Permintaan itu membuat dilema untuk Dhito, bukan karena dia tidak ingin menikahi Tyas, sungguh rencana itu ada sebelum kesehatan ibunya memburuk. Justru Dhito memikirkan Tyas dan keluarganya. Ada kecemasan yang dia rasakan, ibunya butuh biaya, tidak mungkin Dhito menikahi Tyas dengan cara sederhana, Dhito jelas tahu latar belakang keluarga Rashid, orang tuanya juga belum tentu memberi ijin.
Lalu, bagaimana kehidupannya setelah ini karena Dhito takut tidak bisa memberikan yang terbaik untuk Tyas. Dia tahu tabungan dan segala aset di punya akan terkuras untuk biaya ibu, apalagi Dhito akan lakukan operasi dan pengobatan lainnya untuk ibu di Singapura. Dhito sudah pikirkan ini matang-matang, dia akan lakukan yang terbaik untuk penanganan ibunya.
“Aku nggak yakin bisa penuhi permintaan ibu.” Katanya memejamkan mata, merasakan semilir angin di rooftop rumah sakit.
Kebetulan Fanya datang bersamanya, Dhito perlu bicara segera menitipkan ibu dan mengajak Tyas bicara. Mereka butuh waktu, butuh tempat yang sepi untuk bicarakan ini.
“Ini kesempatan untuk bisa melakukan operasinya.” Tyas menatap punggung Dhito, sejujurnya dia sendiri tak keberatan dengan permintaan ibu jika itu bisa buatnya mau lakukan operasi.
“Tapi, menikah untuk saat ini bukanlah pilihan mudah, Tyas.”
“Maksudnya? Ini kamu lagi nggak bermaksud bilang, kamu keberatan penuhi permintaan ibu karena nikah denganku?” Tyas jelas akan bingung ke mana arah pembicaraan Dhito ini.
Lelaki itu langsung berbalik, memerhatikan wajah jelita kekasihnya lalu pandangan mata mereka terkunci “tentu aja bukan begitu.”
“Lalu apa? apa yang buat semuanya jadi rumit? Kamu bukannya sangat ingin ibu lakukan operasi, ketika ibu udah setuju meski dengan syarat, kamu malah ragu.”
“Oke, aku akan katakan.” Dhito mendesah resah, “pengobatan ibu butuh biaya besar, aku udah mulai minta Steve, Joshua dan Gege untuk bantu jual aset di Bandung. Operasi ibu akan di lakukan di Singapura, setelah itu banyak terapi yang akan di lakukan. Semua pakai biaya pribadi.” Tyas mulai paham arah pembicaraan ini, dia berusaha untuk dengarkan Dhito sampai selesai.
“Syarat ibu adalah kamu nikah denganku, Tyas. Dengan kondisi keuanganku saat ini, aku nggak bisa berikan pernikahan layak lalu setelahnya juga akan sulit, aku takut nggak bisa berikan kehidupan terbaik untuk kamu, menjamin hidup ka—“
“Cukup!” Tyas mengangkat tangan menghentikan lanjutan ucapan Dhito. Ada sorot kecewa di mata Tyas, “Aku pikir kamu benar-benar memahamiku.”
“Tyas..”
“Biarkan aku bicara!” sentaknya, “kamu berpikir begitu karena melihat latar belakang orang tuaku? Bukan aku, Tyas Larasati, wanita yang terima kamu apa adanya. Kapan aku minta pernikahan mewah? Layak? Layak seperti apa yang kamu maksud? Aku nggak minta macam-macam, Dhito, tapi kamu seolah-olah menyudutkan aku yang minta pernikahan mewah, lalu setelah itu kamu bilang kehidupan terbaik. Jika standar yang kamu bicarakan materi, harta, jelas kamu nggak benar-benar kenal diriku.”
Dhito terdiam, meski ingin segera memeluk Tyas yang memberi tatapan kecewa “aku nggak sedang sudutkan kamu, hanya aku merasa diriku sangat nggak pantas saat ini.”
Tyas menggeleng kecil, pernikahan di jaman sekarang sudah beda arti bagi orang-orang di luar sana. Pesta yang di gelar, besar, mewah adalah standar pernikahan, padahal itu semua tidak berguna dan menjamin perjalanan komitmen pernikahan akan berjalan lancar. Bagi Tyas, itu hanya bentuk apresiasi untuk merangkum momen yang maunya sekali seumur hidup. Tapi, jika memang tak bisa gelar pesta besar dan mewah, terpenting dari semua itu adalah berjalan lancar, sakral dan perjalanan setelah pernikahan. Tidak ada yang salah, dan perlu di nilai kurang dari pernikahan sederhana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Cinta diam-diam [no secret!]
ChickLitTidak ada rahasia! Begitulah Tyas Larasati, si jelita berusia 25 tahun penghuni Finance BM Hotel yang terkenal suka bergosip. Termasuk urusan hati--bukan lagi pengagum rahasia--Tyas dengan terang-terangan mengaku suka pada Dhito, director of human...