Lima belas | ruang musik

1.3K 80 0
                                    

______

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

______

"Ma, bisa Seren minta waktu mama sebentar?" Seren membuka suara setelah menyelesaikan sarapannya, menatap wanita paruh baya di depannya penuh harap. Faradita-ibunya Seren.

Wanita itu mengangkat kepalanya, menatap Seren dengan wajah datarnya "untuk apa?" Fara melirik jam tangannya sekilas lalu kembali menatap Seren "mama harus pergi 5 menit lagi"

Seren menghela nafas kecewa, menatap wajah Fara memohon "please...Seren mau ngomong sama Mama"

"Nanti malam gimana? Hari ini mama ada pertemuan penting"

Selalu seperti itu, pertemuan penting? Lalu bagaimana dengan Seren? Apa dia sama sekali tidak penting bagi mamanya.

Ya, Seren tahu bahwa pekerjaan mamanya sebagai designer sangat sibuk, apalagi kalau perusahaan mamanya sudah besar dan tersebar luas, jadwal padat dan pertemuan dengan client penting hampir setiap hari. Tapi tidak bisakah ibunya meluangkan waktu sepuluh menit saja untuk mendengarkan Seren berbicara.

Jawabannya pasti sama. Tidak!

Dengan kepala yang tertunduk dalam, Seren mengangguk pelan, dia menyerah. Niatnya yang ingin membicarakan tentang hubungan keluarga seketika lenyap, terserah, Seren tidak ingin peduli lagi.

Bukannya Seren lemah, tapi ini yang keseribu kalinya Seren berusaha berbicara pada orang tuanya tapi mereka sama sekali tidak mau mendengar atau meluangkan waktu sedikitpun.

Dengan kesal, Seren bangkit dan meninggalkan meja makan yang hanya di isi olehnya dan Fara, Reyhan sudah pergi lebih dulu. Wajar karena Reyhan begitu tidak menyukai ibunya sedangkan ayahnya masih berada di luar kota.

Dan sekarang Seren berakhir di disini, di ruang musik sekolahnya, ruangan yang selalu menjadi tempatnya berdiam diri saat dirinya dalam keadaan kacau, setelah pergi dari Devan tadi.

Seren duduk di kursi kecil dengan sebuah piano di depannya, menekan nots piano dengan asal, berusaha menyamarkan suara isakannya.

Mengeluarkan semua emosi di dalam dirinya, tidak peduli jika bell masuk sudah berbunyi sejak lima menit yang lalu, Seren masih butuh waktu untuk menenangkan pikiran.

Suara pintu terbuka membuat Seren refleks menghentikan tangisnya, dengan secepat kilat ia menghapus air matanya, untungnya letak piano berada di ujung ruangan menghadap jendela, jadi otomatis dia membelakangi pintu masuk.

Seren kembali memainkan piano, kali ini dengan sebuah nada yang dia buat sendiri dengan acak, tanpa memperdulikan suara langkah kaki yang semakin mendekat. Mungkin hanya salah satu anak musik yang ingin mengambil sesuatu.

Saat pandangannya tengah terfokus pada nots piano di depannya, sebuah tangan menekan nots piano yang paling ujung, menghancurkan nada yang ia buat.

Seren mendesah kesal, sekarang dia tahu siapa orang itu, tentu saja dia Devan. Siapa lagi yang berani mengganggu ketenangan Seren kalau bukan cowok itu.

My EX [COMPLETED✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang