk kuliah. Aku kembali menjadi guru privatnya untuk menghadapi SBMPTN. Hmm, jangan berharap aku akan bermurah hati padanya. Jika sedang belajar, aku bukan lagi kekasihnya, tapi guru privatnya yang galak.
Mungkin ini bukanlah akhir yang benar-benar akhir bagiku dan Zinu. Perjuangan kami masih panjang. Dia masih mencari jati dirinya. Aku pun masih melanjutkan perjuanganku meraih apa yang kuimpikan. Seandainya gagal? Biarkan saja. Tinggal istirahat sejenak, lalu berdiri lagi.
“Kenapa lo lihatin gue sambil senyum-senyum gitu?” tanya Zinu saat aku sudah sampai di hadapannya.
Aku mengangkat bahu. “Cuma senang lihat lo.”
“Nah, nah, lihat siapa yang ketularan virus gombal gue!”
Ada satu hal lagi yang kini menjadi sesuatu yang paling kusukai; saat Zinu mengacak rambutku. Seperti sekarang. Meski sudah sering terjadi, entah kenapa tanpa sadar aku selalu menahan napas. Dan menikmati sensasi meletup-letup dalam dadaku.
Zinu yang tampan. Zinu yang jahil. Zinu yang hanya tahu cara bersenang-senang. Zinu yang selalu mengutamakanku di atas kepentingannya sendiri. Zinu yang istimewa dengan segala ketidak sempurnaannya. Zinu yang mencintaiku. Zinu yang kucintai. Zinu yang telah menjadi milikku.
Kata apa yang bisa kugunakan untuk mendeskripsikan arti dirinya untukku? Istimewa? Keajaiban Tuhan? Anugerah? Entahlah, itu tidak penting. Yang penting adalah kehadirannya, di sisiku, yang bagiku sudah lebih dari cukup.
“Eh, Fan, gue punya sesuatu buat lo.” Zinu merogoh sakunya dan memberikan sebuah kalung padaku. Eftychis.
Aku menerimanya dengan senang hati. “Apa ini? Kenapa bukan ukiran nama gue aja?”
“Gue dapat kata itu dari novel. Dari bahasa Yunani, artinya bahagia. Kalung itu sebagai simbol bahwa gue bahagia bisa miliki lo.”
Aku menyibakkan rambutku saat Zinu memasangkan kalung itu ke leherku. Aku memandangnya senang, lalu Zinu menggenggam tanganku erat. "Makasih udah lahir dan ada di sini," kata lelaki itu.
Aku tersenyum. Aku juga bahagia menjadi kekasihnya. Aku bahagia dengan segala yang kami miliki sekarang.
Sekarang kami belum genap dua puluh tahun. Masih terlalu dini bagi kami berbicara terlalu banyak tentang hidup. Yang kami tahu hanya belajar, terus mencoba, juga bersenang-senang. Melakukan hal menarik sebanyak mungkin, karena masa muda tidak datang dua kali.
Kami memang tidak tahu apa yang akan terjadi di depan. Tapi hidup terlalu indah jika dipakai untuk meratapi masa lalu atau terlalu mengkhawatirkan masa depan. Karena tertawa dan berjalan mengikuti arus terasa lebih baik daripada diam dan tidak melakukan apa-apa.
Satu hal yang pasti. Semua akan lebih mudah dan indah, jika bersamanya.
THE END
Hai haii~
Nggak kerasa nih Eftychis udah tamat. Gimana menurut kalian tentang perjalanan Fany dan Zinu?Aku juga mau ngucapin terima kasih sebanyak-banyaknya pada seluruh pembaca setiaku yang ngikutin kisah perjalanan Zinu dan Fany sampai akhir. Semoga menghibur, semoga banyak ilmu dan manfaat yang bisa diambil dari cerita ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eftychis
Romansa#1 mimpi dari 8,15k cerita Kata Papa Fany, dokter adalah satu-satunya profesi ideal di bumi. Maka anak-anaknya tidak boleh mencari profesi lain selain dokter. Termasuk Fany. Keyakinan itu pun melekat di kepala Fany, sampai Fany bertemu dengan Zinu...