Tiga Puluh Delapan

666 144 51
                                    

“Jadi beneran ini penggantinya Kak Amel? Cantik sih, tapi lebih suka sama Kak Amel

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Jadi beneran ini penggantinya Kak Amel? Cantik sih, tapi lebih suka sama Kak Amel. Balikan aja, dong!”

“Cantiiikkkk.”

“Aku dukung siapa pun pilihanmu, Brian.”

“Mbak, lagi pansos ya?”

“Dasar pelakor!”

Fany memutar mata ketika membaca komentar-komentar orang pada unggahan terbaru di akun Instagram Brian. Padahal itu adalah foto Brian dan Fany yang tengah mengiklankan sepatu. Dasar manusia-manusia ini! Apakah mereka tidak bisa melihat konteks fotonya dengan benar? Dari mana hubungannya iklan sepatu dengan perebut pacar orang? Fany bahkan tidak kenal siapa mantan Brian. Pose yang mereka ambil pun tidak aneh-aneh. Hanya berdiri saling memunggungi dengan menggunakan sepatu pasangan. Keterangan yang Brian cantumkan pun hanya tentang sepatu, sama sekali tidak menyenggol urusan pribadi. Bagaimana bisa orang-orang ini memberi komentar yang tidak bermutu? Apakah mereka tidak kenal dengan yang namanya bangku sekolah?

Fany mengembuskan napas panjang. Gadis itu mematikan ponselnya, memasukkan bukunya ke dalam tas, kemudian masuk ke ruang ujian karena pengawasnya telah datang. Mungkin nanti setelah ujian Fany harus mengajak Brian bicara.

Setelah ujian berakhir, Fany buru-buru mengejar Brian yang telah keluar ruangan terlebih dahulu. “Brian!” panggilnya.

Lelaki yang tengah berjalan di koridor berhenti. Ia berbalik dan langsung tersenyum cerah kepada Fany. “Hai, Fan!”

“Kamu buru-buru nggak? Aku mau ngomong bentar.”

Keduanya pun duduk di sebuah bangku. Fany menunduk, memainkan jarinya dan tampak ragu selama beberapa saat.

“Kamu mau ngomong apa, Fan?” tanya Brian.

Fany menarik napas sejenak sebelum berkata, “Aku mau bilang tentang fotoku.”

“Kenapa fotomu?” Alis Brian tampak terangkat, terutama ketika melihat Fany buru-buru menggeleng. Seperti sedang berdebat dengan isi kepalanya sendiri.

“Bukan, bukan fotonya sebenarnya. Tapi komentar orang-orang tentang itu.” Fany menarik napas lagi. “Meski banyak yang suka fotonya, tapi banyak juga yang hujat aku. Bilang aku nggak tahu diri, numpang tenar, sampai perebut pacar orang.”

Brian tampak tertegun sejenak. Lalu tiba-tiba ia berlutut di depan Fany dan menggenggam tangan gadis itu. “Fan, aku minta maaf banget untuk itu. Aku udah filter beberapa kata kasar biar nggak bisa muncul sebenarnya, tapi mungkin masih ada yang bocor. Dan aku udah hapusin beberapa komentar, tapi mungkin tetap ada yang kelewat. Aku tahu kadang komentar netizen emang bikin sakit hati. Bisa tolong kamu abaikan aja mereka? Aku tahu kamu nggak seperti apa yang mereka omongin.”

Fany terdiam.

“Maafin aku, ya, Fan. Maaf kalau komentar mereka bikin kamu sakit hati.”

Fany masih diam sesaat, kemudian menjawab, “Iya, aku juga nggak terlalu mikirin omongan orang yang nggak tahu apa-apa tentangku. Tapi...”

EftychisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang