Part 17

1.5K 119 2
                                    

Azlan menjatuhkan dahinya ke meja makan begitu suara pintu kamar mandi yang tertutup terdengar di telinganya. Wajahnya memerah karena malu, bahkan sampai ke kedua telinganya. Sejak tadi dia kenapa sebenarnya? Mengelus puncak kepala Ava, menerima saja ketika Ava menyuapinya, dan bahkan tersenyum?!

Astaga...

"Goblok banget sih," gumam Azlan merasa bodoh.

Ceklek!

Suara pintu kamar mandi yang terbuka membuat Azlan bergegas mengangkat kepalanya. Wajahnya masih memerah, mau bagaimana lagi? Dia tak bisa melakukan apa-apa untuk meredakan perasaannya.

Ava keluar dari kamar mandi dan berdiri di sisi meja makan, "Gue pulang dulu."

"Sekarang?"

Azlan berdehem, terlalu cepat! Sialan! Dia merespon ucapan Ava terlalu cepat. Memalukan sekali! Apa-apaan dengan dirinya?! Seperti bukan Azlan yang biasa.

"Eng... lo harus istirahat kan, jadi gue pulang," balas Ava.

Kenapa sih? Suasananya jadi aneh. Selama ini mana pernah suasana malu-malu begini tercipta diantara keduanya. Lalu kenapa mendadak skenarionya begini? Apa saat kecelakaan di pertandingan waktu itu kepala Azlan terbentur sesuatu? Cowok itu aneh. Pun Ava sama anehnya.

Azlan berdehem sekali lagi, "Yaudah, lo bisa pulang."

Ava mengangguk dan bergegas mengambil tas ranselnya lalu menghilang dibalik dinding.

Azlan menyenderkan punggungnya ke sandaran kursi dan mengembuskan napas panjang. Memegang dadanya yang masih berdebar. Rasanya lega, dan ada yang terobati. Tapi entah apa.

Drrtt! Drrt! Drrtt!!

Azlan menoleh pada ponsel di dekat piringnya yang sudah kosong. Sederet huruf yang terpampang di layar membuatnya bergerak mengangkat panggilan telepon. Cowok itu berdiri dari kursinya dan berjalan menuju kamarnya di lantai dua.

"Halo, Ma?" sapa Azlan.

"Gimana? Kamu bisa tinggal di sana dengan keadaan tangan kamu yang kayak gitu?" tanya Rere sarat dengan nada khawatir di seberang telepon.

"Bisa," jawab Azlan singkat.

"Seharusnya di sini aja sama Mama, Lan. Setidaknya sampai tangan kamu bisa dipakai buat makan. Tapi dasar kamunya batu."

Azlan tidak menjawab.

"Udah ketemu Ava? Dia bisa ngerawat kamu? Kamu kan manja banget kalau lagi sakit. Jangan terlalu nyusahin Ava loh ya!"

"Azlan nggak semanja itu," gumam Azlan.

"Nggak semanja itu apanya! Bahkan manjanya kamu bisa ngalahin Raja kalau lagi sakit."

"Raja kan emang es Ma, makanya dia biasa aja walaupun sakit," gerutu Azlan tak terima.

Raja Ghataniel Eithar adalah anak kedua dari Bagas dan Rere, cowok yang usianya terpaut dua tahun di bawah Azlan itu adalah sosok—yang bagi Azlan—sok dingin dan batu. Mulutnya kalau sudah kumat bisa lebih tajam dari silet. Dan jelas, cowok seperti itu tak pernah bersikap manja pada siapapun.

"Yeee~ enggak juga tuh. Udah deh, pokoknya kalau kamu merasa nggak sanggup sendirian, langsung pulang ke sini aja," kata Rere, "Oh iya! Mama kirimin supir buat kamu ya, Pak Raden bakalan kesana nanti."

"Terserah Mama," Azlan membalas ogah-ogahan.

"Kalau Mama ngunjungin galeri nanti Mama mampir ke sana, tapi nggak tau kapan."

"Udah Azlan bilang nggak usah kesini, Azlan bisa sendiri," entah untuk yang keberapa kalinya Azlan mengatakan 'dia bisa sendiri' sejak tiga hari yang lalu. Tapi keluarganya tidak ada yang mendengarkan. Padahal hanya patah tulang.

Kalau Jadi Jodoh (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang