Azlan hanya terdiam selama beberapa saat setelah cerita Dylan dan Kyla berakhir.
"Jadi karena itu Tante Jamil nuduh gue?" tanya Azlan akhirnya yang dibalas anggukan oleh Kyla.
"Hari itu aku nggak tau kalau Bibi nuduh kamu, Lan. Aku baru tau malamnya sewaktu Bibi bawa-bawa nama kamu. Aku bahkan lupa kamu ada di kamarku sebelum kamu muncul."
Azlan mengangguk tak ingin mendebat, "Terus kenapa baru ngomong sekarang?" tanyanya lirih, "Setelah kejadian itu kalian menghindari gue, bikin gue membenarkan apa yang gue pikir benar-benar terjadi di hari itu?"
Dylan menatap Azlan sendu, "Gue malu. Gue nggak punya nyali buat ngomong ke lo, Lan. Dulu lo bilang lo suka sama Kyla, tapi tanpa sepengetahuan lo, gue pacaran sama Kyla–"
"Gue tau!" potong Azlan cepat, "Gue tau kalian pacaran. Makanya gue nggak kaget kalau lo ikut marah dan akhirnya menghindari gue. Tapi kalau memang kayak gitu kejadiannya, kenapa nggak ngomong sama gue, sialan..." dia mengernyit tak terima.
Kalau mereka jujur sejak awal, Azlan tidak akan diliputi perasaan bersalah selama beberapa tahun ini. Kalau mereka jujur sejak awal, Azlan akan bahagia dipertemukan lagi dengan Ava. Kalau mereka jujur sejak awal... tak akan ada pertengkaran, antara dia dan Ava, juga antara dia dan Ayahnya.
Kalau saja mereka jujur sejak awal!
"Gue minta maaf," Dylan bergumam penuh sesal.
Azlan menghela napas kasar. Alih-alih menjawab, Azlan malah beralih menatap Kyla dan bertanya, "Jadi karena itu lo sempat nolak tanggung jawab gue, Kyl?"
Kyla menggigit bibirnya sesaat sebelum menjawab, "Iya. Kamu nggak salah. Aku memang nggak jujur soal kejadian di hari itu, tapi aku tetap nggak mau kamu yang tanggung jawab. Karena itu aku sama Dylan mutusin buat cerita yang sebenarnya ke Om Bagas dan Tante Rere."
Azlan diam saja meski dalam hatinya memberontak tak terima.
"Mereka bilang, gue sama Kyla seharusnya cerita ke lo. Tapi baik gue maupun Kyla sama-sama nggak punya keberanian untuk ngelakuin itu. Lambat laun alasannya berubah. Gue takut kalau gue cerita yang sebenarnya, lo nggak bakalan peduli lagi sama Axelion," Dylan memejamkan mata beberapa saat, menyadari betapa buruknya dia sebagai seorang laki-laki juga ayah, "Gue kesulitan cari pekerjaan, Lan. Kalau nggak ada lo, Axelion mungkin nggak bakal bertahan sampai sini."
Azlan menatap Dylan tak habis pikir, "Sebagai temen, sejak dulu apa pernah gue ninggalin lo saat kesusahan, Lan?" tanyanya pelan.
Jawabannya adalah, tidak. Mereka hanya perlu bicara, maka Azlan akan membantu selagi dia bisa. Sudah dikatakan kan? Dulu Azlan adalah orang lurus dan tidak neko-neko. Hal itu malah membuatnya terlalu naif dan beberapa kali dimanfaatkan—meski sebenarnya dia tau saat seseorang melakukan itu. Bertemu dengan Dylan, Kyla, dan Reynald adalah anugrah baginya. Mana mungkin dia meninggalkan mereka sendirian ketika mereka kesusahan?
Jika hal itu adalah soal uang, itu bukan masalah untuknya. Dulu Azlan masih terlalu kaya untuk memikirkan setiap pengeluarannya. Maksudnya, dulu dia masih memakai kekayaan milik kedua orangtuanya yang jelas akan membuat siapapun menangis jika mengetahui jumlahnya.
Tapi kemudian Dylan mengatakan itu?
Entah kenapa Azlan susah sekali memahami alasan Dylan dan Kyla. Mungkin dia memang tidak pengertian, tapi setelah memikirkan dampak perbuatan mereka, rasa tak terima dalam dirinya muncul begitu saja.
Tapi... walaupun dia tak bisa menerima alasan mereka dengan baik, tak mungkin dia tak memaafkan mereka. Akan terlalu berlebihan kalau sampai masalah ini berlarut-larut sedangkan segalanya sudah jelas.
"Oke," kata Azlan akhirnya. Tak tau harus mengatakan apalagi.
"Tapi Yon," Ava yang sejak tadi diam mendengarkan akhirnya bersuara, "Kenapa lo nggak ingat sama sekali kejadian setelah lo ciuman sama Kyla? Kan itu yang bikin lo ngira lo bener-bener tidur sama Kyla," dia terlihat bingung.
Seakan tersadarkan, Azlan memasang ekspresi bertanya pada Dylan.
"Lo pingsan."
Azlan menoleh ke arah Ava dan meneruskan, "Gue pingsan," lalu tersadar, "Gue pingsan?!" tanyanya sangsi pada Dylan.
Dylan tersenyum kering, "Gue juga bingung soal itu. Kenapa lo bisa pingsan cuma gara-gara dicium cewek."
Azlan mengerjap beberapa kali. Seriusan? batinnya bertanya. Dia bisa melihat sudut bibir Ava berkedut menahan senyum geli. Sial!
"Lo serius?" lagi-lagi Azlan masih tak percaya. Yah, dia lupa apa yang dia rasakan sewaktu Kyla tiba-tiba menciumnya—dengan sedikit lumatan—yang pasti dia tau itu adalah ciuman pertamanya. Bahkan dengan Ava pun belum pernah.
"Ya. Lo bisa tanya sama Reynald karena dia yang bawa lo ke kamar Kyla. Tapi kayaknya dia langsung pulang setelah itu. Gue nggak terlalu yakin. Karena setelah Kyla nyium lo, gue nggak terima dan kami sempat bertengkar."
"Kenapa dia nggak bilang apa-apa ke gue?"
Benar. Seharusnya paling tidak Reynald akan mengejeknya. Walaupun sejak SMP cowok itu agak dingin, tapi Reynald juga punya sisi jailnya sendiri.
"Gue juga nggak tau soal itu. Lo bisa tanya ke dia sendiri."
"Jangan-jangan... yang buka baju gue juga Reynald?" tanya Azlan lirih agak jijik.
"Tenang aja, dia nggak bakal perkosa lo kok," balas Ava tersenyum prihatin melihat ekspresi Azlan.
Azlan cepat saja menoleh pada gadis itu dan menatapnya tak terima. Kenapa Ava begitu vulgar? Seharusnya kan dia yang vulgar.
Bicara soal Ava, apa yang akan terjadi dengan hubungan mereka selanjutnya? Maksudnya, sekarang kan semua sudah jelas. Azlan juga tak lagi merasa punya kewajiban pada Kyla dan Axelion. Apa mereka... akan bersama lagi?
"Sekali lagi, kita minta maaf, Lan," Dylan tiba-tiba bicara lagi.
Azlan mengangguk. Perasaannya sudah lebih ringan sekarang. Tenyata sedikit pengalihan cukup membantu. Entah alasan itu masuk akal atau tidak, yang penting dia tidak meniduri Kyla, dan Axelion bukan anaknya.
Tapi jujur saja... jika dipertegas bahwa Axelion ternyata bukanlah anaknya, rasanya ada yang hilang. Mungkin karena selama ini dia meyakini sebaliknya.
***
Ava melambaikan tangan pada Kyla dan Dylan yang berlalu pergi bersama motor mereka. Dia menoleh pada Azlan yang berdiri di sampingnya.
"Jadi, kenapa mereka nggak punya cukup uang dan malah pindah?" tanyanya lalu mengikuti Azlan yang melangkah masuk ke dalam rumah.
"Dylan diusir. Aib keluarga. Keluarganya agak kolot kalau lo mau tau. Tahun lalu, Tante Milla, Mamanya Dylan sekaligus satu-satunya orangtua yang dia punya meninggal. Saudaranya juga nggak ada yang mau bantu," Azlan menghela napas panjang, "Bahkan di saat terakhirnya pun, Tante Milla belum maafin Dylan."
Ava menghela napas ikut berduka, "Terus, Kyla?" tanyanya kemudian setelah jeda beberapa saat.
"Mereka suami istri, wajar kalau Kyla ikut Dylan," lalu Azlan menoleh pada Ava, "Tapi gue juga baru tau Kyla ikut pindah pas ketemu di bus waktu itu."
Ava mengangguk-anggukan kepalanya mengerti.
"Axelion sakit, Bee. Butuh biaya yang besar biar dia terus bertahan hidup," ucap Azlan yang membuat suasana tiba-tiba mellow.
Beberapa saat hanya keheningan yang tercipta di antara keduanya. Mereka sudah sibuk dengan pikiran masing-masing. Hingga akhirnya Azlan bertanya, "Jadi, soal pertunangan kita?"
🍯🍯🍯
(20/08/2021)
KAMU SEDANG MEMBACA
Kalau Jadi Jodoh (Selesai)
Teen Fiction-Azlan Zaydan Eithar- *** Judul: Kalau Jadi Jodoh Penulis: Leli Liliput Status: Selesai Genre: Fiksi Remaja *** Ava bertemu lagi dengan Azlan setelah bertahun-tahun lamanya karena sebuah perjodohan. Seharusnya Ava senang, dia sangat menyukai Azlan...