Part 20

1.5K 114 1
                                    

Ava duduk di kursi rias sembari menatap lama sosoknya di cermin. Menghela napas panjang, memikirkan hal yang sama sejak tadi sore. Yah, setidaknya saat ini rasa malunya sudah berkurang, tidak seperti beberapa jam lalu sekembalinya dari rumah Azlan.

Tapi tetap saja....

"Kenapa sih lo harus marah kayak tadi? Bukannya biasanya bisa nahan diri?" tanyanya pada sosok di cermin yang balas bertanya padanya.

Kalau saja Azlan menyebutkan nama cewek lain seperti 'pacar satu hari' nya misal—asalkan bukan Kyla—mungkin Ava masih bisa bersikap biasa saja.

Tapi karena ini Kyla. Ava jadi merasakan hal tidak biasa. Sebenarnya apa yang terjadi padanya? Tak mungkin kan dia cemburu? Ava kira perasaannya pada Azlan sudah lama mati.

"Lo nggak bisa seenak itu cemburu sama Kyla. Nggak ada hak! Lagian lo suka sama Dylan!" seru Ava berusaha meyakinkan diri sendiri. Meski percuma karena entah kenapa sejak dulu nama Dylan hanya berefek segitu-segitu saja untuk Ava. Meskipun kenyataan bahwa ketika melihat Dylan masih sama menyenangkannya, bahkan tidak berkurang sedikitpun.

"Coba pikirkan baik-baik. Lo kenapa sih? Di depan Ion lo jadi; aneh iya, labil iya, nggak jelas iya. Dulu lo nggak kayak gini loh!" seru Ava pada dirinya sendiri. Gadis itu menelungkupkan kepala diantara lipatan lengannya di atas meja rias.

"Mau gimanapun ujung-ujungnya jawabannya cuma satu," gumamnya dan semakin menyembunyikan wajah.

Masa sih, perasaan suka itu belum hilang, Yon? tanya batinnya tak tenang.

Ceklek!

Ava refleks menoleh ke arah pintu kamarnya yang tiba-tiba terbuka. Raisa berdiri di sana dan tersenyum sebelum akhirnya berkata, "Ada Azlan di depan."

***

Ava tak lagi memikirkan keanehan sikapnya ketika netranya berhasil menangkap hingar-bingar di sekelilingnya, netranya berpendar takjub. Taman kota ramai sekali malam ini. Suara-suara musik terdengar dari panggung utama yang cukup besar itu. Beberapa penyanyi yang sering muncul di televisi bahkan ikut memeriahkan acara.

"Beli minum dulu," ajak Azlan yang berdiri di sisi kiri Ava yang dibalas anggukan saja oleh gadis itu.

Satu jam yang lalu Azlan datang dan mengajaknya kemari, setelah menolak dan berdebat cukup lama akhirnya Ava menurut. Apalagi setelah cowok itu mengatakan, "Baperan banget sih? Lo suka sama gue ya makanya gitu aja marah?"

Rasanya seperti tertampar. Apalagi Ava sempat memikirkan hal yang sama beberapa saat sebelum Azlan datang ke rumahnya.

"Beneran mau itu?" tanya Azlan tak yakin saat Ava malah menyeretnya mendekat ke salah satu stand minuman yang cukup terkenal, matanya berkilat resah memerhatikan banyaknya orang yang berkerumun.

"Iya," balas Ava ringan. Gadis itu bahkan harus berjinjit dan mencari celah untuk melihat secara langsung proses pembuatannya.

Azlan beralih ke sisi kanan Ava, bagian itu setidaknya sedikit lebih lengang. Meskipun sebenarnya cowok itu bisa melihat dengan jelas proses pembuatan minuman karena badannya yang tinggi. Tapi dia jelas tak ingin mengambil resiko berdesakan dan malah membahayakan tangan kanannya–

"Ash! Shit!!"

Kan! Baru saja dikhawatirkan, kini sudah terjadi! Azlan menoleh cepat ke arah kanan. Seorang gadis bergaya tomboy yang baru saja menyenggol tangan kanannya itu menoleh.

"Maaf! Maaf! Kagak sengaja!" seru gadis itu singkat. Tanpa terlihat menyesal, dia malah berlari menyusul teman-temannya.

Ava meringis melihat raut wajah Azlan. Dia tak tau sejak kapan posisi Azlan berubah ke sisi kanannya hingga memudahkan orang lain menyenggol tangan kanan cowok itu yang terbalut gips.

Kalau Jadi Jodoh (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang