26

19.5K 1K 35
                                    

Vano masih mengangkat jas nya di atas kepala Tiora. Bahkan saat keduanya tiba di depan pintu mobil BMW putih milik Vano, pria itu masih memilih untuk menutupi kepala Tiora dengan jas nya, meninggalkan rambut dan kemeja nya yang basah oleh air hujan. Setelah memastikan kalau Tiora sudah duduk nyaman di kursi penumpang, Vano memutari mobil, masuk, dan duduk di kursi kemudi.

"Kemeja kamu basah. Kamu bisa sakit, Stevano."

Jari-jari Vano menyentuh kulit pipi Tiora, mencoba mengatakan pada Tiora kalau dirinya baik-baik saja, apalagi saat pandangannya menangkap Tiora yang terlihat khawatir di depan sana. "Nanti aku ganti habis mengantar kamu pulang."

"Masih ada kaus kamu di lemari aku." Tiora memandang Vano yang tengah menyisir rambut basahnya. "Ganti kemeja basah ini dengan kaus itu."

"Kaus? Yang mana?" Kening Vano berkerut, pria itu memundurkan tubuhnya, memberikan jarak antara keduanya.

"Kaus..." Tiora merasakan ada tarikan tidak wajar di dalam sana, tubuh Vano seperti mengalirkan getaran listrik dan membangunkan sesuatu dalam dirinya. Tiora merasakan jantungnya berdebar dengan keras. Apalagi saat ibu jari Vano mengusap bibir bawahnya dengan gerakan pelan. "Kaus yang aku pinjam waktu kita liburan."

"Oh, yang itu." Vano langsung menaruh jasnya yang basah di sudut jok belakang. Tangannya sibuk meraih sesuatu di belakang sana. Setelahnya, dia memposisikan satu tangannya ke depan. Memperlihatkan barang yang dia sembunyikan di dalam mobilnya. "Tiora."

"Iya?" Tiora membuka mulut karena terkejut. "Ini?" Banyak reaksi yang tersimpan di wajah Tiora, sesuatu yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Tapi dari semua reaksi, rasa terkejut mendominasi wajah cantik itu.

"Ini hadiah untuk kamu."

"Hadiah?" Kali ini, giliran kening Tiora yang berkerut kebingungan. "Memangnya kita sedang merayakan apa?"

"Tidak merayakan apa-apa, aku hanya mau memberi kamu bunga saja." Vano memindahkan buket bunga mawar biru pada Tiora yang disambut antusias oleh perempuan itu. "Aku tidak tahu bunga apa yang kamu sukai. Tapi, aku harap kamu menyukai bunga ini." ucap Vano yang membuat Tiora mengulum senyum. Buket bunga yang sengaja dia pesan sejak dua hari lalu dan dia ambil tadi saat perjalanan menuju rumah sakit ini.

"Terima kasih hadiahnya." Tiora melirik ke tumpukan bunga mawar biru yang tersusun rapi, terdapat kertas ucapan di sana, lalu dia menatap intens pada Vano. "Ngomong-ngomong, bunga apapun tidak masalah, apalagi bunga bank."

"Kamu mata duitan ternyata, ya?" ucap Vano dengan nada bercanda yang membuat mereka tergelak tawa. "Simpan bunga ini baik-baik. Aku mohon jangan kasih bunga ini ke ibu kos kamu, karena takutnya ibu kos kamu mengira aku suka sama dia." Sekali lagi, ucapan konyol itu membuat Tiora tertawa cukup lebar.

.

.

.

Perjalanan yang ditempuh dari rumah sakit menuju tempat kos memakan waktu empat puluh menit, dua puluh menit lebih lama dari biasanya. Sebelum sampai di sini, Vano sempat membawa Tiora mengunjungi kedai pinggir jalan yang menjual makanan Korea, membeli dua porsi paket ayam madu dan Kimbab. Belum lagi, jalanan yang macet karena genangan air di beberapa titik sedikit menghambat mereka pulang tepat waktu.

Keduanya terdiam cukup lama di dalam kamar Tiora. Ada kecanggungan yang tiba-tiba datang menghampiri.

Sialnya, Tiora menangkap mata Vano yang berhenti sejenak, pria itu menyipitkan mata; berfokus memperhatikan bagian dadanya. Otomatis, Tiora meletakkan kedua tangannya; membentuk huruf X di depan dada. Apalagi saat dia sadar kalau bagian itu sedikit menerawang basah.

MR. ANNOYINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang