Azlan mengangkat ponsel dan mendekatkan benda pipih tersebut ke telinga. "Halo?"
"Lo di mana?"
"Kenapa?"
"Ada Reynald?"
Azlan melirik seseorang yang namanya disebut itu baru saja muncul dari pintu rooftop dengan raut frustrasi.
"Hem," akhirnya Azlan menjawab.
"Jadi, lo di mana?!" tanya suara di seberang telepon itu tak sabar.
"Atap gedung A. Mau ngapain?"
Tut!
Azlan mengangkat alisnya terkejut sembari menjauhkan ponsel yang kemudian menatap layar benda tersebut. Apa barusan Ava menutup telepon tanpa menjawab pertanyaannya? Berani sekali gadis itu! Memangnya aura kekejamannya sudah menghilang ya akhir-akhir ini?
Ah, tidak. Ava memang tak pernah takut padanya. Gadis itu hanya tidak peduli.
"Ma'am Sena masuk kelas?" tanya Reksa pada Reynald yang sudah mendudukkan diri di kursi bekas yang sebenarnya masih tampak bagus itu.
"Nggak tau."
"Lah? Gimana sih? Bukannya lo ke bawah mau lihat Ma'am Sena masuk apa kagak?"
Reynald tak menjawab. Azlan baru sadar bahwa cowok itu cukup pucat sekarang. Tadi saat masuk rautnya juga tak biasa. Padahal beberapa waktu lalu sebelum keluar dari rooftop dia baik-baik saja.
"Katanya jam pertama guru-guru ada rapat, seharusnya sih dia nggak masuk kelas," kata Rudi dengan tatapan terfokus pada game di ponselnya.
Reksa mengangguk saja. Berita itu sudah dia dengar pagi tadi—karena itulah mereka ada di sini sekarang. Dan mata pelajaran Bahasa Inggris adalah satu diantara beberapa mapel yang tidak dia sukai—Azlan dan Rudi juga tak suka. Bukan berarti nilai mereka jelek di pelajaran itu, hanya saja cara Ma'am Sena menjelaskan sangat membosankan. Pun pelajarannya juga membosankan. Kenapa mereka harus sibuk membuat kalimat menggunakan rumus ketika mereka bisa berbicara bahasa Inggris selancar bahasa Indonesia sejak kecil?
Oke. Jangan dijawab, karena mereka sedang tak ingin didebat.
Berbeda dengan Reksa, Azlan, dan Rudi yang menghindari pelajaran Bahasa Inggris karena membosankan, Reynald malah menghindari guru mapelnya. Sejak awal dia tidak menyukai guru Bahasa Inggris tersebut, katanya terlalu centil pada murid laki-laki. Ya memang, Ma'am Sena masih muda—dia juga masih guru honorer—tapi Reynald tak bisa berpura-pura baik-baik saja ketika kenyataannya dia risih dengan tipe orang seperti itu. Tak peduli itu adalah gurunya sendiri.
Itu juga alasan kenapa Reynald menghindari Rommy. Oke, gadis itu cantik. Tapi tetap saja sikapnya terlalu agresif. Reynald lebih suka tipe gadis kalem, lemah lembut, dan menurut padanya. Kalau diingat-ingat Rommy juga melakukan itu kadang-kadang, tapi–
"Lo nggak papa?"
Suara itu menyadarkan Reynald dari lamunannya. Seketika dia tersadar bahwa dia kembali memikirkan Rommy.
Di sisi lain Reksa menoleh pada Azlan yang barusan berbicara, mengikuti arah pandang Azlan, cowok itu beralih menatap Reynald. Rudi bahkan mendongak dan ikut menatap Reynald.
"Lo sakit?" tanya Rudi.
Reynald menelan ludah dengan susah payah, dia menatap Rudi lama sebelum akhirnya membuka suara, "Rud, gue–"
Brakk!
Keempatnya serentak menoleh ke arah pintu rooftop yang dibuka kasar. Ava muncul dari sana diikuti Rommy tak lama kemudian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kalau Jadi Jodoh (Selesai)
Teen Fiction-Azlan Zaydan Eithar- *** Judul: Kalau Jadi Jodoh Penulis: Leli Liliput Status: Selesai Genre: Fiksi Remaja *** Ava bertemu lagi dengan Azlan setelah bertahun-tahun lamanya karena sebuah perjodohan. Seharusnya Ava senang, dia sangat menyukai Azlan...