Part 41

1.6K 119 1
                                    

Azlan merebahkan dirinya di atas kasur yang semalaman tidak dia tempati. Pandangannya lurus ke arah langit-langit kamar sembari memikirkan lagi jawaban Ava tentang pertunangan mereka.

"Jadi, soal pertunangan kita?"

Ava masih terdiam beberapa saat, tapi dia jelas tengah memikirkan jawaban. Hingga akhirnya dia mengatakan, "Yon, gimana kalau... kita coba berteman aja dulu."

Azlan mengernyitkan dahi tak paham, "Kenapa?"

Ava terkekeh, "Apanya yang kenapa? Ini kan perjodohan, Yon. Gue nggak mau lo ngelakuin ini karena terpaksa. Apalagi kalau ternyata kita nggak saling suka."

Azlan hampir saja membantah ketika Ava kembali membuka mulutnya.

"Kita masih muda, Yon. Masih lama untuk sampai ke pernikahan. Pikiran kita juga masih labil. Kenapa nggak kita coba buat saling mengenal aja dulu. Gue udah bukan Ava yang dulu, lo juga sama, kita udah banyak berubah," Ava terdiam sebentar, menjeda, lalu melanjutkan, "Jujur aja, hampir tiga tahun ketemu lo lagi, gue ragu kalau gue mengenal lo dengan baik. Gue nggak tau apa-apa tentang lo. Lagipula, siapa yang tau, beberapa bulan atau tahun ke depan, kita bakalan ketemu sama siapa aja, dan mungkin kita malah suka sama mereka."

Azlan menghela napas panjang. Tapi tak lama kemudian dia mengangguk.

"Ah... sialan," Azlan bergumam lalu menutup matanya dengan sebelah lengannya yang tidak terbungkus gips.

Azlan mengangguk bukan karena dia setuju. Tapi dia menghormati keputusan Ava. Dia tidak mungkin memaksa setelah apa yang dia lakukan selama ini.

Kalau gadis itu butuh waktu untuk saling mengenal, berapa lama? Tidak sampai setahun mereka akan lulus. Setelah itu, tak mungkin Ava mengikutinya ke UK seperti rencananya selama ini. Mereka bukanlah pasangan, tak ada alasan untuk gadis itu mengikutinya.

Tapi Azlan belum bisa mengatakan tentang itu. Entah kenapa dia merasa Ava tak yakin padanya. Dan sekali lagi, dia tak ingin memaksa. Hanya saja... kalau tidak ada waktu untuk saling mengenal, gadis itu mungkin saja akan bersama orang lain selagi dia pergi. Iya kan?

"Ah... sialan," Azlan bergumam lagi. Bagaimana kalau ternyata Ava benar-benar menemukan seseorang yang baru saat dia pergi nanti? Beberapa bulan yang tersisa mana cukup untuk membuat gadis itu yakin padanya. Persetan dengan masih muda atau apalah itu, Azlan ingin Ava untuknya saja.

Azlan mengumpat lagi. Kali ini berguling ke kiri, lalu ke kanan. Sesaat kemudian dia mengerang karena lengannya tertindih. "Sialan. Nggak ada yang beres," gumamanya setelah terduduk dan menatap lengan kanannya.

Kapan dia bisa melepas benda ini? Ah, kalau tidak salah tersisa seminggu. Mari bersabar sampai hari itu tiba.

Tok! Tok! Tok!

Perhatian Azlan teralihkan pada pintu kamarnya ketika benda itu diketuk perlahan dari luar kamarnya. Suara kepala pelayannya terdengar beberapa saat kemudian memberitahukan bahwa seseorang menunggunya di bawah.

Malas-malasan Azlan beranjak dari tempat tidurnya dan membuka pintu kamarnya. "Siapa?" tanyanya sembari menutup pintu.

"Den Reynald, Tuan."

Azlan mengerutkan alis. Tapi dia tak mengatakan apa-apa dan beranjak turun menuju lantai satu.

"Ada urusan apa lo ke sini?" tanya Azlan dengan ketus setelah mendudukkan diri di sofa yang berhadapan langsung dengan Reynald.

Reynald mengernyit, "Gue nggak tau kenapa lo musuhin gue," katanya.

Azlan membentuk senyum sinis, "Beneran lo nggak tau?"

Kalau Jadi Jodoh (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang