Dhito sulit untuk berkedip, pandangan matanya lurus pada Tyas yang kini sudah berganti pakaian hanya dengan kaos Navy polos yang ada tulisan ‘Plumeria Sanggar Tari’ warna putih, Dhito tahu itu kaos yang di cetak khusus sanggar tari ibunya. Kain batik khas Bali yang melekat sempurna di bagian bawah dan selendang merah muda mengikat di pinggangnya yang ramping, rambut hitam panjang tak lagi tergerai melainkan di ikat satu. Penampilan Tyas saat ini sungguh membuat Dhito penasaran, seanggun apa jika Tyas mengganti kaos tersebut dengan kebaya sederhana khas Bali.
Setelah pemanasan, ibunya turun langsung mengajari Tyas gerakan tari dasar Bali, Tyas terlihat bersemangat dengan senyum manis terus memperhatikan instruksi Danita.
Tidak beranjak barang sedikit pun dari sana, Dhito terus menerus memperhatikan Tyas yang mulai mengerti apa yang harus dia gerakan. Matanya juga ikut menari, sesuai tarian Bali.
“Sanggar tari, bapak tau yang terdekat dari sini?” Kata Tyas saat tadi di mobil, setelah Dhito bertanya tempat apa yang ingin sekali wanita itu kunjungi dan belum terwujud. Jawaban yang tidak pernah dhito kira.
Tentu saja Dhito tahu, malah lebih dari tahu. Tapi, dia tidak mengatakan hanya mengangguk dan melajukan mobil ke arah rumah orang tuanya. Karena sejauh ini, sanggar Tari yang di kenalinya dengan baik adalah ‘Plumeria Sanggar Tari’ milik keluarganya.
Terkagum sekaligus terkejut, itulah yang Dhito tangkap dari wajah Tyas tadi saat masuk ke kompleks rumah orang tuanya dan dikenalkan pada ibunya. Dhito pikir itu akan membuat Tyas canggung, ternyata Dhito salah. Ditinggal sebentar, Tyas sudah tampak akrab dengan sang Ibu.
Menit bergerak meninggalkan satu jam, Tyas tampak tidak lelah terus belajar gerakan dasar sampai mulai tidak kaku dan Ibunya meninggalkan dia berlatih dengan beberapa penari dan asisten ibunya.
“Kamu menyukainya?” Tanya Danita tanpa menutupi aura bahagia, dia menangkap sang putra terus menatap dan memperhatikan Tyas.
Tersenyum kecil, Dhito belum tahu arti dari rasa yang diam-diam menyusup di hatinya. Dia hanya merasa penasaran dengan Tyas Larasati. Suka? Tidak mungkin. Sangkalnya, sebab dia tahu Tyas sudah memiliki seorang kekasih.
“Tyas rekan kerja di Hotel, Bu.”
“Lho memang ada aturan dilarang pacaran sesama rekan kerja, di tempatmu?” Danita tidak habis pikir dengan peraturan begitu, walau untuk menjaga kinerja si pekerja dan tidak mengganggu konsentrasi pekerja saat bekerja. Tetapi aturan itu terlalu mendahului Tuhan menurutnya, seakan bisa mencegah takdir saja. Masalah hati tidak bisa dihentikan dengan aturan manusia, seberapa rasionalnya seseorang saat jatuh cinta mereka akan kalah.
“Nggak ada aturan seperti itu di tempatku, Bu.” Bahkan yang terjadi beberapa waktu lalu, kepala chef-nya menikahi finance controller. Meski, setelah menikah, sita, finance controller saat itu memilih Resign.
“lantas apa? Ibu suka sama kepribadian Tyas, anak itu sopan dan baik. Berpenampilan seperti itu, Tyas malah seperti gadis bali, kan?” Ucapnya jujur dan memuji Tyas yang memang terlihat anggun seperti para gadis Bali.
Dhito sudah membayangkan tadi, Tyas akan semakin anggun dengan kebaya sederhana khas Bali.
Untuk ungkapan jujur sang ibu, Dhito hanya bisa menghela napas. Dia tidak akan mengatakan kalau wanita yang ibunya harapkan bersama putranya itu, sudah memiliki kekasih.
"Kamu baru bilang kemarin, kalau ada perempuan yang kamu ajak bertemu ibu artinya dia spesial. Jadi, ibu anggap Tyas spesial untuk kamu." Kata ibunya lagi, dhito tidak lupa pernah mengatakan itu.
***
”Untuk pemula kamu luar biasa.” Gerakan tangan Tyas yang sedang mengelap keringat dengan handuk kecil milik ibunya terhenti, Dhito lalu mengulurkan segelas air putih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Cinta diam-diam [no secret!]
ChickLitTidak ada rahasia! Begitulah Tyas Larasati, si jelita berusia 25 tahun penghuni Finance BM Hotel yang terkenal suka bergosip. Termasuk urusan hati--bukan lagi pengagum rahasia--Tyas dengan terang-terangan mengaku suka pada Dhito, director of human...