Tiora masih berdiri di balik pintu kamar Vano. Dia belum pulih dari rasa terkejut setelah Vano mencium dan mencumbu dengan cara paling gila sepanjang hidupnya. Ini bukan ciuman pertama baginya, dia sudah pernah melakukannya dengan Vano. Beberapa kali. Tapi yang ini sedikit berbeda. Paling liar dan seksi.
Tiora tidak memiliki kekuatan untuk pindah dari tempatnya berdiri, tulang-tulang penyangga kakinya berubah bagaikan jelly. Sangat lemas. Dia ingin lari dari kamar ini, bersembunyi di suatu tempat karena malu. Dia tidak punya kekuatan untuk menatap wajah Vano setelah kejadian ini. Tapi setelah dia pikir ulang, itu terlalu berlebihan.
Tiora menggigit bibir, menimbang, memikirkan apa yang harus dia lakukan. Namun, pikirannya buntu, dia tidak tahu harus berbuat apa. Saat dia ingin melangkah keluar dari sana, wajahnya menabrak dada bidang Vano yang baru saja masuk, pria itu menutup pintu dengan cepat.
"Mau ke mana?" tanya Vano pada Tiora yang terdiam ditempatnya, sambil menatap dengan begitu memuja.
"Y-ya?"
"Kamu mau ke mana?" Vano menyisir rambut gelapnya dengan jemari, membuat rambut itu sedikit berantakan. Bibirnya terkatup dan serius, sepertinya dia sedang tegang hari ini.
"Keluar kamar kamu." ucap Tiora yang masih kehabisan napas.
"Kenapa?"
"Karena kamu berbahaya." kata Tiora, dengan jujur.
"Berbahaya?" Vano mengernyit, mengisyaratkan bahwa dia tidak mengerti dengan perkataan Tiora. "Maksudnya?"
"Kamu tiba-tiba mencium saya. Sumpah, Vano. Kamu ini berbahaya karena punya hobi mencium orang secara tiba-tiba." Tiora menghapus jejak bibir Vano dengan jari-jemarinya, seakan ciuman Vano tadi adalah racun mematikan yang harus dia hapus segera mungkin.
"Tapi kamu menikmatinya."
Tiora terdiam sementara Vano hanya tersenyum, Vano maju selangkah lebih dekat-menyisakan sedikit ruang di antara mereka.
"Eh, kata siapa?" Tiora mulai tergagap, otaknya sibuk menyusun rangkaian kata untuk melakukan pembelaan. "Itu... tadi saya... tadi sebenarnya saya mau menghindar tapi gerakan kamu terlalu cepat. Kamu langsung main cium bibir saya." Tiora memundurkan tubuhnya ketika Vano makin mendekat.
"Yakin?" Vano merengkuh pinggang Tiora, sangat erat. Dia mengangguk-anggukan kepalanya seakan berpikir. Sejurus kemudian, Vano mendekatkan wajahnya ke wajah Tiora. Perempuan itu ingin mundur. Tapi tidak bisa, tubuhnya terhimpit tembok dan pintu. Pada akhirnya, Tiora memejamkan mata, merasa pasrah jika Vano akan mendaratkan ciuman di bibirnya lagi.
Diam-diam, Tiora mulai menghitung dalam hati. Menyiapkan diri dengan tindakan Vano yang mungkin membuat akal sehatnya kabur dari tempatnya.
Satu...
Dua...
Tiga...
Napas Vano semakin dekat menyapu wajahnya.
Empat...
Lima...
Enam...
Tidak ada yang terjadi.
Pada detik keenam, Tiora perlahan membuka matanya, mengintip apa yang sedang dilakukan Vano. Sialan! Vano sedang menahan tawa sambil mengangkat satu alisnya.
"Kamu menunggu saya untuk mencium kamu, ya?"
"Percaya diri sekali!" Gerutu Tiora kesal karena berhasil Vano jahili. "Tadi saya kelilipan. Makanya saya menutup mata."
"Bohong." Seketika tawa Vano meledak mengisi ruangan. Vano berjalan menuju lemari, memilih kaus dan memakainya dengan cepat. Tanpa pikir panjang, Tiora menggunakan kesempatan itu untuk membuka pintu, bersembunyi dari jangkauan tangan Vano.

KAMU SEDANG MEMBACA
MR. ANNOYING
Romance[SOME PARTS ARE PRIVATE. FOLLOW TO READ.] WARNING! AKAN ADA BANYAK ADEGAN DEWASA. Tiora Lunardi, si dokter cantik yang mempunyai perasaan terpendam selama bertahun-tahun pada pria bernama Drian. Tapi, siapa sangka kalau Drian justru malah memiliki h...