Vano bertekad menuju apartemen elit di kawasan Pasteur seorang diri, mengabaikan permintaan Jevin untuk pergi bersama. Vano tidak sesabar itu untuk menghajar Drian, menghancurkan wajah kebanggan pria itu atau mungkin, melakukan hal yang lebih dari sekedar membuat wajah Drian babak belur.
Dia berjalan melintasi penghuni dan petugas apartemen, lalu menekan tombol lift. Vano bergumam pada dirinya sendiri hal apa yang harus dia lakukan saat tiba di unit apartemen sewaan Drian yang Jevin maksud.
Saat tiba di lantai yang dituju, Vano langsung fokus memandangi pintu coklat tua. Mudah bagi Vano dan Jevin mendapat kunci akses ke unit ini dengan berbagai koneksi yang mereka miliki.
Tanpa permisi, dia langsung membuka pintu dengan kartu akses di genggamannya. Vano masuk dengan wajah tenang, kemarahannya berlari entah kemana atau belum berlari, namun dia sembunyikan amarahnya itu dengan baik.
Belum ada hal menarik perhatiannya dari unit apartemen ini, selain langit-langit tinggi yang menghasilkan ruang hunian yang lebih dingin dan penempatan furnitur-furnitur indah di dalam sana. Tapi, Vano salah. Semakin dia melangkah jauh ke dalam, fakta menunjukan sebaliknya. Ada hal menarik dari apartemen ini selain beberapa hal tadi.
Ada baju yang dia kenali tergeletak di lantai. Tidak jauh dari itu, ada bra dan celana dalam yang ikut tercecer. Hingga akhirnya, Vano sampai di depan pintu kamar yang sedikit terbuka. Terdengar suara seperti orang kehabisan napas dan terengah-engah. Vano semakin berani melangkah terus ke dalam, satu tangannya bekerja membuka pintu kamar itu lebih lebar.
Pemandangan di depan sana sungguh membuat Vano terkejut. Ada Davina yang bertelanjang bulat sedang menungging menghadap ke arahnya. Di depan perempuan itu, Drian sedang berlutut sambil meremas payudara Davina.
Kepala Drian menengadah ke belakang, matanya terpejam dan mulutnya terbuka. Davina yang berada di depan Drian langsung terpekik melihat Vano layaknya tamu tidak diundang mengganggu aktivitas mereka.
Ternyata ucapan Jevin bukan isapan jempol belaka, Davina dan Drian memang mempunyai hubungan istimewa.
.
.
.
Vano membawa mobilnya dengan laju tinggi memasuki salah satu cluster di kawasan Dago. Bagaikan pria yang tidak punya etika, Vano langsung menyambar pintu tanpa mengucap salam. Sosok Jevin yang sudah menunggunya di ruang tengah langsung menghampiri.
"Lo kenapa bisa nuduh Drian? Jelas-jelas Drian ada di Bali sama gue waktu kecelakaan itu terjadi."
"Lo dateng gak ngucap salam, gue jadi kaget." rutuk Jevin saat Vano datang, pria itu langsung berjalan menuju meja depan sofa, membuka dan membawa amplop coklat berukuran A4. "Bali? Halah, dia sih enak bersandiwara di Bali, tinggal nyuruh orang dan terima hasil beresnya aja. Kita bicarakan ini di ruang kerja gue."
Vano merebut amplop itu saat mereka tiba di ruang kerja Jevin. Dia mendaratkan bokongnya di sofa dan mulai menjajarkan kertas juga foto di atas meja. Beberapa detik kemudian, Vano terpaku, tubuhnya mendadak kaku.
Di dalam amplop berisi banyak foto Drian dan Davina, bukan hanya satu. Tapi begitu banyak foto. Yang paling membuat Vano begitu terkejut adalah... ada foto Drian dan Davina tengah berciuman.
Apa yang terjadi antara Drian dan Davina sebenarnya? Apa hubungan keduanya dengan kecelakaan itu? Vano menatap deretan foto dan Jevin secara bergantian dengan tatapan bingung.
Jevin mulai bergabung di sofa dan memperhatikan Vano, dia melipat kedua tangan di depan dada sambil menyandarkan tubuhnya di leher sofa.
"Lo pernah cerita kalau pihak berwajib yang menangani kasus kecelakaan itu lamban bergerak. Menurut informan gue, Drian bayar mereka. Termasuk tentang rekaman CCTV. Yang jelas, rekaman itu gak rusak. Tapi, diamankan sama orang ini."

KAMU SEDANG MEMBACA
MR. ANNOYING
Lãng mạn[SOME PARTS ARE PRIVATE. FOLLOW TO READ.] WARNING! AKAN ADA BANYAK ADEGAN DEWASA. Tiora Lunardi, si dokter cantik yang mempunyai perasaan terpendam selama bertahun-tahun pada pria bernama Drian. Tapi, siapa sangka kalau Drian justru malah memiliki h...