34

19.7K 826 35
                                    

Hampir satu jam sejak Vano mengakhiri permainan panas mereka, Tiora masih belum bisa memejamkan matanya. Tangan Tiora mengusap rambut dan pipi Vano, menahan napas saat menatap pria di sampingnya tertidur dengan pulas.

Tiora merasakan hal aneh, tapi dia sukai. Mulai hari ini dan seterusnya, dia mempunyai teman tidur baru. Tiora mengamati Vano dalam diam. Pria ini sangat tampan. Terlebih Vano memiliki darah campuran dari pihak ibunya.

Dia memberanikan diri untuk menyentuh wajah sang pria dengan telunjuknya, menyusuri tulang hidung yang tinggi dan mendarat mulus pada bagian bibir pria itu. Bibir yang selalu berhasil memberikan sensasi panas, terutama inti tubuhnya.

Seketika, Tiora merasa bersalah karena Vano terjaga. Padahal, dia hanya ingin Vano makin terlelap oleh usapan lembutnya.

"Kenapa belum tidur, sayang?" Tanya Vano, mengambil tangan Tiora yang tadi bergerak dengan lincah mengelus pipinya, lalu memberi kecupan singkat di sana.

"Aku belum mengantuk."

Vano mengerjapkan mata, menoleh ke arah jam di atas nakas. "Sudah jam 1 pagi sayang, kamu bisa sakit karena kurang tidur."

Vano meraih tubuh Tiora untuk lebih dekat padanya, dia mengangkat tangannya dan mengelus rambut Tiora, bergerak naik dan turun dengan gerakan lembut. Tiora tersenyum, tidak ingin memperpanjang percakapan di antara mereka. Perempuan itu memilih untuk mengikuti ucapan Vano, segera menutup matanya. Membiarkan Vano mengelus rambutnya dengan mata yang tertutup.

.

.

.

Tiora terbangun seorang diri di atas tempat tidur dan kamar yang sudah porak poranda, benar-benar semrawut. Dia tidak menemukan Vano di sampingnya, Tiora bertanya-tanya kemana suaminya itu pergi pagi ini.

Rasa pegal dan nyeri menggelayuti segala sisi tubuh. Terutama bagian pinggul ke bawah. Tiora segera menarik selimut, menutupi tubuh telanjangnya. Memilih untuk turun dari tempat tidur terlebih dahulu.

Dia berjalan menuju kamar mandi. Seketika, Tiora menatap pada pantulan cermin, menyadari jika dirinya sudah melepaskan keperawanannya hanya untuk Vano dan mengingat kejadian semalam saat melakukan hubungan intim. Bagaimana Vano mencium bibir, menghujam lehernya dengan kecupan-kecupan singkat, dan bagaimana Vano mengelus rambutnya saat mereka tidur bersama. Semua kejadian itu masih Tiora ingat dengan jelas.

Tanpa mau diam terlalu lama di sana, Tiora segera membersihkan tubuhnya, membuka lemari Vano dan memakai kaus suaminya yang kebesaran.

Perlahan, kakinya menyusuri apartemen untuk menemukan Vano. Dia berdiri di ambang pintu sebuah ruangan yang cocok dikatakan sebagai ruang olahraga. Vano ada di sana, tengah melakukan push up.

Tiora tersenyum memandang Vano sambil menggigit ibu jarinya. Tidak membutuhkan waktu lama bagi Vano menyadari kehadiran Tiora di sana. Pria itu langsung menghentikan kegiatannya, menghampiri Tiora dengan bertelanjang dada. Tubuhnya sedikit dipenuhi oleh keringat.

"Morning, wifey. Mau berolahraga bersamaku?" Goda Vano yang membuat Tiora tersenyum geli. Tiba-tiba, Vano menarik tangan Tiora untuk masuk ke dalam sana, "Aku mau melakukan sit up. Bantu aku."

Tiora mengangguk, menyetujui permintaan Vano. Dia langsung memposisikan diri dan memegangi lutut pria di depannya ini. Vano mulai melakukan sit up. Tanpa aba-aba, dia memberikan satu kecupan singkat di bibir Tiora saat mengangkat tubuhnya.

"Kamu sengaja, ya?" Tiora memicingkan matanya, yang dibalas Vano dengan senyum manja nan menggoda.

Vano mulai melakukan sit up lagi. Dengan sengaja, dia mengecup bibir Tiora untuk yang kedua kalinya. Kali ini, giliran Tiora yang tersenyum malu.

MR. ANNOYINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang