"Gue pikir lo masih marah."
Azlan menarik sudut bibirnya nyaris tersenyum sebagai tanggapan atas ucapan Reksa. Dengan mata masih fokus pada pemandangan anggota ekskul basket di bawah sana, Azlan membalas, "Gue cuma kesel aja kemarin. Sorry."
"Gue kaget. Kemarin lo baperan banget kayak cewek. Tapi akhirnya gue–" Reksa menghentikan ucapannya. Berdehem dan memilih tak melanjutkan.
Azlan menoleh pada Reksa sekilas, sekadar ingin tahu ekspresi teman sedari awal masuk SMAnya itu. Dan dia mendapati ekspresi yang seakan mengatakan, 'Sialan, seharusnya gue nggak ngomong gitu!' di wajah Reksa. Tak urung Azlan terkekeh kecil.
"Tapi akhirnya lo tau alasan kenapa gue bisa sampai semarah itu, iya kan?" tebak Azlan melanjutkan ucapan Reksa.
Reksa refleks menoleh pada Azlan dengan ekspresi terkejut yang ketara. Tapi pada akhirnya dia memilih tak mengatakan apa-apa.
"Iya, gue tau kalau lo 'tau'. Kemarin gue lihat kalian di rumah sakit," Azlan menjeda, senyum miris yang samar tersungging di bibirnya dan dia melanjutkan, "Lo sama Ava."
"Lo tau?" tanya Reksa memastikan. Mendapati Azlan mengangguk dia menambahkan, "Dan lo nggak berniat jelasin apa-apa ke Ava?"
"Dia nggak tanya."
"Lo bisa aja kehilangan Ava, Lan!"
Soal itu... Azlan memang sudah kehilangan Ava sejak lama, kan? Sejak mereka berpisah tujuh tahun yang lalu, Ava tak pernah benar-benar 'kembali' padanya. Ava tak pernah benar-benar jadi miliknya. Perasaan mereka sudah beda. Ah, kalaupun perasaan mereka masih sama, situasinya yang berbeda. Ava tak lagi bisa dia miliki, begitu pula sebaliknya. Astaga, dia mulai melankolis begini.
"Balik gih! Kapten basket kok malah bolos ekskul. Gimana mau juara?" Azlan memilih mengalihkan pembicaraan. Kalau tidak begitu dia bisa mulai menyanyikan lagu Gugur Bunga dan beralasan menangisi para pahlawan untuk meredakan kegalauannya.
"Gue serius, Lan. Lo bisa kehilangan Ava. Emangnya lo nggak papa kayak gitu?" ulang Reksa. Rupanya dia masih keukeuh meskipun Azlan sudah membahas hal yang berbeda.
"Ya terus kenapa sih, Rex?"
"Terus kenapa? Gue pikir lo udah sadar kalau lo itu suka banget sama Ava!"
"Enggak!"
"Cih!"
"Enggak salah maksud gue."
"Nah, kan!"
Azlan tersenyum kecut. Toh, kalau dia suka sekali pada Ava, lalu kenapa? Dia harus mempertahankan Ava di sisinya, begitu? Egois sekali. Dia tau kalau sejak dulu dia memang egois. Tapi sekarang sudah saatnya sadar diri kan?
Melihat Azlan tersenyum kecut seperti itu, Reksa akhirnya bersuara lagi. "Lo beneran ngelakuin 'itu' sama Kyla, Lan?" tanyanya sangsi.
Azlan diam saja.
"Kalaupun lo ngelakuin 'itu', masa lo emang berengsek banget? Bener-bener nggak ada hal baik yang bisa lo jelasin ke Ava? Dan kenapa juga Dylan yang maju kalau emang lo yang salah?"
Azlan menghela napas, "Ada," jawabnya, "Ada hal baik yang harus gue jelasin ke dia." Tapi takutnya saat dia percaya nanti, gue mulai maruk dan malah ngarang cerita seakan-akan apa yang gue lakuin saat itu udah bener.
"Terus kenapa nggak dijelasin?"
"Dia nggak tanya. Gue udah bilang tadi."
"Persetan sama 'Nggak tanya'! Gengsi lo tinggi banget sumpah!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Kalau Jadi Jodoh (Selesai)
Teen Fiction-Azlan Zaydan Eithar- *** Judul: Kalau Jadi Jodoh Penulis: Leli Liliput Status: Selesai Genre: Fiksi Remaja *** Ava bertemu lagi dengan Azlan setelah bertahun-tahun lamanya karena sebuah perjodohan. Seharusnya Ava senang, dia sangat menyukai Azlan...