Tiga

1.3K 292 128
                                    

“Ih, pencuri

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Ih, pencuri.” 

“Dia pencuri.” 

“Gue nggak nyangka ternyata Zinu pencuri.” 

“Padahal gue sempet ngidolain dia. Tapi ternyata pencuri.” 

“Gue denger kalungnya ditemuin di tas Zinu waktu kelas mereka digeledah.” 

“Sok nggak berdosa banget tuh mukanya.” 

“Emang keterlaluan nakalnya tuh orang.” 

“Katanya Zinu bakal di DO.” 

“Sayang. Ganteng-ganteng pencuri.” 

Zinu berusaha untuk tidak peduli pada bisik-bisikan orang sepanjang ia melewati koridor sekolah. Meski rasanya ingin sekali Zinu meninju seluruh mulut yang begitu lancang membicarakannya. Mereka tidak tahu apa-apa. Sial! 

Mood lelaki itu jatuh. Ia sudah tidak berminat ke kantin. Kembali ke kelas juga tidak mungkin. Karena di sana ada makhluk yang sangat ingin Zinu hajar saat melihatnya; Dina. Untuk itu ia lebih memilih pergi ke dunia baru yang ternyata asyik untuk ia jadikan tempat bersembunyi; perpustakaan.

Lelaki itu mencari kursi kosong di sudut perpustakaan yang sepi. Hampir saja Zinu memasuki alam mimpi ketika tiba-tiba kursi yang didudukinya ditendang. Laki-laki itu menggeram kesal. “Lo cari ribut sama gue?!” serunya pada sang pelaku yang ternyata adalah Fany. Gadis itu berdiri dengan wajah dinginnya dan dengan tangan yang terlipat di depan dada. 

“Lo beneran nyuri kalungnya Dina?” tanya Fany tanpa basa-basi.

Zinu mendesah kesal. “Elo lagi, elo lagi. Eh, kutu buku, betah banget sih hidup di perpustakaan? Gangguin gue, lagi! Pergi sana!” 

Fany menarik kursi dan duduk di samping Zinu. “Lo sendiri ngapain ke perpus?” 

“Lo nggak lihat? Gue cari ketenangan. Gue mau tidur.” Zinu berniat menelungkupkan kepalanya lagi, tapi Fany menahannya. “Apa lagi sih?” 

“Lo belum jawab pertanyaan gue. Lo beneran nyuri kalungnya Dina?” 

Zinu mendesah panjang. Ia menatap wajah Fany dan menjawab, “Lo pengin jawaban apa dari gue?” 

“Jawaban yang jujur.” 

“Lo juga nggak akan percaya sama apa yang gue omongin. Jadi, terserah lo mau nganggep gue pencuri atau bukan. Itu hak lo.” 

Fany terdiam. Ia menatap manik mata Zinu. Mencoba memahami lelaki di hadapannya. 

Fany memang mengenal Zinu. Mereka pernah berada dalam satu kelas ketika kelas sepuluh sebelum dijuruskan ke IPA dan IPS. Fany tahu Zinu memang anak yang jahil, nakal, suka iseng, dan suka bikin onar. Dulu sering sekali Zinu mengganggunya saat Fany asyik belajar. Selalu mencontek PR miliknya sehingga milik Zinu juga mendapat nilai sempurna. Selalu merebut buku pelajaran yang sedang Fany baca dan meletakkannya di tempat yang sulit Fany jangkau. Di atas pohon, di dalam kamar mandi laki-laki, maupun dititipkan temannya yang berada di kelas lain lewat jendela yang gurunya sedang mengajar di depan. Zinu juga selalu mengatai Fany kutu buku gila.  

Tiap ada keributan, sudah bisa ditebak bahwa Bintang Zinura Prambudilah biang keroknya. Tapi sejauh yang Fany tahu, kenakalan yang Zinu lakukan tidak pernah menjurus kekejahatan. 

“Gue emang suka iseng. Tapi gue masih bisa bedain antara iseng sama tindakan kriminal.” 

Fany teringat ucapan Zinu kemarin. Dan tiba-tiba, dari dalam diri Fany muncul keyakinan itu. “Bukan elo kan?” 

“Semua orang percaya gue pelakunya.” 

“Tapi bukan elo kan?” 

Zinu menatap manik mata Fany, yang juga tengah menatapnya dengan penuh keyakinan. Keyakinan yang menular pada Zinu hingga membuatnya bicara, “Meski benda itu ada di tas gue, meski semua orang yakin gue pencurinya, tapi kalau gue bilang bukan gue pelakunya, apa lo akan percaya?” 

***

TBC

EftychisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang