Entah kabar baik atau buruk.
Dhito sudah siap mental untuk menjemput kekasihnya pagi ini harus gagal. Papinya bersedia mengenal Dhito, waktu menjemput terlalu singkat untuk berbincang dan mengenal lebih jauh dengan alasan itulah semalan di sampaikan Tyas.
Semalam kepalanya terlalu berisik dengan perdebatan, apakah ini cara orang tua kekasihnya saja untuk mengulur waktu, tetap menolak, atau justru memang orang tua Tyas akhirnya ingin memberi kesempatan untuk mengenal?
Tidak pernah sebelumnya dia serumit ini, merasa tidak percaya diri harus berhadapan dengan manusia lain, tidak ada ritual khusus dan aturan tertentu saat mengencani perempuan-perempuan di masa lalunya, justru dengan mudah diterima oleh para keluarga mantannya dan semua ini adalah pertama di rasakannya, sama halnya seperti pertama dan yakin mencintai wanita untuk serius.
Dhito menculik Tyas begitu melihat wanita itu melangkah di lobi, di ajak ke ruangannya, para karyawan di bawah divisinya masih banyak yang belum datang. Semua ini suatu kebetulan, Tyas dan dia datang lebih awal.
“Temani aku sarapan.” Ajaknya.
Wanita itu tersenyum melihat sebungkus bubur ayam berada di sebelah tangannya. “Hanya beli satu?”
“Kamu belum sarapan?”
“Jahat banget sih kamu, ajak aku cuman untuk lihat kamu makan.” Bibirnya mencebik, melepaskan tangan Dhito lalu duduk di sofa Grey yang ada di ruangannya.
Dhito Menyusulnya. “Oke, aku pikir kamu sudah sarapan. Kita bisa berbagi, makan bersama jauh lebih nikmat pastinya.” Rayu Dhito membuka bungkusan dengan wajah serius sekaligus merasa bersalah. Sementara Tyas sudah tersenyum kecil, lalu merapatkan diri dengan tangan otomatis melingkar di lengan kekasihnya. “Tyas? Kamu nggak mau? Kalau begitu aku beli sarapan lain, ini biar buat kamu.”
“Ish, gemes banget sih kalau perhatian gini!” Katanya mengubah nada menjadi manja.
“Kamu lagi ngerjai aku, ya?” Dhito menunduk menatap kekasihnya yang mengerjap dan menggodanya. Tyas malah terkekeh bukan merasa bersalah “Aku udah merasa bersalah karena nggak beli dua, taunya kamu lagi prank aku—Aduh!” Tidak tahan dengan Dhito yang terlihat mengemaskan, membuat Tyas menggigit bahunya. “Kamu yakin sudah sarapan?” tanya Dhito lagi sambil mengusap bahu, dia lebih ke terkejut dibanding sakit.
Tyas melebarkan senyum lalu mengambil sendok dan bubur yang di beli Dhito. “Sudah, Mami nggak akan biarkan semua orang keluar dari rumah dengan perut kosong.” Katanya memberitahu peraturan keluarganya.
“Oh... habisnya kamu gigit bahuku.”
Tyas hanya tersenyum kecil lalu mengangkat sendok sudah terisi bubur ayam, “Aaaaa.. buka mulutnya, aku mau suapin pacarku!” Katanya, membuat Dhito tidak menolak.
Sebenarnya ingin sekali dia bertanya perihal yang terjadi semalam, tapi melihat binar ceria dan mood bagus kekasihnya membuat Dhito mengurungkan, dia sepakat untuk tidak merusak suasana.
Terus menyuapi sampai bubur tidak tersisa, Tyas juga mencobanya sedikit dan rasanya memang enak. Merapikan bekas makan, Tyas minum barulah bergerak untuk kembali ke ruangannya, sebentar lagi masuk jam kerja.
“Aku ke ruangan, ya.”
Dhito mengangguk dan tersenyum, “Nanti siang aku ada meeting di luar.” Artinya mereka tidak makan siang bersama lagi.
“Oke, aku juga udah janji makan siang sama Papi. Sebenarnya Papi minta kamu gabung.” Kata Tyas, membuat Dhito dilema.
“Kamu serius?” tanya Dhito kini bingung, tidak mungkin tinggalkan pekerjaan tapi tidak enak juga harus menolak ajakan pertama Papinya Tyas setelah berusaha ingin mengenalkan diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Cinta diam-diam [no secret!]
ChickLitTidak ada rahasia! Begitulah Tyas Larasati, si jelita berusia 25 tahun penghuni Finance BM Hotel yang terkenal suka bergosip. Termasuk urusan hati--bukan lagi pengagum rahasia--Tyas dengan terang-terangan mengaku suka pada Dhito, director of human...