Rival

14.7K 1.6K 28
                                    

Negosiasi dengan Papi kemarin malam, membuat Tyas menghentikan rencana sebelumnya. Untuk mendapatkan sesuatu di inginkan memang perlu pengorbanan, Tyas pikir tidak ada salahnya menunda demi hasil manis. Namun, kecewa tampak terdengar dari suara Dhito setelah memberitahunya malam itu juga.

Lalu siang ini ketika Papi mengajak makan siang bersama, Tyas pikir hanya makan berdua saja maka dari itu ketika Papi tiba-tiba mengatakan Tyas bisa mengajak Dhito, ia sampaikan meski akhirnya harus maklum karena Dhito sedang ada pekerjaan.

Rian ternyata ikut muncul bersama Papi di restoran Italia yang telah di tentukan, Tyas tentu saja terkejut. Dia pikir cukup Mami yang berniat mendekatkan mereka, tapi Papi sekarang justru terlihat ada di pihak Mami.

“Papi, kenapa mengajak Rian?” Tyas tidak membuang waktu begitu ada kesempatan bertanya ketika Rian ke toilet.

“Coba kamu ingat-ingat lagi, Papi nggak bilang akan makan siang hanya berdua, kan?” jawab Papi, membuat Tyas menatapnya tercengang—Apakah Dhito benar, jika Papi hanya mengulur waktu?

“Papi ikut konspirasi dengan Mami?” Bukan menjawab, Papi malah terkekeh sambil santai “Papi?” Tyas menuntut jawaban, matanya terus mengawasi arah Rian tadi menghilang.

“Konspirasi? Pemilihan katamu kejam sekali, nak.” Guraunya.

“Lalu apa? Papi buktinya ajak Rian, ini sudah diaturkan?” Tyas mendesah kesal.

“bukan diatur, tapi kebetulan Rian datang ke kantor, masa Papi nggak ajak makan siang sekalian.” Jawabnya tidak merasa bersalah dengan ekspresi tidak suka yang di tunjukan putri semata wayangnya.

“Papi bisa aja bilang ada janji makan siang dengan klien.” Tyas tidak percaya Papi setega itu padanya.

“Kamu putri Papi, masa Papi bilang klien.”

Tyas mengela napas, yakin Papi tahu maksudnya. “Papi...”

Papi tersenyum kecil, lalu menatap pada arah Rian yang sudah berjalan kembali. “Rian sudah kembali, tunjukan sikap baikmu, nak. apa pun yang kamu pikirkan, Papi pastikan nggak benar dan Papi mengatakan sebenarnya.” Kata beliau dengan wajah serius kemudian tersenyum pada Rian yang kembali duduk di hadapan mereka. 

Makan siang berjalan lebih lama, Tyas sudah ijin jika akan terlambat kembali ke BM Hotel. Meski steik yang di pesannya dari daging sapi premium, Tyas tidak bisa mengunyah dengan santai. Makanannya terasa hambar karena perasaannya yang sudah terlanjur kesal.

Seperti biasa, Papi selalu menyambung dan nyaman saat ngobrol dengan Rian. Sementara Tyas hanya sesekali menanggapi dan Sisanya melamun dengan isi kepala membayangkan jika Dhito semudah Rian yang di terima keluarganya.

Tidak, ia tak bermaksud membandingkan Dhito. Meski yakin, lelaki itu punya pembawaan dan cara sendiri untuk bisa di terima orang tuanya, justru yang jadi pertanyaan besarnya adalah harus berapa lama Dhito bisa seakrab itu dengan Papi? Kalau ternyata mereka bertolak belakang?

***

Papi benar-benar menguji Tyas, setelah datang membawa Rian saat makan siang bersama, ketika pulang tiba-tiba mendapat telepon dari sekretarisnya, bahwa ada klien penting yang sudah menunggunya sejak tadi di kantor. Papi tanpa bersalah dan tidak peduli tatapan memelas di wajah Putrinya malah meminta Rian mengantarkan Tyas kembali ke BM Hotel.

Tyas tidak punya kesempatan dan waktu untuk menolaknya, waktu ijinnya hanya telat setengah jam lalu waktu itu segera habis, sementara hatinya berdoa—semoga Dhito tidak melihatnya diantar Rian, bukan apa-apa, satu tapak yang mereka lalui saja belum jelas pijakannya lalu Tyas tidak ingin Dhito tahu soal rencana perjodohan yang di lakukan orang tuannya.

Bukan Cinta diam-diam [no secret!]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang