41

14.2K 781 39
                                    

"Vano." kata Tiora dengan suara pelan saat keheningan menguasai mereka setelah perdebatan kecil tentang makanan. "Jangan makanan berkuah, aku mau makan sesuatu yang dingin."

Vano tidak langsung menjawab, pria itu memilih untuk menegakkan tubuhnya. Sementara pandangannya tetap berfokus ke arah depan. "Makan apa?"

"Es krim."

"Katanya kamu sakit? Kok mau makan es krim?"

"Aku cuma pusing." Diam-diam, Tiora memperhatikan Vano. Pria itu tengah menyelidik. "Sekarang sudah nggak lagi."

"Aku belok kiri kalau begitu." Vano memutar kemudi, melirik Tiora sekilas. "Beli es krim favorit kamu."

Tanpa pikir panjang, Vano segera membawa mobilnya menuju restoran cepat saji di pertigaan Dago. Ini hari Sabtu, sial bagi Vano karena harus terjebak macet dengan kendaraan lain di jalanan itu. Tapi, tidak mengherankan karena setiap Malam Minggu, dari sore hingga menuju malam hari, arus lalu-lintas di sana selalu padat. Mengingat, Dago memiliki banyak kawasan wisata maupun kafe yang menjadi destinasi favorit.

"Mau es krim yang mana?" Vano melirik Tiora, beruntung hanya mereka berdua yang sedang mengantre. Sisanya, para pengunjung di sana tengah duduk manis di berbagai sudut meja yang disediakan di restoran ini.

Tiora memilih-milih menu yang di sodorkan pelayan dengan cukup hati-hati. "Mcflurry Choco." jawab Tiora.

Vano memperhatikan pelayan perempuan di depannya yang tersenyum dengan ramah, bersiap untuk melakukan pemesanan. "Saya pesan satu Mcflurry Choㅡ"

"Eh... jangan!" Tiora menggelengkan kepala, matanya kembali menatap pada buku menu, "Blueberry black waffle saja."

"Satu es blueberry blaㅡ"

"Jangan! Pesan es Mcflurry Oreo saja. Aku nggak suka blueberry, terlalu asam."

"Yakin? Nggak mau merubah pesanan lagi? Mumpung persediaan sabar aku masih ada." untuk yang kesekian kali, Vano menghela napasnya, memandang Tiora dengan cukup intens. Dia sedikit frustasi dan geram. Sudah tiga kali perempuan di sampingnya ini mengubah pesanan secara tiba-tiba saat pelayan mencatat menu pesanan mereka. "Kalau kamu mau merubah pesanan lagi, kamu pesan makanannya dan bayar sendiri."

"Iya." Tiora menunduk, sedikit ketakutan. Setengah hatinya kehilangan kekuatan untuk melawan Vano. Entah mengapa, tiba-tiba saja dia merasa Vano sangat menyebalkan. Padahal, dia hanya ingin memastikan kalau Mcflurry Oreo benar-benar es krim yang ingin dia makan. "Aku mau Mcflurry dengan taburan Oreo."

"Apa lagi?"

"Mungkin, chicken wrap? Sisanya terserah kamu. Samakan saja menu nya."

"Oke." Vano memutus pandangannya pada Tiora, kembali berbalik dan mengulang menu pesanan untuk di catat ulang oleh pelayan. "Saya pesan Mcflurry Oreo, dua chicken wrap, chicken fingers ukuran medium, Honey garlic fish rice, dan dua iced Milo."

Tidak membutuhkan waktu lama, Vano segera membayar pesanan mereka. Keduanya memilih duduk di dekat jendela. Saat pesanan mereka tersaji di atas meja, es krim adalah makanan pertama yang Tiora sambut dengan cukup antusias. Bahkan, dia tidak melirik maupun menyentuh makanan lain yang sudah Vano pesan.

"Kenapa chicken wrap nya nggak kamu makan?" Tangan Vano sibuk membuka bungkus yang membalut chicken wrap di depannya dengan rapi, menggigit ujung makanan itu dan mengunyah pelan.

"Tiba-tiba, aku benci ayam di makanan itu."

Vano menegakkan tubuh, mengerutkan kedua alis. Matanya menatap Tiora dengan pandangan aneh. Entah mengapa sikap Tiora beberapa hari ini sedikit menguji kesabarannya. Terkadang, perempuan itu banyak maunya, apalagi soal makanan. Belum lagi, Tiora sering menangis sendiri tanpa sebab. Perempuan itu sedikit berubah menjadi sensitif.

MR. ANNOYINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang