Part 36

1.3K 119 0
                                    

Azlan tengah membalik daging di atas panggangan ketika dia merasakan seseorang menghampiri dan mengambil tempat duduk di sampingnya. Dia menoleh, menatap Ava yang malam ini tampak 'baik-baik saja'. Lalu dia beralih melirik keluarganya yang sejak tadi duduk melingkar agak jauh darinya. Entah kenapa, malam ini Azlan merasa diasingkan. Alih-alih menyuruh pelayan yang bejibun jumlahnya untuk memanggang daging, Rere malah menyuruhnya. Tak ada yang membela. Tak ada yang membantu pula.

"Jadi gimana?"

Tiba-tiba Ava bertanya saat Azlan masih sibuk mengamati keluarganya. Mau tak mau, Azlan akhirnya mengalihkan pandangan menatap gadis itu. Hanya sebentar, lalu dia kembali fokus memanggang daging.

"Gimana apanya?" Azlan balik bertanya. Sejujurnya, dia pikir Ava akan sulit diajak bicara. Tapi rupanya tidak. Sejak pagi tadi, gadis itu juga tak menghindarinya. Tapi entah perasaannya saja atau memang benar begitu, sepertinya Ava menjadi lebih sulit dijangkau dari biasanya. Padahal sekali lagi, gadis itu jelas-jelas tidak menghindarinya.

Mungkin memang hanya perasaannya. Atau dia mulai menyadari bahwa mereka sangat tidak cocok.

Azlan mendengar Ava menghela napas panjang sebelum akhirnya gadis itu menjawab, "Lo bilang lo mau baikan sama Om Bagas. Gue harus apa sekarang? Lo bilang gue bisa bantu."

Gerakan tangan Azlan refleks terhenti. Sesaat dia seakan tak tau harus mengatakan apa, tapi selanjutnya dia menjawab, "Nggak sekarang. Mama ulang tahun. Jadi nggak bisa sekarang."

"Bukannya lebih bagus kalau lo baikan sama Om Bagas di hari ulang tahun Tante Rere? Lebih cepat lebih baik kan, Yon?"

"Nggak bisa," balas Azlan lebih mirip gumaman, "Nggak bisa sekarang."

"Kenapa?"

"Mama ulang tahun."

"Dan apakah itu memberi pengaruh buat 'acara' baikan lo sama Om Bagas?"

"Iya."

"Sebenarnya lo mau ngapain, Yon? Kasih tau gue rencana lo. Biar gue tau gue harus apa," Ava terdengar mulai tak sabar. Wajar sih, karena Azlan tak mengatakan apa-apa padanya.

Azlan yang tadi sudah kembali membalik daging, kini menghentikan gerakannya lagi dan menghela napas panjang sebelum akhirnya memilih menoleh menatap Ava. "Lo cuma harus bilang kalau lo nggak mau ngelanjutin perjodohan. Udah, tugas lo cuma gitu."

Ava mengernyitkan alis, "Kenapa gue?" lalu dia berdehem, "Ya, emang bener semalam gue bilang kita harus ngomong masalah pemutusan perjodohan ke orangtua kita, tapi yang kita bahas saat ini kan soal lo sama Om Bagas, bukan perjodohan kita."

"Gue juga lagi bahas masalah gue sama Papa."

"Terus? Kenapa harus ngomong gitu?"

"Karena masalahnya di situ."

"Kenapa harus gue yang ngomong?"

"Nggak mungkin gue. Papa sama Mama nggak akan setuju."

"Kenapa?"

Azlan berdecak, "Panjang ceritanya. Gue yakin lo nggak mau denger–"

"Mau!" Ava memotong cepat, "Gue mau dengerin ceritanya."

Tapi gue yang nggak mau cerita! batin Azlan membalas cepat.

Tatapan Ava tak berubah. Gadis itu terlihat benar-benar ingin mendengarkan dan ingin tau. Hingga akhirnya Azlan menghela napas panjang memilih mengalah.

"Intinya, gue terlibat kesepakatan," jelasnya singkat kemudian mengalihkan pandangan ke arah daging-daging yang mulai menghitam di beberapa bagian.

Kalau Jadi Jodoh (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang