6

30.9K 1.5K 26
                                    

Ucapan Vano tentang membawa Tiora ke rumah orang tua nya hanyalah omong kosong belaka. Pada kenyataannya, dia membawa perempuan itu ke salah satu unit apartemen yang dia tempati. Disinilah keduanya, terduduk saling bersebelahan di dalam mobil yang terparkir di area basement.

Mata Vano menatap dan memperhatikan Tiora yang tengah tertidur pulas, perempuan itu menjadikan kaca jendela mobil sebagai tumpuan kepala.

Vano melirik arloji pada pergelangan tangan kanannya, dia menggelengkan kepala karena Tiora tertidur saat jarum jam mengarah di angka tujuh malam. Terlalu 'pagi' untuk mengakhiri malam. Pikir Vano. Mungkin perempuan ini kelelahan setelah mengalami hari yang berat.

Cukup lama mata hitam Vano memperhatikan sosok Tiora dengan seksama, sebelum akhirnya dia memutuskan untuk mengambil jaketnya di kursi penumpang, menutupi tubuh Tiora dan kembali bersuara.

"Apa yang membuat Drian mempunyai tempat spesial di hati kamu, Tiora?" suara Vano terdengar begitu pelan, nyaris seperti desahan.

Jarinya menyentuh wajah Tiora, menyusuri lekuk wajah perempuan yang terlihat begitu damai dalam tidurnya. Sorot mata Vano tidak lagi memancarkan sikap menyebalkan seperti biasanya, hanya ada kelembutan di sana.

.

.

.

Cahaya matahari pagi menembus sela-sela daun pohon mangga, membentuk beraneka ragam pola bayangan pada lantai teras, tempat yang biasa Tiora jadikan tempat bermain boneka barbie kertas yang dibeli di pedagang mainan samping sekolah dasar.

Tiora tinggal bersama Kakek dan Neneknya di rumah daerah Jalan Malabar yang sederhana. Selain itu, dia juga ditemani oleh Tante Tika di rumah itu.

Halaman rumah Kakeknya memang surga bagi Tiora. Bagaimana tidak? Disana ada tanah yang ditumbuhi oleh buah-buahan seperti stroberi, mangga, semangka, anggur, dan pohon apel yang memiliki tekstur daging lembut dan padat dibanding apel yang dijual di pasar swalayan. Tidak jarang, Tiora pun sering mengajak teman-teman di sekitar rumahnya untuk bermain disana, termasuk Drian.

Sore itu, tante, nenek dan kakek mengatakan pada Tiora bahwa ini adalah hari istimewa untuknya. Waktu itu, usia Tiora baru menginjak tujuh tahun. Neneknya bahkan memakaikan pakaian yang rapi. Rambut Tiora yang hitam legam terkuncir di kanan dan kiri, membuat dia terlihat seperti boneka yang menggemaskan. Semua orang mengatakan kalau Tiora adalah anak yang cantik dan manis. Masih Tiora ingat dengan jelas, masa-masa itu adalah masa-masa terindah dalam hidupnya. Selain itu, neneknya juga berpesan agar Tiora tidak lupa untuk mengulum senyum pada tamu spesial nanti.

Ternyata, dia diperkenalkan pada seorang laki-laki dan perempuan dewasa yang membawa seorang makhluk kecil nan lucu dan paras cantik, Adelia namanya. Tiora diharuskan untuk memanggil laki-laki dan perempuan dewasa di hadapannya itu dengan sebutan Papa dan 'Mama'.

Papa Danu dan Mama Rita

Reaksi Tiora?

Dia hanya menurut sekaligus senang bukan main. Maklum saja, selama ini dia hanya melihat Papa dan Mama nya melalui selembar kertas foto. Selain itu, rumah kakeknya bertambah ramai dengan kehadiran tiga anggota keluarga yang akan menetap bersama.

Saat kecil, Mama Rita tidak pernah memeluk dan menciumnya seperti yang dia lakukan pada Adelia. Tiora masih ingat, saat itu Papa dan Mama nya sering pergi bertamasya di hari Minggu, tetapi tidak pernah sekalipun mengajaknya.

Kalau pun di ajak, Mama Rita sudah menyiapkan seribu satu macam alasan agar dia tidak ikut pergi bersama. Seperti alasan bahwa dirinya sedang mengerjakan pekerjaan rumah dari sekolah, harus beristirahat, maupun alasan lain. Biasanya, Tiora hanya akan mengintip kepergian Papa, Mama, dan Adelia dari jendela dengan sedih.

MR. ANNOYINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang