Part 11

1.4K 119 0
                                    

"Kak Azlan!!"

Ava ikut berbalik bersamaan dengan Azlan saat suara bernada riang itu terdengar. Tiga orang gadis berlari tergesa mendekat ke arah Ava dan Azlan yang baru saja melangkah ke gedung sekolah.

"Selamat ulang tahun, Kak!" ucap tiga gadis tadi bersamaan.

"Maaf nggak sempat bungkus, Kak," kata gadis berjaket hijau tosca dengan pipi bersemu. Di tangannya ada sebuah paperbag kecil—mungkin hadiah—yang dia sodorkan pada Azlan.

Ava melirik tulisan yang tertera pada paperbag yang dibawa si jaket hijau tosca itu. Eh, wait– bukannya merk itu terlalu mahal?

Ava mengerjap sembari menutup mulutnya berusaha untuk tidak melotot dan menganga lebar. Siapa yang tidak tau merk itu? Salah satu merek jam tangan termahal di dunia. Woah! Ternyata tidak hanya Azlan—anak SMA—yang suka membuang-buang uang untuk barang mewah. Tapi sebenarnya, apa kado itu tidak terlalu berlebihan?

Ava menoleh ke arah Azlan untuk melihat ekspresi yang ditunjukkan cowok itu. Tapi mau tau apa yang Ava lihat? Hanya tatapan datar yang biasa Azlan tampilkan. Ya, dia pasti sudah terbiasa dengan barang mewah. Membeli jam tangan itu mungkin seperti membeli permen baginya.

"Maaf kadonya kecil, Kak," kali ini gadis bersweater ungu menyodorkan kotak yang terbungkus kertas kado bermotif hati kecil-kecil.

"Aku kasih cokelat aja ya, Kak. Kakak pasti bisa beli apapun sendiri," kini gantian gadis yang mengenakan jas almamater khas SMA Mahardika yang menyodorkan sebatang cokelat pada Azlan.

Ava menoleh pada Azlan yang tetap bergeming di tempatnya. Tatapannya masih sama datarnya seperti sebelumnya. Tak ada yang berubah. Ava jadi kasihan dengan tiga gadis di depannya itu, karena seperti tahun-tahun sebelumnya, Azlan pasti akan menolak.

Bagaimana Ava tau? Ya karena dia beberapa kali melihat dengan mata kepalanya sendiri saat-saat Azlan menolak hadiah dari para 'penggemarnya'.

"Gue nggak suka," gumam Azlan lalu berbalik dan melangkah pergi.

Kan benar. Selain menolak, Azlan juga tak susah-susah memperhatikan kata-katanya. Bagaimana mungkin dia mengatakan hal itu dengan sangat santai dan tanpa rasa bersalah?

Ava menatap ketiga gadis yang dia yakini adalah adik kelasnya itu. Mereka tampak sedih. Yah, hal yang biasa saat kamu ditolak, iya kan?

"Kak Ava, ini kasihin Kak Azlan ya," pinta si gadis berjaket hijau tosca pada Ava. Dua gadis yang lainnya juga menatap Ava penuh harap.

"Maaf dek, tapi Azlan nggak bakalan berubah pikiran. Seharusnya kalian nggak perlu beli kado mahal-mahal buat cowok kayak Azlan. Jatuhnya mubazir kan," kata Ava.

Tiga gadis di depan Ava melengkungkan bibir ke bawah secara serempak.

Bingung hendak melakukan apa, Ava akhirnya pamit pergi ke kelasnya. "Duluan ya!" serunya lalu beranjak pergi.

Ava bisa melihat Azlan yang sudah didekati oleh sekelompok gadis yang lainnya. Mereka juga membawa kotak hadiah di tangan masing-masing.

"Selamat ulang tahun, Azlan!" seru sekelompok gadis tadi—lagi-lagi—secara serempak.

"Hem," balas Azlan. Dia melanjutkan langkah tanpa menunggu sekelompok gadis seangkatannya berbicara.

Ava hanya bisa menggelengkan kepala, masih melanjutkan langkahnya. Sekelompok gadis tadi langsung beralih ke arah Ava.

"Nggak," kata Ava sebelum mereka sempat mengeluarkan suara.

"Please, Va!" pinta Rubi, ketua pemandu sorak di sekolah.

Kalau Jadi Jodoh (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang