Pukul sembilan pagi, Tiora terdiam bermalas-malasan di atas tempat tidur. Memperhatikan Vano yang lebih memilih tidur, beristirahat sebentar setelah permainan kedua mereka pagi ini. Iya, dilakukan pagi hari saat orang lain sibuk melakukan aktivitas seperti bekerja, makan, mandi, mereka malah memilih melakukan 'aktivitas produktif' yang agak berbeda dibanding kebanyakan orang di luar sana.
Tiora merengkuh selimut dan menutupi tubuhnya. Segera bangun dari tempat tidur dan mandi untuk yang kedua kali, sebelum dia pergi ke dapur; menyiapkan sarapan.
Saat Tiora kembali ke kamar, mengenakan dress berwarna putih dengan renda lace nya, ponsel Vano bergetar cukup keras di atas nakas. Dia berjalan secara perlahan, mengambil ponsel Vano, menutupnya sekuat mungkin; mengurangi suara getaran tadi.
Tiora berjalan menuju dapur, matanya sibuk menatap nomor yang tertera di layar. Nomor yang tidak Vano simpan dalam buku kontaknya. Dia sempat ragu menerima panggilan itu, ini ponsel Vano, salah satu bagian dari privasi pria itu. Tapi, dia tidak mungkin membangunkan Vano. Vano baru saja tertidur dan Tiora tidak ingin pria itu bangun dari alam mimpinya.
Saat Tiora ingin menekan tombol menerima panggilan, tiba-tiba panggilan itu berakhir begitu saja. Tidak lama, panggilan dari nomor yang sama masuk kembali. Tanpa ragu, Tiora langsung mengangkat dan menempelkan ponsel itu ditelinganya.
"Halo Vano, kamu di mana? Aku sudah ada di kantor kamu dari tadi. Menunggu kamu, aku mengirim pesan ke nomor kamu berkali-kali. Tapi, nggak kamu balas. Kamu masih marah sama aku? Ayolah, Vano." suara di seberang sana terdengar begitu manja. "Kamu mau datang ke sini jam berapa? Aku nggak masalah menunggu, asal bisa bertemu kamu. Membahas perihal desain yang sempat tertunda waktu itu."
"Maaf, ini dengan siapa?" tanya Tiora dengan kalut, apalagi suara perempuan di panggilan ini nampak riang nan menggoda.
"Loh, ini--" suara di ujung panggilan sedikit tercekat. "Ini nomor Vano, kan? Kok yang jawab perempuan? Eh tapi, gak mungkin saya salah nomor. Ini nomor Stevano, iya kan?"
"Iya, ini nomor Vano." kata Tiora, tangan kirinya meraih siku tangan kanan. "Ini siapa?"
"Davina, teman spesialnya Vano." Dan perasaan aneh menyelusup masuk ke dalam relung hati Tiora. Dada Tiora terasa nyeri mendengar nama Davina, rasa sakit itu menjalar hingga ke seluruh bagian tubuhnya. "Seharusnya saya yang tanya kamu siapa?" tambah perempuan itu.
"Istrinya Vano." jawab Tiora dengan berani. Dia menghela napas untuk mengumpulkan semua rasa percaya diri yang sempat hilang, entah karena apa. Apalagi saat Davina menyebutkan nama.
"Istri? Vano itu mantan suami saya dan dia belum menikah lagi dengan siapapun. Bahkan sampai sekarang. Kamu jangan mengada-ngada!" ucap Davina, suaranya terdengar sedikit bergetar di sana.
Tiora menegakkan tubuhnya. Menghela napas yang cukup panjang. "Ada apa kamu menghubungi Vano? Kenapa kamu bisa tahu nomor Vano?"
"Eh jawab!" kali ini, nada tinggi berhasil perempuan itu keluarkan. "Kamu bohong atau bagaimana? Ini nggak lucu. Mana Vano? Saya mau bicara sama dia."
"Bicara sama saya, akan saya sampaikan semua pesan kamu untuk Vano."
"Saya mau bicara dengan Vano, bukan kamu!"
"Kalau tidak ada yang ingin kamu sampaikan, saya tutup panggilannya."
Tiora memutuskan sambungan teleponnya, tangan Tiora menyilang di depan dada. Memeluk tubuhnya erat. Dia memejamkan mata sebentar, mengambil napas panjang, lalu mengeluarkannya secara kasar. Tiora menggeleng pelan, tanpa mau berlama-lama terjebak dalam pikiran negatif mengenai Davina dan Vano, Tiora segera menyimpan ponsel Vano di atas meja marmer dapur, menuju kulkas; mencari apapun yang bisa dia makan atau masak.

KAMU SEDANG MEMBACA
MR. ANNOYING
Roman d'amour[SOME PARTS ARE PRIVATE. FOLLOW TO READ.] WARNING! AKAN ADA BANYAK ADEGAN DEWASA. Tiora Lunardi, si dokter cantik yang mempunyai perasaan terpendam selama bertahun-tahun pada pria bernama Drian. Tapi, siapa sangka kalau Drian justru malah memiliki h...