Part 38

1.4K 104 2
                                    

"Yon, lo yakin Axelion itu beneran anak lo?"

Pertanyaan Ava yang terdengar ragu itu terdengar setelah sekian lama mereka berdua hanya diam.

Setelah menyuruh Azlan menelpon Dylan, Bagas langsung beranjak dari tempat duduknya dan pergi entah kemana. Rere sempat memandang Azlan dengan sorot mata redup yang entah harus diartikan apa sebelum akhirnya memilih menyusul Bagas.

Azlan menoleh sekilas lalu kembali menatap lurus ke depan, "Kenapa? Lo berharap dia bukan anak gue?"

"Ucapan Om Bagas–"

"Jangan dipikirin," potong Azlan, dia menoleh lagi ke arah Ava, kali ini lebih lama sembari mengatakan, "Gue emang nggak sadar waktu ngelakuin itu, tapi... gue yakin Axelion emang anak gue."

Azlan menghela napas panjang. Dia meminta agar Ava tidak memikirkan ucapan Bagas, sedangkan yang tengah dia lakukan sekarang adalah sebaliknya. Meski sudah lebih dari dua tahun, Azlan ingat sekali kejadian di hari itu.

Tapi maksud ucapan Papanya tadi, apakah dia salah selama ini?

"Yon, sebenarnya... apa yang terjadi waktu itu?" Ava akhirnya bertanya.

Azlan menoleh lagi ke arah Ava. Menimbang-nimbang, lalu memilih bercerita.

***

Pagi itu tidur Azlan terganggu dengan cahaya matahari yang menyorot ke arahnya melalui celah gorden kamar. Dia melenguh kemudian perlahan membuka matanya dan mengerjap beberapa kali. Wajahnya memerah saat dia berhasil mengingat mimpi erotis yang mampir kepadanya semalam. Astaga....

Azlan mengusap wajahnya, memilih tak lagi mengingat hal itu. Saat itulah dia mencium aroma yang berbeda dari aroma yang selalu menyambutnya saat bangun di pagi hari. Agak kaget, Azlan memutar kepalanya menjelajahi sekeliling.

Ini bukan kamarnya!

"Wait, apaan nih?! Semalam bukan mimpi?!!" Azlan lebih panik lagi. Dia menatap dirinya sendiri dan lebih syok saat mendapati dirinya tak memakai baju. Dilemparkannya selimut berwarna baby pink yang sangat girly dan selanjutnya dia agak lega.

Dia masih memakai celana utuh.

"Jadi?" Azlan kembali menatap sekelilingnya, "Gue di mana? Kenapa gue bisa di sini?" dia bergumam sendiri dengan alis berkerut.

Dua detik terlewati dan kerutan di antara alis Azlan terurai begitu matanya menangkap sesuatu. Dia tercengang dan kembali bergumam, "Sialan. Ini kamar Kyla?"

Iya! Azlan tak perlu melihat dua kali untuk mengenali gadis berambut kuncir kuda di dalam sebuah bingkai foto di atas nakas itu. Selain itu, setelah meneliti lagi, dia memang tak terlalu asing dengan kamar ini.

Tidak! Tidak! Bukan berarti sebelum ini dia pernah masuk ke kamar Kyla. Dia tidak pernah masuk ke kamar anak gadis. Selama ini dia adalah anak lurus dan tidak neko-neko. Serius Hanya saja sepertinya dia pernah melihat beberapa bagian di kamar ini menjadi latar belakang saat dia video call dengan sahabatnya itu.

Tak butuh lima detik untuk merubah ekspresi di wajahnya menjadi khawatir. Dia ingat sesuatu. Sesuatu yang membuatnya berpikir yang tidak-tidak.

Semalam dia datang ke pesta ulang tahun Kyla yang diadakan di rumah ini bersama Dylan dan Reynald. Setelah itu– astaga...

"Gue nyium Kyla?" tanya Azlan tak yakin, "Nggak! Nggak! Kayaknya Kyla yang nyium gue. Tapi– astaga... kenapa gue ladenin sih? Perasaan gue nggak mabuk!" keluhnya. Dia mengacak rambut dan segera beranjak dari kasur kemudian mengambil kemeja hitamnya yang tergeletak begitu saja di lantai. Mengendusnya, dia benar-benar tak mendapati aroma alkohol di sana.

Kalau Jadi Jodoh (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang