Tiora merasa seluruh sarafnya menegang. Dia panik. Oh tidak, ini tidak boleh terjadi. Tiora menutup mata untuk sesaat, mencoba keluar dari situasi aneh ini. Tapi sial, saat dia membuka mata, Vano masih menatapnya dengan intens di depan sana.
Vano meneguk ludahnya. Sedangkan Tiora, perempuan itu sibuk mengalihkan pandangannya ke arah lain, meninggalkan tatapan Vano saat ini.
"Jadi..."
"Kejadiannya tiga tahun lalu." Tiora membuang napasnya lewat mulut. "Hari itu, saya baru selesai tugas. Masih jadi dokter intern di salah satu rumah sakit. Niat saya mau mengunjungi pasien, anak kecil yang terkena leukimia. Eh, di samping kamar rawat anak itu, ada kamu, duduk dengan kebingungan sambil menarik rambut berulang kali. Awalnya saya mau mengabaikan kamu. Tapi, saya takut kamu mengganggu anak kecil yang sedang beristirahat itu atau mengganggu pengunjung rumah sakit yang berlalu lalang." Tiora memberanikan diri menatap Vano. "Tiba-tiba insiden itu terjadi."
Untuk alasan yang sulit dijelaskan, Tiora merasa sebal membayangkan tentang kejadian itu. Kalau saja dia bisa menghindar, mungkin bibirnya dan bibir Vano tidak akan pernah bertemu.
"Meskipun kamu tidak ingat, saya punya satu permintaan untuk kamu. Saya tidak pernah menceritakan ini kepada siapapun. Baik Vania ataupun Drian. Ah, terutama Drian, jangan katakan tentang ini pada Drian. Jadi, mari kita bersandiwara layaknya kita tidak pernah--"
Bibir Vano menghentikan ucapan panjang lebar Tiora. Tiora meronta agar Vano melepaskan ciuman mereka. Tapi sayang, tangan Vano berada di belakang leher. Seolah menahan Tiora agar tidak melepaskan diri dari pagutan bibirnya. Lalu bibir seksi Vano berpindah, mengecup leher Tiora. Begitu lembut dan bernafsu hingga Tiora hampir kehabisan napas. Tangan Vano bergerak meraih pinggang ramping Tiora, merapatkan tubuh mereka hingga dada Tiora menempel erat di dadanya.
Vano melepaskan bibirnya, namun membiarkan tangannya berada di belakang leher Tiora, menjaga jarak mereka tetap dekat. Membiarkan Tiora merasakan aroma mint yang keluar dari hembusan napasnya.
Tiora terengah, bersiap mengeluarkan kalimat semburan sambil mencoba mengatur ritme napasnya. "Kamu--"
"Seberapa spesial Drian ada di hati kamu? Kenapa permintaan yang kamu ajukan pada saya selalu tentang Drian? Kenapa kamu selalu membicarakan Drian di depan pria yang menginginkan kamu?" Vano menghela napas, untuk kali ini dia tidak bisa menahan diri mengeluarkan ekspresi muak karena selalu ada nama Drian yang terselip di setiap obrolan mereka. "Saya ingat Dokter Tiora, dan anak kecil yang kamu maksud, dia mendiang anak kandung saya."
Belum juga Tiora keluar dari rasa terkejut karena ciuman mendadak itu, rasa terkejut kembali hadir untuk yang kedua kali mendengar kalimat terakhir yang Vano ucapkan. Kening Tiora mengerut, untuk beberapa saat dia mengamati perubahan raut wajah Vano, pria itu memilih memandang lurus ke depan daripada mengadu pandangan dengan Tiora. Kemudian, setelah menarik napas yang cukup panjang, Vano pergi meninggalkannya dengan emosi yang masih berkecamuk di dalam dada.
Seketika, kejadian masa lalu kembali hadir dalam ingatan Tiora...
.
"Dokteeeerrr!" Suara panggilan dari anak kecil yang tengah terbaring di atas ranjang membuat Tiora tersenyum lebar. "Aku senang, Dokter datang." anak kecil itu memeluk pinggang Tiora dengan erat, seakan ingin mengatakan jika dia merindukan Tiora.
"Dokter juga senang bertemu Zeline." Tiora tersenyum lebar, mengacak-acak puncak kepala anak perempuan itu.
"Dokter ayo temani aku main Barbie. Tadi, Papa datang bawa banyak mainan." Pinta anak kecil bernama Zeline dengan semangat dan seperti sebelumnya, Tiora menurut.
![](https://img.wattpad.com/cover/232745707-288-k973003.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
MR. ANNOYING
Любовные романы[SOME PARTS ARE PRIVATE. FOLLOW TO READ.] WARNING! AKAN ADA BANYAK ADEGAN DEWASA. Tiora Lunardi, si dokter cantik yang mempunyai perasaan terpendam selama bertahun-tahun pada pria bernama Drian. Tapi, siapa sangka kalau Drian justru malah memiliki h...