Part 19

1.4K 118 2
                                    

Sunday mau bilang, maafkeun Sunday yang tiba-tiba ngilang yaa....
Seminggu lebih sehari rasanya kayak delapan hari nggak update:(
Maapin yaa
.
.
.
Selamat membaca^^

🍯🍯🍯

Ava menggerutu sepanjang jalan menuju rooftop. Apa-apaan Azlan itu? Cowok itu menyuruhnya kembali ke kelas untuk mengambil kotak bekal. Dengan alasan, Azlan sudah jarang merasakan masakan Raisa. Padahal, bekal yang dibawa Ava hari ini adalah hasil karya Ava, masakannya sendiri.

Ceklek!

Pintu rooftop langsung terbuka begitu Ava mencoba membukanya, tidak dikunci. Ava menaikkan kedua alisnya menatap penampakkan rooftop di depannya. Jika rooftop gedung A diisi oleh meja, kursi, dan lemari usang yang berasal dari ruangan-ruangan di bawahnya, maka rooftop gedung B lain lagi. Di tempat seluas ini—tepatnya di pojok—hanya ada sebuah bangunan tanpa dinding dengan atap beton, menaungi dua buah kursi panjang tanpa sandaran yang ditata berhadapan di bawahnya. Sebuah meja yang sama panjangnya digunakan sebagai pemisah.

Dan di sanalah cowok itu berada. Merebahkan diri di kursi panjang. Ava tau Azlan menyadari kehadirannya meski cowok itu terlihat seperti orang yang tertidur.

"Lama banget," gumam Azlan saat Ava berhasil mendudukkan di kursi yang berhadapan dengannya.

Ava tak menanggapi, "Gue nggak tau lo sekolah."

"Bosen. Nggak ada yang bisa gue lakuin di rumah."

"Emangnya ada yang bisa lo lakuin di sekolah?"

Azlan tak menjawab. Lalu beberapa detik kemudian dia berkata lagi, "Gue laper."

Seharusnya Ava tersenyum geli saat ini. Atau minimal mood nya jadi membaik. Karena Azlan terlihat lucu dengan ekspresinya yang dibuat tetap datar. Bahkan Azlan terdengar manja meski dia tak berniat begitu. Tapi entahlah, mood Ava bahkan sama sekali tidak membaik, apalagi ketika tangannya beralih meletakkan sebuah paperbag di atas meja.

"Lo bawa apaan?" tanya Azlan menoleh sekilas.

"Titipan orang."

Azlan mengerutkan alis, mengubah posisinya menjadi duduk, dia memerhatikan paperbag di depannya. "Siapa?" tanyanya kemudian.

"Kyla."

Azlan terpaku selama beberapa saat. Sempat berpikir apakah gadis dengan nama yang barusan di sebut Ava itu datang ke sekolahnya. Kalau memang benar begitu, seharusnya gadis itu langsung menemuinya. Bukannya menitipkan paperbag seperti ini pada Ava.

"Dia udah balik?" tanya Azlan.

"Bukan dia yang ke sini. Dylan yang nitip ke gue. Katanya dari Kyla."

Azlan tak membalas lagi. Tangan kirinya bergerak mengambil isi dari paperbag berwarna pink yang katanya dari Kyla itu. Sebuah kotak bekal berwarna kuning dikeluarkannya dari dalam sana. Di bagian tutup tertempel sebuah sticky note. Azlan meraih lalu membacanya. Tak membutuhkan waktu lama untuk mengukir senyum di bibirnya yang sebenarnya jarang tersenyum itu.

"Lo makan bekal lo deh, gue makan ini," tanpa perasaan Azlan mengatakan itu. Seperti tidak peduli bahwa tadi Ava harus kembali ke kelas hanya untuk mengambil kotak bekal karena Azlan mengatakan dia lapar.

Ava melirik sebuah kue dengan lapisan berwarna hitam kuning di dalam kotak bekal dari Kyla. Kue itu sudah dipotong ukuran kecil agar Azlan bisa langsung memakannya. Perhatian sekali ya, Kyla itu.

Begini ya rasanya? Ingin marah tapi tidak bisa. Dia dan Azlan memang bertunangan, hanya saja sejak awal sudah jelas mereka tidak punya hak atas satu sama lain seperti pasangan pada umumnya.

Kalau Jadi Jodoh (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang