Situasi canggung yang terjadi memaksa Davina maupun Drian menghentikan kegiatan mereka. Keduanya mencari pakaian yang tercecer di sembarang tempat sambil menampilkan ekspresi panik. Tentu, hal ini menjadi hiburan tersendiri bagi Vano.
"Vano..." Seolah berniat meluruskan apa yang terjadi, Drian langsung mengeluarkan suara. Namun sayang, badannya yang bertelanjang bulat menghambat dia menjelaskan keadaan ini. Dengan terburu-buru, pria itu menutupi bagian bawahnya. "Vano, jangan salah paham. Gue bisa jelasin semuanya!"
Cukup sudah kesabaran Vano menipis. Dia tidak bisa melihat Drian berpura-pura lagi. Vano menarik napas dan menyugar rambutnya, mengumpulkan semua kekuatan yang dimiliki. Dalam hitungan ketiga, dia berjalan mendekat ke arah Drian; melayangkan tinjunya tepat mengenai wajah pria itu.
Otomatis, tindakan Vano membuat Davina berteriak kaget. Apalagi saat Drian tersungkur ke atas lantai, dengan keadaan belum sepenuhnya mengenakan pakaian. Drian meringis, darah segar keluar dari sudut bibirnya.
Tanpa aba-aba, Vano kembali menerjang Drian. Kali ini, ke bagian perut hingga Drian terjungkal untuk yang kedua kali. Tepat saat dia ingin menyerang Drian lagi, Drian cepat tanggap dan bangkit dari posisinya.
Drian mengarahkan jari telunjuknya tepat di depan wajah Vano. "Lo gila? Kita bisa bicarakan ini secara baik-baik!"
"Bicara baik-baik gak akan bikin adek gue hidup lagi, gak akan bikin nyokap gue sembuh dari tekanan batin karena belum bisa nerima kepergian adek gue!!"
Vano kembali menyerang Drian. Namun, Drian justru balik menyerang Vano. Suara pertengkaran di unit apartemen itu terdengar nyaring. Saking nyaringnya sampai Davina berlari meminta pertolongan melalui sambungan telepon. Tapi, usaha yang dilakukan gagal. Vano lebih dulu merebut gagang telepon dari tangan Davina. Dia merusak kabelnya dan perempuan itu menjerit ketakutan.
"Pura-pura saling benci padahal saling cinta. Gue akui, gue salut sama akting kalian berdua." Tembok rasa percaya yang Vano bangun bertahun-tahun pada Drian hancur berkeping-keping. Rasa marah yang dia tahan sejak datang ke apartemen ini, muncul begitu saja. "Hebat ya, habis bikin anak orang meninggal terus enak-enakan berhubungan seks. Hidup tanpa beban padahal sudah melakukan tindak kejahatan."
Meskipun Davina mencoba melerai, baik Vano maupun Drian, keduanya masih terus terlibat baku hantam. Sial bagi Drian, dia tidak cepat menghindar dari amukan Vano. Alhasil, dia berakhir dengan badan tertelungkup di atas meja, tangannya di kunci oleh Vano. Kepalanya terasa ingin pecah saat tangan Vano menekan bagian itu terus-menerus ke atas meja.
"Kenapa lo bunuh Raphael? Kenapa lo bikin Tiora koma? Kenapa?" Vano berteriak, dia masih menekan kepala Drian. Tindakannya itu menyebabkan rasa sakit dan membangkitkan amarah Drian karena dia tidak lebih kuat dari Vano. "Raphael sama Tiora punya salah apa sama kalian berdua?"
"Lo ngomong apa, Stevano? Gue gak paham."
"Lo paham, lo ngerti apa yang gue bicarakan. Lo dan Davina pelakunya. Gak usah mengelak lagi." Sikap Drian yang terus-menerus berpura-pura membuat Vano jengah, emosi dalam dirinya memuncak.
"Gak!" bisik Drian. "Gue gak bunuh Raphael." suara Drian bergetar. "Gue..."
"Bisa berhenti bersandiwara? Topeng lo udah jatoh. Gue tahu siapa lo sebenarnya." Vano membalik tubuh Drian. Dia mencekik leher Drian hingga pria itu kesulitan bernafas. Monster yang ada di dalam diri Vano keluar, seolah siap untuk membunuh Drian dengan kedua tangannya. "Kenapa lo melakukan semua itu? Kenapa?" Bentak Vano, sampai suaranya bergemuruh di sana.
"Vano..." Drian terbatuk kecil, masih berusaha melepaskan tangan Vano dari lehernya. "Iya.. iya.. gue ngaku! Gue gak sengaja bunuh Raphael, puas?"
Demi apapun yang ada di muka bumi, Vano ingin membunuh Drian saat ini juga. Apalagi, Drian mengatakan semua itu dengan penuh penekanan. Seakan tidak puas dengan pengakuan Drian, Vano setia menatap Drian dengan begitu dingin; menunggu lanjutan kalimat yang akan dikeluarkan pria itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
MR. ANNOYING
Romance[SOME PARTS ARE PRIVATE. FOLLOW TO READ.] WARNING! AKAN ADA BANYAK ADEGAN DEWASA. Tiora Lunardi, si dokter cantik yang mempunyai perasaan terpendam selama bertahun-tahun pada pria bernama Drian. Tapi, siapa sangka kalau Drian justru malah memiliki h...