"Ayo jalan, tunggu apalagi!" Tyas protes karena ketika mereka mengendap-endap seperti maling saat keluar hingga berhasil sampai di dalam mobil, lelaki itu malah diam saja tanpa berniat menghidupkan mesin mobil.
"Aku baru sampai, bahkan belum sempat ngobrol sama Arsya atau Sita."
"Kamu bisa kirim pesan atau telepon untuk minta maaf nanti pada mereka!" Tyas berdecak kesal.
"Kenapa aku harus minta maaf? Aku tidak berbuat salah."
"Ya ampun Dhito! Ko kamu menyebalkan di saat yang nggak tepat seperti ini sih!" Tyas menggeram.
Tanpa di sadarinya, lelaki itu sebenarnya sengaja memancing Tyas mengomel. Setelah belakangan ini Tyas yang melihatnya seperti hantu, menghindar. Hari ini wanita itu malah terkesan melupakan jarak yang dibangunnya sendiri. Wait... tadi Tyas menyebut namanya 'Dhito'—Rasanya tidak pernah namanya serenyah pendengarannya hari ini.
"Akhir-akhir ini bukannya kamu yang bertingkah menyebalkan, ya? Menghindar dariku?" kata Dhito santai, dia malah bersandar. Sialnya terlihat sangat santai dan menjadikan kepanikan Tyas tontonan menarik.
"Aku? Menyebalkan? Yang benar aja!" Tyas tidak merasa dirinya seperti itu.
Dhito terkekeh, "Menghindar dariku adalah hal menyebalkan yang kamu perbuat."
Tyas tercengang, masih sempat-sempatnya lelaki itu membahas itu sekarang. "Oke, aku minta maaf kalau bersikap menyebalkan versi dirimu. Tapi, please—shit! Kenapa mereka keluar sih!"
"Apa?" Dhito bertanya bingung saat tiba-tiba Tyas memaki.
"Menunduk Dhito!" Tyas sudah menurunkan tubuhnya agar tidak terlihat oleh orang tuanya yang keluar dari resto dan double shit! mobil mereka terparkir tepat di samping mobil Dhito.
"Ada siapa mema—" Tidak membiarkan Dhito mencari tahu, Tyas bertindak bar-bar dengan menarik tubuh Dhito hingga menunduk sampai lelaki itu berada tepat di atasnya sementara wajah mereka begitu dekat.
"Tyas?" bisik Dhito yang dengan jelas sadar posisi mereka.
"Sssttt! Jangan berisik!" Jari telunjuknya otomatis menyentuh bibir lelaki itu, bermaksud agar lelaki itu diam. Suasana seketika hening, hanya terdengar deru napas dan debar jantung yang seirama. Pandangan mata mereka bertemu, saling mengunci, seperti biasa Tyas akan tenggelam di sana, berbahaya tetapi ia tidak bisa berhenti untuk menyelamatkan dirinya sendiri.
Beberapa menit terlewati sampai ia bisa mendengar mobil Papi mulai menjauh dari sana.
"Huft.. aman!" gumamnya, ekspresi lega Tyas yang begitu tertara membuat Dhito terkekeh.
"Kamu menghindari siapa sih?"
"Nggak penting untuk kamu tau!" Tyas tidak akan memberitahunya.
Dhito menggeleng kecil, seperti baru menyadari posisi mereka yang begitu menempel membuatnya segera mendorong Dhito untuk kembali duduk dengan benar. "Tapi kamu baru saja melibatkanku, Tyas."
"Makasih deh untuk bantuan kamu yang hampir percuma." Hampir saja mereka tertangkap basah, semua karena Dhito malah memilih tetap bertahan di sana sambil bersikap menyebalkan.
"Tyas.."
"Apa?!" tanyanya galak.
Dhito terkekeh, "Aku cuman mau bilang, kalau mobilku pakai kaca film jadi—Akh!" Tyas memukul Dhito tanpa ampun dengan tasnya. Kaca film kan dari luar terlihat gelap, lalu buat apa ia susah payah bersembunyi dan bertindak konyol seperti tadi.
"benar-benar ya, kamu menyebalkan banget!"
"Oke! aku minta maaf."
"No! Maafmu nggak berguna sama sekali. Aku panik dan kamu malah hanya makin mempersulit!" Ujarnya lantang, lalu setelah cukup menganiaya Dhito dengan sikapnya yang bar-bar, tentunya yang baru Dhito tahu juga. Wanita itu berniat keluar dari sana untuk kembali pada sahabat-sahabatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Cinta diam-diam [no secret!]
ChickLitTidak ada rahasia! Begitulah Tyas Larasati, si jelita berusia 25 tahun penghuni Finance BM Hotel yang terkenal suka bergosip. Termasuk urusan hati--bukan lagi pengagum rahasia--Tyas dengan terang-terangan mengaku suka pada Dhito, director of human...