17

22.2K 1K 7
                                    

Vano menyandarkan tubuhnya pada tembok besar, satu tangannya masuk ke dalam kantong celana jeans yang dia pakai. Sedangkan Drian, pria itu berdiri di samping Vano sambil menatap lurus pintu kamar apartemen di depan mereka.

Vano menunggu hari ini tiba. Dia sangat tidak sabar. Beberapa kali, Vano menggerakkan ujung kakinya, memperlihatkan betapa gelisahnya dia saat ini karena perempuan yang dia rindukan ada dibalik tembok itu.

Suara pintu terbuka mengalun di telinga. Vano segera menegakkan tubuhnya. Sementara Drian menepuk bahu Vano, memberi isyarat kalau dia akan menjauh dari sana beberapa jarak, memberikan sedikit waktu untuk Vano dan pujannya melepas rindu.

Dalam hitungan detik, Vano hanya mampu mematung. Matanya tidak mampu lepas dari perempuan yang berdiri di depannya. Namun sejurus kemudian, Vano tersenyum lega, itu Davina-nya. Masih terlihat cantik seperti biasa. Perempuan penting dalam hidupnya berhasil ditemui setelah melakukan perjalanan panjang selama lima belas jam lebih dari Jakarta menuju Paris.

Dengan percaya diri, Vano membawa kaki panjangnya menuju ke arah Davina, satu tangannya terbuka lebar untuk memeluk Davina. Vano mendekatkan wajahnya ke arah Davina, bersiap untuk mendaratkan ciuman pada kening perempuan itu. Namun, saat ini ada yang berjalan tidak sesuai harapan.

Davina membuang muka.

Seakan tidak mengizinkan bibir Vano mendarat pada kulit lembut keningnya. Tentu saja tindakan itu membuat kening Vano berkerut.

"Kamu? Ada apa datang ke sini?" Davina memberikan sambutan dingin.

"Ayo pulang, Zeline membutuhkan kamu. Berapa lama lagi aku harus menunggu kamu pulang? Dua tahun kamu tidak pulang dan selalu beralasan sibuk dengan pekerjaan. Sesibuk apa kamu sama pekerjaan sampai kamu tidak menyempatkan diri untuk pulang ke Jakarta? Sepenting apa pekerjaan kamu sampai kamu melupakan anak kamu sendiri?"

Davina hampir membuka mulutnya untuk membalas ucapan Vano, namun suara bariton seorang pria membuyarkan niatnya

"Sayang." Ucap seorang pria dengan tinggi 180 cm dengan aksen bahasa Inggris yang sempurna, mempertontonkan perkawinan tubuhnya. Terutama kulit cokelat eksotisnya yang terbuka tanpa tertutup sehelai kain pada bagian dada. "Ada apa?"

"Tidak ada apa-apa." Jawab Davina dengan tegas, sebagian dalam dirinya panik dan sibuk menutupi pintu, menghalangi Vano melihat lebih jauh apa yang terjadi di dalam sana.

Vano memajukan tubuhnya ke depan. Tangan Vano berusaha meraih tangan Davina, tapi perempuan itu menghindar. "Siapa dia?"

"Bukan urusan kamu. Vano please, pergi dari sini. Iya aku pulang tapi nanti. Pekerjaan aku masih banyak. Kamu tahu kan, dunia modelling di Paris itu--"

"DAVINA!" Vano mencoba untuk mengeluarkan rasa berat dalam dadanya dengan helaan napas kuat. Tapi yang terjadi malah sebaliknya, dada Vano makin sesak. Seakan ada dua tembok besar tengah berjalan dan siap menghimpit tubuhnya.

Wajah Vano mengeras, dia bahkan terlihat memandang Davina dengan garang.

"Kamu selingkuh?" Kata Vano dengan tegas. "Oh jadi ini alasan kamu nggak mau pulang dan nggak peduli sama anak kamu? Kamu lebih mementingkan selingkuhan kamu? Apa maksud dari semua ini? Kalau kamu mau bercanda, sumpah! Candaan kamu nggak lucu, Davina." Ucap Vano dengan nada tegas dan menunjukkan kekesalannya pada Davina.

"Siapa yang selingkuh, Vano?"

"Aku nggak buta dan nggak tuli, Davina Gunawan. Ada pria di dalam sana. Dia selingkuhan kamu? Jawab!!"

MR. ANNOYINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang