Prologue

91.1K 1.9K 30
                                    

Sabtu malam di kota Bandung, tepat dua hari setelah pengumuman seleksi ujian tulis perguruan tinggi negeri di umumkan, Tiora diajak kakek, nenek, om dan tante nya pergi ke Yogyakarta. Mereka bilang bahwa ada hadiah yang ingin diberikan atas diterimanya Tiora sebagai salah satu mahasiswa Fakultas Kedokteran. Hadiah yang tidak bisa diganti dengan materi berupa uang.

Mereka ingin mempertemukan Tiora dengan Ibu nya yang keberadaannya sudah dicari selama ini. Demi Tiora, mereka menyebar informasi di berbagai sosial media, meminta tolong pada relasi yang mereka punya, bahkan om nya rela mengelilingi Yogyakarta untuk mencari Ibu Tiora.

Tiora sudah tidak sabar untuk menginjakkan kaki di Yogyakarta. Sudah dia bayangkan bahwa ibu kandungnya akan memeluk, mengusapnya, memberi selamat karena putrinya masuk dalam jurusan paling prestisius. Selama perjalanan di dalam mobil yang dikendarai om nya, dia tidak bisa duduk dengan tenang karena perasaan campur aduk. Perjalanan yang ditempuh pun terasa lama baginya.

Menjelang pagi, Tiora tiba di sebuah rumah makan di dekat kawasan Malioboro. Tiba-tiba Tiora menjadi takut, tidak bisa menggerakkan kaki untuk turun dari kursi penumpang mobil yang dinaiki

Melalui jendela mobil yang terbuka, Tiora melihat sosok perempuan cantik dengan daster kedodoran dan rambut hitam yang diikat rapi tengah terduduk dengan begitu serius memijat-mijat bagian kaki di depan rumah makan. Seolah perempuan itu sedang mengambil jeda untuk beristirahat sebentar sebelum melayani pelanggan.

Jantung Tiora berdebar sangat kencang saat om dan tante nya menghampiri perempuan setengah baya itu. Terjadi pembicaraan serius diantara ketiganya. Perempuan setengah baya itu menatap Tiora lekat, wajahnya pucat pasi--seperti terkejut.

Tiora butuh seseorang untuk menamparnya. Itu ibu kandungnya. Yakinkan dia kalau ini bukan mimpi. Jantung Tiora berdebar sangat kencang. Tiora menahan tangis, dia memaksa untuk mengukir senyum. Harus diakui, ibu kandungnya memang terlihat sedikit tua namun tidak bisa dipungkiri bahwa kulitnya nampak sangat mulus dan bersih.

Makin lama, pembicaraan antara ketiga orang itu makin intens dan serius. Perempuan setengah baya itu berbisik menyebut nama Tiora Lunardi. Pada akhirnya, karena rasa tidak sabar ingin segera berinteraksi dengan sang ibu, Tiora turun dengan langkah sedikit bergetar.

"Ibu."

Perempuan setengah baya itu segera membalikkan tubuh, berjalan dengan cepat. Tangannya hampir menyentuh daun pintu, namun Tiora segera mencegah.

"Ibu." Sedikit rasa takut muncul dan tercetak jelas di wajah Tiora, ketakutan terbesar yang tidak ingin dia hadapi adalah... ibunya tidak menerima kehadirannya. "Ibu, ini Tiora—"

"Pergi kalian semua dari sini."

Nada tinggi yang wanita itu gunakan berhasil membuat Tiora melepaskan pegangan di tangannya.

"Maaf, saya tidak mengenal kalian, saya tidak pernah mempunyai seorang anak bernama Tiora atau apapun itu."

"Ibu, maksudnya apa?" Suara Tiora sedikit tercekat, "Bu—"

Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Tiora. Begitu keras hingga Tiora merasakan telinganya berdengung ngilu. Tamparan keras yang menimbulkan bekas merah di pipi. Samar-samar, Tiora mendengar protes dari om, tante, bahkan kakek nya yang ikut bergabung di sana. Tiora hanya tergugu diam, tidak tahu bersikap bagaimana dan berbuat apa. Sedangkan perempuan di depannya ini mulai menangis.

"Bukankah kamu sudah mendapatkan apa yang kamu inginkan? Harta, kekayaan, semua tersedia untuk kamu. Lalu, mengapa kamu mencari ibu kandung kamu yang terlahir miskin dan tidak bisa memberikan apapun untuk kamu selama ini?" tanya perempuan itu.

MR. ANNOYINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang