32

19.5K 922 36
                                    

Seperti yang direncanakan sebelumnya, Vano dan Tiora melangsungkan pernikahan dengan persiapan yang kurang dari dua hari. Awalnya, keluarga Tiora juga sama-sama terkejut dengan keputusan mereka berdua. Tapi sekali lagi, Vano berhasil meyakinkan keluarga Tiora dan bersumpah, meskipun cinta yang dia berikan pada Tiora belum sebesar cinta keluarga Tiora kepada perempuan itu, tapi... Tiora adalah perempuan yang dia cintai dan akan dia bahagiakan selama hidupnya.

Vano hanya mengundang keluarga inti, begitu juga Tiora. Dia hanya mengundang keluarga inti dari pihak sang Ibu.

Bukannya Tiora tidak mau mengundang keluarga dari pihak sang Ayah. Vano sudah mengundang, bahkan pria itu rela melakukan apa pun asal Ayah Tiora bisa hadir menjadi saksi pernikahan mereka. Namun, Ayah Tiora menolak dengan berbagai alasan. Dia lebih memilih menyerahkan urusan pernikahan putri pertamanya itu ke pengurus setempat.

Acara pernikahan itu berlangsung seadanya namun tidak meninggalkan kesan elegan. Baju pengantin yang mereka pakai bergaya kasual. Apalagi gaun pernikahan yang Tiora kenakan, gaun itu berwarna putih dengan panjang bahan 3/4 dari tubuh rampingnya. Desain nya simpel, tapi sangat pas membalut badan Tiora. Benar-benar menggambarkan sosok Tiora yang sederhana.

Perempuan itu tidak memakai hak tinggi, justru menggunakan sneakers pasangan, mirip dengan yang Vano pakai, berwarna senada sesuai baju pernikahan mereka.

"Cantik banget ya menantu Mama." Kata Mama Tina, sambil terus mengamati Tiora dan kesibukannya di depan sana. Perempuan itu tengah berbincang hangat dengan Ibu dan beberapa saudara lain.

Vano menoleh, memindahkan pandangannya pada Mama Tina yang duduk di sebelah kanannya. "Iya." kata Vano, bersedekap di atas sofa. Pandangannya kembali menatap sosok perempuan yang resmi menjadi istrinya itu.

"Mama senang kamu memilih Tiora, bukan perempuan lain."

"Aku juga senang menikahi dia." Vano tersenyum dan mengangguk kecil. Dia sudah tahu Mama nya akan mengatakan hal itu. Intuisi seorang ibu memang selalu tepat. Apalagi sejak awal, Mamanya menerima Tiora masuk ke tengah keluarga.

Vano berdiri dari sofa, membawa kaki panjangnya menuju Tiora yang sudah terlihat akrab dan tidak canggung dengan keluarganya. Vano meraih tangan Tiora, melingkarkan satu tangannya pada pinggang perempuan itu, memiringkan kepala dan memosisikan bibirnya tepat di samping telinga Tiora.

"Kata mertua kamu, kamu cantik." bisik Vano.

Mau tidak mau, Tiora berbalik dan tersenyum. "Terima kasih." sahut Tiora. "Kata adik dan sepupu aku, kamu tampan." senyum simpul Tiora mengembang. "Aku suka tema pernikahan ini. Lebih terasa personal."

"Kamu suka?" Vano dan Tiora saling pandang. "Tadinya aku mau membuat pernikahan kita ini meriah. Tapi, waktunya mepet."

"Yang terpenting, bukan seberapa meriah acaranya. Tapi, kehadiran kamu dan sah-nya hubungan kita." Tiora tersenyum, membawa tangannya menuju dada Vano dan mengusapnya perlahan.

"Ngomong-ngomong, aku suka pilihan gaunmu ini. Maksud aku..." Mata Vano menatap gaun pengantin yang melekat pada badan Tiora dari atas ke bawah, matanya bergerak bagai mesin pemindai, seolah sedang menunjukkan pada Tiora dia sudah menemukan cara untuk menyingkirkan gaun itu secara cepat. "Simpel dan nggak membuat aku kebingungan membukanya nanti."

Tiora menutup mulut Vano dengan telapak tangannya secepat kilat. Dia melirik ke kanan dan ke kiri, seolah memastikan orang-orang yang tengah duduk di dekatnya tidak mendengar ucapan itu dengan jelas.

"Asik, belah duren." ucapan dengan nada menggoda di balik punggung keduanya membuat Tiora dan Vano kompak memandang ke arah sumber suara. "Aku sudah nggak sabar gendong hasil perbuatan kalian berdua." kata Raphael dengan maksud menggoda.

MR. ANNOYINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang