Part 35

1.4K 122 0
                                    

Sumimasen!!

Sunday menghilang sejak sebulan yang lalu. Sunday kemana? Nggak kemana-mana sih, masih di sini. Jangan ditimpuk sendal, tolong....

Sunday udah balik ini, selamat membaca~

🍯🍯🍯

"Ya, gue ngelakuin itu."

Itulah jawaban yang Azlan berikan setelah terdiam cukup lama semalam. Sejujurnya, Azlan ingin menambahkan bahwa dia tidak sadar ketika melakukan itu pada Kyla. Itu adalah satu-satunya hal baik yang bisa dia katakan pada Ava. Tapi setelah dipikir lagi, hal itu tidak benar-benar baik. Dilihat dari sisi manapun, tetap saja dia berengsek.

Azlan sempat melihat Ava tersenyum tipis yang anehnya malah menyakiti hatinya sebelum akhirnya gadis itu membalas dengan kalimat, "Gitu ya, makasih udah mau jawab pertanyaan gue. Oke, kita putus pertunangan kita, Yon. Gue bakalan tetap bantuin lo sebisa gue, dan kayaknya besok kita harus ngomong soal pemutusan pertunangan ini ke orangtua."

Ava kecewa. Kini, gadis itu pasti benar-benar menganggapnya berengsek. Dan bodoh. Dan menyedihkan. Salah satu orang yang seharusnya tidak terlibat dengannya. Semalam Azlan tak mengerti kenapa dia harus merasa sangat sedih ketika mengtahui gadis itu setuju untuk putus dengannya, padahal hal itu berjalan seperti rencana awalnya.

Tapi kini dia paham. Dia memang menyukai Ava lebih dari yang dia bayangkan. Atau mungkin dia sudah mencintai gadis itu.

Terlalu mellow. Tapi Azlan tak tau bagaimana cara menghentikannya. Kalau dulu dia memilih memacari banyak gadis untuk mengalihkan segala emosi berlebih yang tidak seharusnya dia keluarkan untuk Ava, kini dia tak punya minat dengan itu. Entah sejak kapan, gadis lain tak lagi terlihat menarik.

Sebenarnya sejak awal pun mereka tak begitu menarik. Tapi setidaknya bisa dipakai untuk pengalihan. Kalau sekarang, mereka benar-benar tidak menarik, bahkan untuk sekadar pengalihan.

"Pamali bengong di depan makanan!"

Azlan menoleh mendengar suara adiknya. Sekejab saja ingatan tentang semalam menepi dari kepalanya.

"Kok bisa di sini?" tanya Azlan. Seingatnya dia tidak mengundang Rafael kemari.

"Diajak Bang Raja," jawab Rafael sembari duduk di salah satu kursi makan dan mengambil lauk pauk untuk dia letakkan di piringnya sendiri.

"Enak aja! Lo yang maksa pengen ikut!" bantah suara Raja diikuti kemunculan sosoknya di ruang makan.

Rafael terkekeh, "Mumpung akhir pekan dan gue lagi nggak berniat kemana-mana."

Azlan tersenyum, tapi dia tak mengatakan apa-apa.

"Terus kenapa lo malah makan sekarang? Nggak jadi ikut jemput Kak Ava?" tanya Raja sembari membuka lemari pendingin.

"Lo aja deh, Bang! Gue sama Bang Azlan."

"Yaudah," setelah meneguk sebotol air mineral dan mengambil sebuah apel, Raja beranjak hendak meninggalkan area dapur. Tapi pergerakannya terhenti karena panggilan dari Azlan.

"Nanti nggak usah bicarain hal nggak penting!" kata Azlan mengingatkan.

"Apaan sih, emang gue pernah bicarain hal nggak penting?" balas Raja setelah memutar bola matanya.

"Lo biasanya gitu."

"Enggak."

Azlan tak membalas lagi. Dan Raja melanjutkan langkahnya meninggalkan area dapur.

"Bang," Rafael bersuara.

Azlan mendongak dan menatap anak laki-laki itu dengan ekspresi seakan bertanya, 'Apa?'

Kalau Jadi Jodoh (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang