Part 02

2.3K 165 2
                                    

Ava masih mengembangkan senyum lebarnya sembari menatap ponsel. Chat singkat dengan Dylan sudah berakhir beberapa saat setelah dia keluar dari kamar mandi dan bermain ponsel. Sekarang Ava bahkan sudah selesai makan malam. Tapi tetap saja Ava tak bisa menghilangkan senyum lebarnya.

"Kalau gini, kira-kira gue bisa sambil modus nggak ya?" tanya Ava pelan. Lalu dia terkikik sendiri sambil mengeratkan cengkramannya di pagar balkon.

Sudah setahun sejak Ava menaruh perasaan pada Dylan diam-diam. Mereka jarang berinteraksi di luar basket, Ava terlalu malu untuk mendekati Dylan. Dia tak pernah pacaran dan dekat dengan cowok melebihi teman—tentu saja Azlan pengecualian. Dan kenyataan bahwa Dylan adalah ketua dan Ava sekretaris dalam ekskul basket membuat Ava memanfaatkan itu untuk bahan pembicaraan. Tapi meski begitu, mereka hanya mengobrol dalam keadaan yang memang mengharuskan keduanya untuk berbicara. Tentang basket, basket, dan basket lagi.

Dylan itu tipe cowok yang benar-benar susah didekati. Jarang sekali terlihat akrab dengan gadis manapun. Seperti menghindar. Berbeda sekali dengan seorang cowok yang dikenal Ava (baca: Azlan). Baru kali ini Dylan mengirimkan sebuah personal chat pada Ava. Sebelumnya selalu lewat grup. Dan apakah ini bisa disebut sebagai kemajuan? Semoga saja iya.

"Kira-kira darimana dia dapat nomor gue?" tanya Ava lagi. Sempat berharap bahwa Dylan mencarinya dari teman Ava. Tapi beberapa detik kemudian Ava berdecak dan senyumnya menghilang. Dia lupa kalau mereka memiliki grup yang hanya terdiri dari lima orang pengurus inti.

Dylan sang ketua ekskul. Reksa kapten tim basket putra. Rommy kapten tim basket putri. Sagara bendahara. Juga Ava sekretaris.

Tentu saja Dylan mendapatkan nomornya dari grup itu! Percaya diri sekali ya Ava.

"Bee!"

Ava menoleh saat mendapati Raisa sudah berada di dalam kamarnya. Mamanya itu tengah membawa sesuatu berwarna kuning di tangannya.

"Gimana Bee? Suka nggak?" tanya Raisa setelah menyusul Ava di balkon kamar. Raisa tersenyum lebar seraya merentangkan sweater rajut di tangannya.

Ava mengamati sweater rajut bergambar lebah di tangan Raisa dengan bersemangat. Raisa memang suka sekali merajut. Bukan hanya kali ini Ava mendapatkan barang rajutan, tapi Ava selalu senang dan bersemangat tiap kali mendapatkannya seakan itu adalah barang pertama dari Raisa. Karena selalu ada yang berbeda, entah itu gambar, warna, corak, atau bahkan modelnya.

"Kok Mama bisa bikin lebah? Ini gimana caranya Ma?" tanya Ava meraih cepat sweater-nya. Menatap kagum pada rajutan sang Mama yang kelewat rapi.

"Bisa dong, ada caranya. Kamu Mama ajarin nggak mau."

"Bukan nggak mau Ma, terlalu susah, ribet banget caranya."

"Bi Ina aja bisa."

"Kan Bi Ina, bukan Bee."

Raisa hanya mencibir. Tapi tak lama dia terkekeh melihat ekspresi putrinya.

"Oh iya, sebentar lagi Azlan ulang tahun kan? Ini Mama ada bikin juga buat Azlan. Tolong kasihin ya Bee," kata Raisa menyerahkan sweater dengan warna dan ukuran yang sama pada Ava juga.

"Ih Ma, kok samaan, ini apaan jadi kayak anak SMP tau. Azlan mana suka kayak beginian!" seru Ava tak langsung menerima. Malah menatap lama pada sweater bergambar singa yang masih ada di tangan Raisa.

"Masa Azlan nggak suka?" tanya Raisa berubah sendu.

Ava mendadak jadi tidak tega. Ava yakin Azlan tidak akan suka. Tapi Ava juga yakin Azlan tidak akan menolak kalau dari Mamanya. Masalahnya adalah, melihat dua sweater yang hanya berbeda gambar itu langsung menjurus pada sweater couple. Kan jadi seperti orang pacaran. Padahal Ava dan Azlan tidak sedekat itu meski mereka sudah bertunangan.

Kalau Jadi Jodoh (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang